Sambut Hari Anak Nasional dengan Disiplin Positif, Mendidik Tanpa Mencaci dan Memukul

Hari Anak Nasional semestinya juga menjadi momentum bagi para orangtua untuk mengasuh dan mendidik dengan lebih baik, meninggalkan kekerasan tanpa mengabaikan ketegasan.

oleh Farel Gerald diperbarui 22 Jul 2023, 02:02 WIB
Diterbitkan 22 Jul 2023, 02:02 WIB
Anak semangat sekolah/Pixabay White77
Ilustrasi anak-anak/Pixabay White77

Liputan6.com, Jakarta - Hari Anak Nasional yang jatuh pada hari ini, Sabtu, 22 Juli 2023, tidak hanya untuk merayakan para anak, tetapi juga momentum untuk orangtua membenahi cara pengasuhan. Dengan tanggung jawab yang besar, orangtua diwajibkan bisa mendidik anak-anak dengan tetap membangun hubungan yang baik dengan mereka. Salah satu teknik yang bisa diterapkan adalah dengan disiplin positif.

Tetapi apa sebenarnya disiplin positif dan metode sederhana apa yang dapat kita terapkan dalam mendidik anak? Disiplin positif merupakan pendekatan dalam pengasuhan yang memperkuat perilaku yang baik dan mengajarkan disiplin tanpa menggunakan hukuman fisik atau kata-kata yang merendahkan.

Dilansir dari AsiaOne pada Minggu, 16 Juli 2023, disiplin positif adalah sebuah program yang dikembangkan oleh Dr. Jane Nelsen, berdasarkan karya Rudolf Dreikurs dan Alfred Adler. Program ini membantu orangtua dan pengasuh dalam membesarkan anak-anak yang bisa menghormati orang lain, bertanggung jawab, dan menjadi anggota masyarakat yang berakal.

Berikut adalah lima prinsip disiplin positif Dr. Nelsen yang dapat diterapkan pada balita dan anak-anak:

1. Bersikap baik dan tegas pada saat yang sama.

2. Membangun hubungan dengan anak-anak untuk membantu mereka mempunyai rasa saling memiliki.

3. Metode yang rektif dalam jangka panjang, berbeda dengan hukuman yang hanya berdampak sementara.

4. Mengajarkan keterampilan sosial dan kehidupan yang membangun karakter yang baik.

5. Mengembangkan kemampuan anak dengan memberikan dukungan dan dorongan.

Metode disiplin positif ini melibatkan alat dan konsep yang mencakup rasa saling menghormati, komunikasi, mencari solusi bersama sebagai alternatif dari penggunaan hukuman, serta memberikan dorongan dan dukungan daripada sekadar memberikan pujian.

Perbedaan Menghukum dengan Mendisiplinkan

Membangun Komunikasi yang Baik dengan Anak
Ilustrasi Orangtua dan Anak Remaja Credit: pexels.com/pixabay

Hukuman dan disiplin seringkali digunakan secara bergantian, tetapi keduanya memiliki arti yang sangat berbeda. Hukuman merujuk pada tindakan penalti yang diberikan kepada seseorang sebagai konsekuensi dari kesalahan, sedangkan disiplin mengacu pada proses pengajaran seseorang untuk berperilaku dengan cara tertentu.

Penggunaan teknik disiplin yang melibatkan hukuman atau penghinaan bisa berdampak serius jangka panjang pada perkembangan dan kesejahteraan anak, dan dapat mengakibatkan hal-hal berikut ini:

1. Kerusakan harga diri: Disiplin yang melibatkan hukuman atau penghinaan dapat merusak harga diri dan rasa harga diri anak dalam jangka panjang.

2. Kesulitan dalam pengaturan emosi: Anak-anak yang sering menjadi sasaran hukuman atau disiplin yang melibatkan penghinaan mungkin mengalami kesulitan dalam mengatur emosi di masa dewasa.

3. Keterampilan pemecahan masalah yang buruk: Disiplin yang melibatkan hukuman atau penghinaan dapat menghambat perkembangan keterampilan pemecahan masalah yang efektif pada anak, karena mereka cenderung fokus pada menghindari hukuman daripada mencari solusi.

4. Hubungan yang tegang: Anak-anak yang mengalami hukuman atau disiplin yang melibatkan penghinaan mungkin menghadapi kesulitan dalam membangun dan menjaga hubungan positif dengan orang lain, termasuk anak mereka sendiri di masa depan.

5. Masalah kesehatan mental: Penelitian telah menunjukkan hubungan antara hukuman atau disiplin yang melibatkan penghinaan dengan peningkatan risiko masalah kesehatan mental seperti kecemasan, depresi, dan agresi pada masa dewasa.

Dengan demikian, penting untuk menggunakan pendekatan disiplin positif yang mengedepankan pengajaran dan pemahaman, serta membangun hubungan yang positif dengan anak-anak, untuk mendukung perkembangan mereka dengan baik dan mempromosikan kesejahteraan mental mereka.

Fokus pada Pendekatan Intim

Berkata Jujur dan Menepati Janji
Ilustrasi Orangtua dan Anak Credit: pexels.com/pixabay

Disiplin positif adalah pendekatan disiplin yang berfokus pada mengajar dan membimbing anak-anak melalui komunikasi yang jelas dan pengalihan perilaku yang tidak diinginkan, bukan melalui hukuman atau penghinaan. Pendekatan ini mendorong anak-anak untuk belajar dari kesalahan mereka dan membuat pilihan yang lebih baik di masa depan.

Disiplin positif juga membantu membangun hubungan yang kuat antara orang tua atau pengasuh dengan anak-anak, dengan menumbuhkan rasa saling menghormati, kepercayaan, dan komunikasi yang terbuka. Penerapan disiplin positif dalam mengoreksi anak di rumah bisa terasa lebih mudah diucapkan daripada dilakukan.

Namun, kita dapat mengambil langkah-langkah kecil untuk mengadopsi pandangan yang lebih positif dalam membina hubungan dengan anak kita. Berikut ini adalah beberapa contoh tindakan disiplin positif yang dapat kita terapkan di rumah untuk memperbaiki hubungan dengan anak kita:

1. Memahami kebutuhan anak: Ini berarti melibatkan diri secara aktif dalam memahami kebutuhan emosional, fisik, dan perkembangan anak. Memperhatikan dan merespons kebutuhan mereka dengan empati dan pengertian.

2. Fokus pada perilaku anak: Menggunakan pendekatan yang berpusat pada anak untuk membantu mereka mengerti dan belajar dari tindakan mereka. Menerapkan konsekuensi yang terkait dengan perilaku dan memberikan umpan balik positif ketika mereka menunjukkan perilaku yang diinginkan.

3. Menjadi contoh yang baik: Menjadi model peran yang baik bagi anak-anak dengan menunjukkan perilaku yang diinginkan, seperti mengelola emosi dengan baik, mempraktikkan kerja sama, dan menunjukkan sikap hormat kepada orang lain.

4. Hindari Membanding-Bandingkan

Ilustrasi Keluarga
Simak beberapa sifat orang tua yang dapat diturunkan ke anaknya. (unsplash.com/Jimmy Dean)

Menghindari membandingkan anak dengan anak lain atau saudara kandung, karena hal ini dapat merusak harga diri anak dan mempengaruhi persepsi mereka tentang kemampuan dan nilai diri mereka sendiri.

5. Mengembangkan kemampuan emosional: Membantu anak mengenali dan mengelola emosi mereka dengan memberikan dukungan dan strategi yang sesuai, seperti mengajarkan mereka cara mengomunikasikan perasaan dan memecahkan masalah secara efektif.

6. Hindari julukan atau label: Menghindari memberikan julukan atau label yang dapat menghakimi atau merendahkan anak. Fokuslah pada memberikan umpan balik positif dan konstruktif yang memperhatikan perilaku dan pencapaian mereka.

7. Memelihara harga diri dan perasaan anak: Mendukung dan membangun harga diri anak dengan memberikan pujian yang spesifik dan jujur, mengakui usaha dan prestasi mereka, dan memperlakukan mereka dengan rasa hormat dan penghargaan.

8. Menetapkan batasan yang masuk akal: Menetapkan aturan dan batasan yang jelas dan masuk akal, dengan menjelaskan alasan di balik aturan tersebut. Juga penting untuk memberikan pemahaman tentang konsekuensi dari melanggar aturan tersebut.

9. Menunjukkan ketegasan: Menunjukkan konsistensi dan ketegasan dalam menjalankan aturan, tanpa menggunakan hukuman fisik atau mempermalukan anak. Memberikan penjelasan yang jelas dan konsekuensi yang proporsional ketika aturan dilanggar.

10. Mendorong anak untuk berani: Mendorong anak untuk mengambil risiko sehat, mencoba hal-hal baru, dan membangun kepercayaan diri mereka. Memberikan dukungan dan dorongan positif dalam mengatasi ketakutan dan mengembangkan keterampilan baru.

Infografis Peranan Penting Orang Tua dalam Pengasuhan Anak (Parenting)
Infografis peranan penting orang tua dalam pengasuhan anak (parenting) Source: Kementerian Sosial Reublik Indonesia
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya