35 TPA Terbakar Sepanjang 2023, KLHK Usul TPA Dijadikan Objek Vital

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) masih menjadi solusi akhir pengelolaan sampah di Indonesia. Padahal, mayoritas TPA mengalami kelebihan kapasitas sebagai akumulasi dari peliknya permasalahan sampah.

oleh Dyah Ayu Pamela diperbarui 29 Des 2023, 20:00 WIB
Diterbitkan 29 Des 2023, 20:00 WIB
TPA Cipayung, Kota Depok
Sejumlah excavator sedang merapikan sampah yang memiliki ketinggian sekitar 23 meter di TPA Cipayung, Kota Depok. (Liputan6.com/Dicky Agung Prihanto)

Liputan6.com, Jakarta - Saat ini Tempat Pembuangan Akhir (TPA) masih menjadi solusi pengelolaan sampah di Indonesia. Salah satu masalah di TPA adalah over capacity atau kelebihan kapasitas sebagai akibat dari akumulasi peliknya permasalahan sampah di Indonesia.

Masalah kapasitas dan kebakaran TPA menjadi masalah serius pengolahan sampah dan limbah B3 yang dilakukan terintegrasi dari hulu ke hilir. Sampah juga jadi permasalahan serius lantaran kesadaran dan pengetahuan masyarakat yang belum merata mengenai pilah sampah.

"Biasanya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) hanya mengurusi kebakaran hutan dan lahan saja, namun dengan musim panas yang luar biasa ada 35 TPA se-Indonesia yang terbakar," ungkap Direktur Jendral Pengolahan Sampah, Limbah dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rosa Vivien Ratnawati, saat Refleksi KLHK 2023 yang digelar hybrid, Kamis, 28 Desember 2023.

Kebakaran yang paling besar terjadi di TPA Sarimukti di Bandung, TPA Suwung di Bali, dan TPA Rawakucing di kota Tangetang. TPA Rawakucing termasuk rawan karena berada di dekat landasan Bandara Soekarno Hatta, sehingga mengganggu lalu lintas penerbangan. Untuk itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya merekomendasikan agar TPA menjadi bagian dari pengamanan objek vital

"TPA apakah keseluruhan atau selektif dengan situasi yang ada, perlu dipertimbangkan, dan bapak presiden juga sudah setuju untuk menjadi Pam Obvit, jadi pengamanan objek vital," ujar Siti.

Menurut Siti, ketika TPA sudah terbakar, akan timbul gas-gas beracun yang berbahaya bagi manusia. "TPA terbakar, racunnya ampun-ampun. Untung saja bisa ditangani," ujarnya.

 

Mencegah TPA Tidak Terbakar

TPA Cipayung, Kota Depok
Sejumlah excavator sedang merapikan sampah yang memiliki ketinggian sekitar 23 meter di TPA Cipayung, Kota Depok. (Liputan6.com/Dicky Agung Prihanto)

Rosa mengatakan KLHK telah menyusun rencana agar Indonesia bisa mencapai target Zero Waste Emission pada 2060. Pada 2025, mereka akan mulai melakukan landfill mining yang artinya sampah-sampah di TPA akan ditambang dan akan dijadikan bahan bakar seperti briket sampah dan sebagainya. 

Kemudian pada 2030, KLHK sepakat bersama Kementerian PUPR untuk tidak menambah landfill baru. "Jadi, sekarang masih ada membangun landfill-landfill tapi ketika 2030 tidak akan ada landfill baru," jelasnya.

Pada 2030, pemerintah berencana melarang pembakaran sampah karena mereka menargetkan zero open burning. Pemerintah akan menyosialisasinya melalui UPT di daerah-daerah. Mayoritas industri kertas sudah harus menggunakan kertas daur ulang dalam negeri dan peningkatan pengelolaan sampah sehingga sampah tidak dibuang ke TPA.

Industri dalam negeri juga diharapkan memakai kertas dan plastik daur ulang dalam negeri, tidak mengimpor lagi. Diketahui, sampai Mei 2023, sudah ada 209 kewirausahaan sosial di bidang pengolahan sampah. Terdapat 237 bank sampah induk dan 16.744 bank sampah unit. 

Data penginputan yang dilakukan oleh 137 kabupaten/kota se-Indonesia pada 2024 menunjukkan, terjadi timbulan sampah sebanyak 14,2 ton per tahun dengan pengurangan sampah yang baru bisa dilakukan 16,27 persen. KLHK juga menyampaikan baru 68,01 persen sampah yang terkelola, sedangkan sampah tidak terkelola mencapai 31,99 persen. Padahal, nilai sirkular ekonomi dari limbah mencapai Rp90 triliunan.

Potensi Ekonomi Pengolahan Sampah

Sampah meluber ke jalan di TPSS Pancoran Mas Depok
Penumpukan sampah imbas dari terlambatnya truk pembuangan sampah yang juga terhambat dalam pembuangan sampah di TPA Cipayung. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Pemerintah telah menelurkan program PSEL yang merupakan proyek strategis nasional sesuai sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) No. 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan. Fasilitas tersebut telah terbangun di kota Surabaya dan Surakarta.

Pemerintah juga telah membangun fasilitas pengolahan sampah RDF yang bisa mengelola 3,6 juta ton sampah per tahun. Sampah sebenarnya memiliki potensi ekonomi jika dikelola dengan baik. Sampah bisa dikelola jadi kompos, pakan ternak, dan bahkan potensi dari metode RDF mencapai Rp29,9 miliar. Lalu, potensi untuk bahan baku industri daur ulang sebesar Rp4,4 triliun. 

Sementara dari sektor limbah B3, mengutip data Siraja 2023, jumlahnya hampir 60 juta ton yang tersebar di hampir seluruh provinsi. Lebih dari 48 juta limbah B3 tersebut dikelola lanjutan, di antaranya 6,7 juta ton sebagai pengganti material dan lebih dari 336 juta ton sebagai energi alternatif. Disebutkan bahwa pengolahan sampah dan limbah B3 juga berkontribusi pada pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK). 

Mengurangi Dampak Perubahan Iklim

Ilustrasi Penanggulangan Perubahan Iklim
Ilustrasi Penanggulangan Perubahan Iklim (Markus Spiske/Unsplash).

Di kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Laksmi Dhewanthi menerangkan komitmen serta  upaya yang digencarkan Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Ia menyebut bahwa 2023 menjadi salah satu tahun yang paling menantang dalam konteks pengendalian perubahan iklim.

"Khususnya di tahun ini, di bulan Juli, kita mengalami hari terpanas sejak 1940," kata Laksmi dalam "Refleksi Akhir Tahun 2023 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan" yang digelar secara hybrid, Kamis, 28 Desember 2023.

Ia mengungkapkan terdapat 11 provinsi di 2023 yang rawan kebakaran hutan dan lahan (karhutla), khususnya di daerah Sumatera Selatan, Kalimatan Tengah, dan Kalimantan Selatan. Akhir 2022 lalu, pihaknya juga mendeteksi ada musim kemarau yang panjang di 2023.

"Jadi kita sudah lakukan teknologi modifikasi cuaca atau hujan buatan dengan durasi (Riau 62 hari, Jambi 28 hari, Sumsel 66 hari, Kalbar 37 hari, Kalteng 34 hari, Kalsel 34 hari, total hari 266, NaCl 42,48 ton)," tambahnya.

Upaya lain yang dilakukan yakni dengan patroli di 264 desa, bekerja sama dengan ragam pihak, termasuk Masyarakat Peduli Api. "Intinya adalah kita menjaga agar risiko kebakaran lahan dan hutan yang merupakan kontributor terbesar dari emisi gas rumah kaca di Indonesia bisa dikendalikan," kata Laksmi.

Pihaknya pun mencoba membandingkan karhutla di 2019 dan 2023. "Karena kondisi pengaruh El Nino relatif hampir sama, 2023 lebih kering dibanding 2019, tapi Alhamdulillah kita bisa menekan kebakaran hutan dan lahan jauh lebih kecil dibanding 2019," tegasnya.

Infografis Bencana-Bencana Akibat Perubahan Iklim
Infografis Bencana-Bencana Akibat Perubahan Iklim. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya