Profil Sapardi Djoko Damono, Penyair Legendaris yang Ultahnya Diperingati Lewat Google Doodle

Jika masih hidup, Sapardi Djoko Damono, yang jadi sosok Google Doodle, akan berulang tahun ke-83 hari ini, Senin (20/3/2023).

oleh Asnida Riani diperbarui 20 Mar 2023, 11:03 WIB
Diterbitkan 20 Mar 2023, 11:03 WIB
[Bintang] Sapardi Djoko Damono di Hujan Bulan Juni
Mendiang penyair Sapardi Djoko Damono yang cocoknya jadi Google Doodle hari ini, Senin (20/3/2023). (Nurwahyunan/Bintang.com)

Liputan6.com, Jakarta - Ada sosok familiar di Google Doodle hari ini, Selasa (20/3/2023). Sebagaimana diketahui, raksasa mesin pencarian itu telah mengangkat rentetan sosok maupun peristiwa penting untuk dikenang maupun diperingati di laman depan mereka. Kali ini, pihaknya memberi penghormatan pada mendiang penyair Indonesia, Sapardi Djoko Damono.

"Doodle hari ini memperingati hari lahir Sapardi Djoko Damono, penyair yang merevolusi puisi liris di Indonesia," tulisnya dalam keterangan.

Sepanjang hidupnya, sampai ia tutup usia pada 19 Juli 2020, Sapardi telah dikenal luas sebagai penyair Indonesia, selain juga dosen, pengamat sastra, kritikus sastra, dan pakar sastra. Ia lahir sebagai anak pertama pasangan Sadyoko dan Saparian, di Solo, Jawa Tengah, pada 20 Maret 1940, dikutip dari situs web Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Senin (20/3/2023).

Pendidikan Sapardi sendiri dimulai dari sekolah rakyat Kraton "Kasatriyan," Baluwarti, Solo, lalu SMP Negeri II Solo. Setelah menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas, ia kuliah di Fakultas Sastra dan Kebudayaan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, jurusan Sastra Inggris.

Ia bekerja sebagai dosen tetap, Ketua Jurusan Bahasa Inggris, IKIP Malang Cabang Madiun, pada 1964—1968. Ia kemudian diangkat sebagai dosen tetap di Fakultas Sastra-Budaya, Universitas Diponegoro, Semarang, pada 1968—1973.

Sejak 1974, Sapardi Djoko Damono bekerja sebagai dosen tetap di Fakultas Sastra, Universitas Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia. Sapardi juga pernah memperdalam pengetahuan tentang humanities di University of Hawaii, Amerika Serikat (AS) pada 1970—1971. Tahun 1989, ia memperoleh gelar doktor ilmu sastra dengan disertasi berjudul Novel Jawa Tahun 1950-an: Telaah Fungsi, Isi, dan Struktur.

 

Peran Profesional Sepanjang Usianya

Google Doodle Sapardi Djoko Damono, (Google)
Google Doodle Sapardi Djoko Damono. (Google)

Lebih lanjut tertulis dalam portofolionya, Sapardi Djoko Damono pernah menjabat Pembantu Dekan III, Fakultas Sastra, Universitas Indonesia tahun 1979—1982, lalu diangkat sebagai Pembantu Dekan I pada 1982—1996 dan akhirnya menjabat Dekan pada 1996—1999 di fakultas dan universitas yang sama. 

Ia memasuki masa pensiun sebagai guru besar Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia tahun 2005, tapi masih diberi tugas sebagai promotor konsultan dan penguji di beberapa perguruan tinggi, termasuk jadi konsultan Badan Bahasa. Di luar kehidupan profesionalnya, Sapardi menikah dengan Wardiningsih, dan dikaruniai dua orang anak: Rasti Sunyandani dan Rizki Henriko.

Di samping bekerja sebagai dosen di Fakultas Sastra, Universitas Indonesia, Sapardi pernah menjabat Direktur Pelaksana "Yayasan Indonesia" Jakarta (1973—1980), redaksi majalah sastra Horison (1973), sebagai Sekretaris Yayasan Dokumentasi Sastra H.B. Jassin (sejak 1975); sebagai anggota Dewan Kesenian Jakarta (1977—1979); sebagai anggota redaksi majalah Pembinaan Bahasa Indonesia, Jakarta (sejak 1983); sebagai anggota Badan Pertimbangan Perbukuan Balai Pustaka, Jakarta (sejak 1987); sebagai Sekretaris Yayasan Lontar, Jakarta (sejak 1987); dan sebagai Ketua Pelaksana Pekan Apresiasi Sastra 1988, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta (1988).

Pada 1988, ia meresmikan Himpunan Sarjana-Kesusastraan Indonesia (HISKI), dan  terpilih sebagai Ketua Umum HISKI Pusat selama tiga periode. Selain itu, ia juga tercatat sebagai anggota Himpunan Pembina Bahasa Indonesia (HPBI) dan sebagai anggota Koninklijk Instituut vor Taal Land-en Volkenkunde (KITLV).

Menghadiri Berbagai Pertemuan Internasional

Sapardi Djoko Damono
Penyair Sapardi Djoko Damono. (Liputan6.com/Huyogo Simbolon)

Dalam usaha mendukung pengembangan kariernya sebagai sastrawan, Sapardi Djoko Damono sering menghadiri berbagai pertemuan internasional. Pada 1971, ia menghadiri Translation Workshop dan Poetry International di Rotterdam, Belanda.

Kemudian, tahun 1978, ia menghadiri Seminar on Literature and Social Change in Asia di Australia National University, Camberra, dan sebagai penulis dalam Festival Seni di Adelaide. Pada tahun itu juga, ia mengikuti Bienale International de Poesie di Knokke-Heusit, Belgia.

Sejak 1978, Sapardi menjabat Country Editor majalah Tenggara Journal of Southeast Asian Literature, Kuala Lumpur. Lalu, pada 1982, ia tercatat sebagai anggota penyusun Anthropology of Asean Literature, COCI, ASEAN. Kemudian, pada 1988, Sapardi jadi panelis dalam Discussion dan sebagai anggota Komite Pendiri Asean Poetry Centre di Bharat Bhavan, Bhopal, India.

Sebagai pakar sastra, Sapardi menulis beberapa buku yang sangat penting, seperti Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas (1978), Novel Sastra Indonesia Sebelum Perang (1979), dan Kesusastraan Indonesia Modern: Beberapa Catatan (1999).

Tidak ketinggalan, Novel Jawa Tahun 1950-an: Telaah Fungsi, Isi, dan Struktur (1996), Politik, Ideologi, dan Sastra Hibrida (1999), Sihir Rendra: Permainan Makna (1999), dan Puisi Indonesia Sebelum Kemerdekaan: Sebuah Catatan Awal. 

Penghargaan dan Hadiah di Bidang Sastra

Mengenal Sosok Sapardi Djoko Damono dan Kisah Hidupnya
Foto Sapardi Djoko Damono Credit: (Nurwahyunan/bintang.com)

Sapardi Djoko Damono juga menerjemahkan beberapa karya sastra asing ke dalam bahasa Indonesia antara lain Lelaki Tua dan Laut (The Old Man and the Sea, Hemingway), Daisy Manis (Daisy Milles, Henry James), Puisi Brasilia Modern, George Siferis, Sepilihan Sajak, Puisi Cina Klasik, Puisi Klasik, Shakuntala, Dimensi Mistik dalam Islam karya Annemarie Schimmel, Afrika yang Resah (Song of Lowino dan Song of Ocol oleh Okot p'Bitek), Duka Cita bagi Elektra (Mourning Becomes Electra oleh Eugene O'Neill), serta Amarah I dan II (The Grapes of Wrath, John Steinbeck).

Beberapa penghargaan dan hadiah sastra yang diterima Sapardi, termasuk Hadiah Majalah Basis atas puisinya Ballada Matinya Seorang Pemberontak pada 1963. Lalu, pada 1978, ia menerima penghargaan Cultural Award dari Pemerintah Australia; tahun 1983 memperoleh hadiah Anugerah Puisi-Puisi Putera II untuk bukunya Sihir Hujan dari Malaysia; dan tahun 1984 mendapat hadiah dari Dewan Kesenian Jakarta atas bukunya yang berjudul Perahu Kertas.

Kemudian, tahun 1985, Sapardi menerima Mataram Award; dan tahun 1986 ia menerima hadiah SEA Write Award (Hadiah Sastra Asean) dari Thailand. Sapardi juga mendapat Anugerah Seni dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1990.

Tahun 1996, ia memperoleh Kalyana Kretya dari Menristek RI. Lalu, pada 2003, Sapardi mendapat penghargaan The Achmad Bakrie Award for Literature dan tahun 2004 Sapardi memperoleh Khatulistiwa Award. Pada 2012, Sapardi juga mendapat penghargaan dari Akademi Jakarta.

Infografis Nobel Sastra
Infografis Nobel Sastra (Liputan6.com/Deisy Rika)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya