Liputan6.com, Jakarta - Bertajuk "Heritage of The East : From Toba for a Powerful Indonesia," Torang Sitorus bersama Alun-Alun Indonesia menggelar pameran yang memperlihatan pesona kain tenun ulos. Sementara acara di Jakarta akan berlangsung sampai Mei 2023, rangkaiannya akan dilanjutkan di Bali pada Agustus 2023, kemudian Tokyo, Jepang pada Oktober 2023.
"Jadi, acara ini masih rangkaian perayaan ke-65 tahun hubungan diplomatik antara Indonesia dan Jepang," kata Torang saat ditemui di bilangan Jakarta Pusat, Jumat, 5 Mei 2023. Ia menyebut bahwa menyelenggarakan pameran di Alun-Alun Indonesia merupakan mimpinya sejak lama.
Baca Juga
"10 tahun lalu sejak Alun-Alun Indonesia ada, mimpi saya ingin berpameran satu kali di sini, cuma saya belum sebesar sekarang, dan waiting list. Enam bulan lalu, Alun-Alun minta kami berpameran di sini, itu langsung kami iyakan," ia bercerita.
Advertisement
Sebagai anggukan pada hubungan diplomasi antara Indonesia dan Jepang, sebagian kain tenun ulos di pameran ini menggunakan material terobosan dari Negeri Sakura. "(Pakai) benang bemberd, pengganti sutra di masa depan," katanya.
Dijelaskan Torang bahwa material ini sebenarnya adalah katun, tapi visualnya berkilau layaknya sutra, karena "diambil dari serat terdalam biji kapas," sebutnya. Torang menjelaskan, "Jadi sebenarnya ini limbah (biji kapas), tapi Jepang dengan teknologinya mengolah limbah tadi jadi benang berkualitas tinggi."
Sementara serat benang bermaterial limbah biji kapas diproduksi di Jepang, pemintalan dan pewarnaannya berlangsung di Indonesia. "Diwarnai dengan pewarna alam di Yogyakarta, sementara dipintalnya di salah satu pabrik di Surabaya, diproses jadi benang di sini," sebut Torang.
Beda Benang dari Limbah Biji Kapas dengan Versi Konvensional
President director PT. MilangKori Persada, Fitriani Kuroda, menyebut bahwa pewarnaan benang bermaterial limbah biji kapas ini berasal dari bahan-bahan alami. Di antaranya ada kayu bakau, akasia, secang, nangka, jelawe, dan manjakani. "Semua bisa dieksplorasi, dan ada di sekitar kita, di lingkungan kita," katanya di kesempatan yang sama.
Disebutkan bahwa sumber daya pewarna alami itu "melimpah karena pohonnya terus diregenerasi." Ia menyebut, "Kami tidak menebang pohon. Itu hanya batangnya, kulitnya, akarnya, pohon tua yang sudah ambruk, itulah yang dipakai."
Dibanding serat benang konvensional, material dari limbah biji kapas ini dikatakan "menyerap 10 kali lebih kuat." "Kalau dicelup (ke warna alami), baru dimasukkan, (warnanya) naik sendiri," katanya. "Katun biasa itu bisa empat, lima, atau tujuh kali (baru warnanya keluar), tapi benang ini 2--3 kali sudah kuat banget (warnanya)."
Metode pewarnaan bahan secara alami, kata Fitriani, merupakan salah satu bentuk praktik fesyen berkelanjutan. "Limbah airnya dibuang ke sawah, ke sungai tidak masalah," ia mengklaim. "Paling abunya saja yang harus dibuang (secara khusus)."
Advertisement
Hemat Bahan Baku dan Waktu Pengerjaan
Pewarnaan benang berbahan limbah biji kapas ini disebut menghemat bahan baku dan waktu pengerjaan. "Dikeringkannya juga cepat banget. Dianginkan beberapa jam sudah kering, tidak sampai seharian, " katanya.
Sementara, Torang bercerita bahwa untuk memanfaatkan serat benang dari limbah biji kapas ini, para mitra penenun kain ulos membutuhkan waktu setahun untuk beradaptasi. "Dicoba sebagai lusi, kemudian sempat juga hanya pakan, butuh setahun sampai sekarang bahan itu sudah bisa dengan terampil dimanfaatkan (para penenun)," sebutnya.
Akhirnya setelah banyak percobaan, bahan dari limbah biji kapas itu digunakan sebagai pakan dan motif. Torang berkata, "Karena motif kan terlihat, jadi sangat efektif. Kainnya jadi ringan dan shining," katanya, menambahkan bahwa produksi sekarang masih sematas kain, belum koleksi ready-to-wear.
Saat peresmian pameran di Alun-Alun Indonesia di Jakarta, dalam fashion show-nya, ia menampilan 10 sarung dan selendang. "Kalau di pameran ada ratusan (kain tenun ulos," ujar dia.
Pameran di Bali sampai Tokyo Jepang
Selain kain tenun ulos dari limbah biji kapas, Torang berkata, ada juga kain-kain ulos dari material lain. "Ada yang kami produksi dengan tenun gedok. Ada juga yang pakai ATBM untuk mengejar volume pesanan, karena (pesanan) seminggu sudah lebih dari 100 kain. Di Toba itu sekarang permintaan kain sangat tinggi," ia mengklaim.
Karena itu, pihaknya kini telah memberdayakan ratusan perajin yang berpusat di Silaen, Kabupaten Toba. Seperti yang diperlihatkahn di pameran di Jakarta, ke Jepang, mereka akan membawa kain tenun ulos berwarna natural. "Lebih ke (warna) peach dan pastel," katanya.
Di sana, mereka akan memperlihatkan bagaimana berbusana ketimuran dengan memakai kain tenun ulos. "20-an looks di Jepang. Tapi, Bali akan lebih meriah, 20 model dengan 40 looks," ia menyebut, menambahkan bahwa Apurva Kempinski Bali akan jadi venue pameran di Pulau Dewata.
Sementara pameran di momen peresmian gedung baru KBRI Indonesia di Tokyo bisa jadi jembatan meraih pembeli internasional, Torang menyebut bahwa pasar Indonesia sangat besar. Sejak dulu, ia mengaku lebih fokus pada pasar dalam negeri yang disebutnya sebagai "lahan empuk untuk kami para perajin."
Advertisement