Menyentuh, Meraba, dan Memeluk Karya Seni Interaktif di ARTJOG 2022

ARTJOG 2022 akan berlangsung hingga 4 September 2022 di Jogja National Museum (JNM), Yogyakarta.

oleh Asnida Riani diperbarui 08 Agu 2022, 14:01 WIB
Diterbitkan 08 Agu 2022, 14:01 WIB
ARTJOG 2022
"Catatan Pinggir Jurang," karya kolaborasi Angki Purbandono dan Alex Abbad). Karya ini menampilkan catatan reflektif Alex yang dipadukan dengan gambar scanography Angki dalam rupa bantal yang disebar pada ruang presentasi di ARTJOG MMXXI. (dok. Instagram @artjog.id/https://www.instagram.com/p/Cf6NLJMBWor/)

Liputan6.com, Jakarta - Interaktif jadi kata kunci penyelenggaraan ARTJOG 2022. Festival seni kontemporer tahunan ini akan berlangsung hingga 4 September 2022 di Jogja National Museum (JNM), Yogyakarta.

Bertajuk "Expanding Awareness," edisi tahun ini merupakan muara rangkaian ARTJOG arts-in-common yang diselenggarakan sejak 2019 dalam triplet tematik: ruang, waktu, dan kesadaran, menurut keterangan yang dikutip dari situs web mereka, Senin (8/8/2022). Salah satunya terwujud dalam "Catatan Pinggir Jurang."

Ini merupakan karya kolaborasi Angki Purbandono dan Alex Abbad yang menampilkan catatan reflektif Alex yang dipadukan dengan gambar scanography Angki dalam rupa bantal yang disebar pada ruang presentasi. Ada pula Tempa yang menghadirkan wahana bermain, berkreasi, dan belajar dalam keragaman bentuk dan pola visual melalui karyanya: Cosmic Patterns.

Tidak ketinggalan, Christine Ay Tjoe menggarap instalasi yang merupakan proyek komisi khusus tahun ini. Senimal asal Bandung ini menghadirkan sebuah karya interaktif yang terinspirasi dari wujud Tardigrada, yakni hewan airmikroskopis yang mampu menangguhkan metabolismenya ketika situasi lingkungan tidak memungkinkan untuk hidup.

Karya yang menggambarkan penghargaan terhadap daya hidup ini dirancang sedemikian rupa, sehingga pengunjung dapat menyentuh, meraba, bahkan memeluknya, sambung keterangan itu. ARTJOG percaya karya seni dapat jadi medium antar-muka untuk percakapan dan pertukaran pengetahuan, sekaligus instrumen yang mempengaruhi seseorang untuk bertindak.

Karena itu, karya-karya seni yang dipamerkan dan rancangan program-program tahun ini mengusung semangat menemukan sensibilitas kesadaran hidup bersama secara adil dan setara, tidak hanya di antara sesama manusia, tapi juga seisi alam. 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Kesadaran tentang Inklusivitas

ARTJOG 2022
Tamu undangan di karya seniman komisi ARTJOG MMXXII. (dok. ARTJOG)

Disebutkan bahwa pandemi COVID-19 telah menunjukkan secara lebih jelas betapa tatanan dunia selama ini dipenuhi ketimpangan dan ketakseimbangan. Situasi ini "digerakkan secara dominan oleh elitisime dan eksklusivisme yang cenderung menyisihkan dan menindas."

"Berkaca pada pengalaman itu pula, ini adalah momen yang tepat untuk bergerak membuka sekat-sekat yang sudah terlalu lama mengurung praktik kesenian ke dalam klasifikasiklasifikasi dan hirarki," mereka menambahkan.

Tahun ini, ARTJOG berupaya mendorong perluasan kesadaran tentang inklusivitas. Semangat ini juga diwujudkan dalam rancangan festival, mulai dari perumusan konsep, pemilihan seniman, fasilitas ruang pamer dan infrastruktur fisik, hingga pelaksanaan program-programnya.

Selama persiapan, tim kurator ARTJOG dan segenap staf program menimba pengalaman dan pengetahuan dari para penggerak inklusivitas di Yogyakarta. Ini termasuk dengan kelompok Jogja Disability Arts (JDA) dan Sanggar Seni Komunitas Tuli Ba(WA)yang. Akhirnya, ARTJOG ingin membangun kesadaran bersama melalui interaksi yang didasarkan pada penghargaan atas kehadiran dan kesetaraan.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Melibatkan Anak-Anak

ARTJOG 2022
Tempa menghadirkan wahana bermain, berkreasi, dan belajar dalam keragaman bentuk dan pola visual melalui karyanya yang berjudul "Cosmic Patterns" di ARTJOG 2022. (dok. Instagram @artjog.id/https://www.instagram.com/p/Cf82WOpBMmd/)

Inklusivitas dalam ARTJOG MMXXII juga mencakup upaya melibatkan anak-anak. Tidak hanya sebagai pengunjung festival, tapi juga partisipan pameran. Melalui mekanisme open-call, tim kurator telah menyeleksi sebanyak 14 seniman anak dan remaja yang akan menampilkan karya mereka.

Selain itu, terdapat pula karya interaktif yang diperuntukkan bagi anak-anak. Harapannya, interaksi mengenai ruang seni bersama dapat dialami sejak dini. Kurator ARTJOG MMXXII, Agung Hujatnikajennong, menyampaikan, "Untuk pertama kalinya kami mengampu ARTJOG KIDS, sebagai program yang didedikasikan bagi interaksi dengan pengunjung anak-anak, selain program-program edukasi dan lokakarya yang memprioritaskan keterlibatan komunitas difabel."

"Sekali lagi, semua ini hanyalah suatu rintisan untuk jadi inklusif yang tentu saja perlu terus disempurnakan dalam edisi-edisi ARTJOG selanjutnya," ia menyambung.

Seperti edisi-edisi sebelumnya, ARTJOG menyajikan karya-karya dengan beragam medium. Sebanyak 61 seniman individu maupun kelompok dari lintas generasi berpartisipasi, antara lain Dolorosa Sinaga, Nunung WS, I Made Bayak, Iwan Yusuf, Nano Warsono berkolaborasi dengan Jogja Disability Arts, KomunitasBa(WA)yang, Angki Purbandono dan Alex Abbad, Jay Subyakto, Asha Darra Lawalata, serta Ivan Sagita.

Partisipasi Perdana

Sejauh Mata Memandang
Pameran "Kisah Punah Kita" oleh Sejauh Mata Memandang di ARTJOG 2022. (dok. Sejauh Mata Memandang)

Partisipan perdananya termasuk Sejauh Mata Memandang yang mempersembahkan instalasi bertajuk "Kisah Punah Kita." Pendiri dan direktur kreatif lini mode tersebut, Chitra Subyakto, mengajak Anda jadi "bagian dari solusi, bukan polusi," merujuk pada krisis iklim di depan mata, dalam jumpa pers virtual, 8 Juli 2022.

Instalasi seni ini bermaksud sebagai pengingat betapa dekatnya kita dengan kepunahan, namun hal tersebut sebenarnya masih bisa dicegah dengan melakukan hal-hal nyata. Percaya seni adalah medium berkomunikasi yang ramah, dengan lebih mudah diterima dan dipahami, instalasi seni ini dibuat melalui pendekatan sederhana.

Chitra memanfaatkan berbagai bahan sehari-hari sebagai medium untuk menyampaikan pesan. Pengunjung diajak berinteraksi dan berkaca, serta akhirnya sadar bahwa kita adalah spesies yang akan punah akibat ulah kita sendiri.

Ia menjelaskan instalasi seni ini dipersiapkannya selama tujuh bulan. Harus dipahami, ia menambahkan, isu krisis iklim tidak bisa diatasi sendiri. "Penanganannya butuh kerja sama yang panjang dan berkelanjutan," tuturnya.

Selaras dengan itu, pihaknya memanfaatkan dinding yang sebagiannya sudah terpakai. "Kainnya juga," kata Chitra. "75 persen kain (di instalasi seni) sudah pernah terpakai. Nantinya juga setelah pamerannya sudah selesai, barang seperti dinding dan panelnya akan digunakan lagi untuk pameran selanjutnya."

Sementara, barang yang tidak digunakan lagi akan diberikan pada mitra pengolah sampah untuk nantinya didaur ulang jadi produk lain.

Ladies on Wall
Infografis jejak seni grafiti di Indonesia (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya