Liputan6.com, Jakarta - Makin banyak restoran ala Indonesia yang buka di luar negeri. Mewakili cita rasa kuliner Tanah Air, restoran tersebut menjadi pelepas kangen warga Indonesia yang tinggal di negeri orang.
Salah satunya warteg Jawa yang ada di Tokyo Jepang, Ajeng Kamaratih lewat konten TikTok pribadinya mencoba mengungkap seperti apa warteg tersebut. "Yuk ke Warteg Jawa di Tokyo," ajak Ajeng melalui konten yang diunggah di akun @ajeng.kamaratih_ pada Jumat, 10 Mei 2024.
Baca Juga
Warteg tersebut menurutnya tidak sengaja ia temukan saat sedang berjalan-jalan di kawasan Shinjuku, Tokyo. Ia terkaget-kaget karena isinya lengkap, bahkan lokasinya sudah tertandai di Gmaps dengan nama Wargeg Monggo Moro.
Advertisement
Lokasinya juga mudah dicari karena berada di jalan besar Shinjuku. Ia sendiri merasa senang saat menemukan tempat tersebut, menurutnya bisa jadi pelepas kangen jika sedang ingin makan masakan rumahan ala Indonesia.
Ajeng memberi tahu, bahwa warteg tersebut sudah ada sejak 2019 di kawasan sibuk Shinjuku, Tokyo, Jepang. Mengulas lebih lanjut, dalam bahasa Jawa nama monggo moro bisa diartikan sebagai "silahkan mampir".
Dari luar sudah terlihat bahwa tempat ini khas dari Indonesia. Nuansa bendera merah dan putih pada banner tulisan restoran, memberi identitas bagi orang asing yang hendak masuk.
Pun ketika masih di luar, sudah terpampang foto-foto menunya. Tak lupa ada kerupuk yang digantung khas kalau sedang berada di warteg, seperti halnya di Indonesia.Â
Â
Ada Toko Kelontong Juga
"Karena ramai pengunjung, antrenya harus tulis nama dulu ya," ungkap Ajeng, sambil menambahkan jika sudah ada kuota tempat duduk yang kosong, pelanggan baru akan dipanggil.
Ketika melihat-lihat ke dalam, penataan warteg tersebut tampak sangat tidak asing dengan suasananya mirip di Indonesia. Bukan hanya warteg, akhirnya tempat ini juga jadi toko serba ada dan mirip toko kelontong.Â
Instalasi warteg dengan etalase kaca dan piring-piring tersusun rapi, di atasnya sudah ada berbagai menu makanan. Untuk harga makanan, Ajeng menyebut rata-rata berkisar antara 1.000-1.500 yen per porsi atau setara Rp100.000-150.00.
Kalau pesan paket makan siang, pengunjung bisa dapat kopi gratis. Uniknya lagi ada banyak pilihan minuman khas Indonesia, seperti wedang jahe dan jamu yang sangat cocok di cuaca dingin.
Di toko kelontongnya pengunjung bisa menemukan bawang goreng kemasan, mi instant yang paling banyak dicari orang Indonesia, sambal. Bisa dibilang hampir semua bahan makanan asli Indonesia ada di warteg tersebut.
"Tetep ada cita rasa Indonesia walau di luar negeri kan?" Tanya Ajeng sambil mengakhiri kontennya.
Advertisement
Tantangan Buka Restoran Indonesia di Luar Negeri
Kekayaan gastronomi Tanah Air telah mantap mendunia. Hal ini diwujudkan lewat kehadiran deretan restoran Indonesia di luar negeri dan bisnis kuliner itu dijalankan oleh diaspora Indonesia.
Garam Merica Melbourne adalah salah satunya. Restoran Indonesia yang berlokasi di 71 Queens Road, Melbourne, Victoria, Australia ini, dibangun pasangan suami istri, Adrian dan Corina pada 2006 lalu.
"Diawali karena keinginan saya, Corina, dan suami saya, Adrian, untuk membuka restoran Indonesia di Melbourne. Berawal dari hobi saya masak, mengundang teman-teman makan di rumah, dan menyediakan makanan buat organisasi-organisasi di Melbourne saat itu," kata Corina kepada Tim Lifestyle Liputan6.com, Jumat, 19 Januari 2024.
Pasangan ini melihat peluang untuk memperkenalkan makanan Indonesia di Melbourne. "Dalam arti, supaya makanan Indonesia di Melbourne bisa lebih dikenal orang, mereka dapat menikmati cita rasa masakan Indonesia, dan bagi orang-orang Indonesia yang ada di sini misal mereka rindu, mereka bisa makan di tempat kita," tambah Corina.
Bersaing dengan Restoran Lainnya
Restoran Garam Merica Melbourne sendiri menyajikan sajian dengan konsep nasi bungkus Warung Tegal atau warteg. Hal ini tidak lepas kaitannya dengan sosok Corina.
"Saya berasal dan tumbuh dari Tegal, Jawa Tengah. Jadi, di Tegal itu makanan saya semasa kecil makan nasi bungkus pakai daun pisang. Isinya nasi bogana khas Tegal, nasi campur yang masih dibungkus daun pisang buat sarapan atau lunch," ceritanya.
Sajian itu , dikatakan Corina, telah menjadi tradisi di keluarganya semasa kecil. "Cita rasa dan pernak-pernik di nasi bungkus itu sesuatu yang benar-benar mendarah daging dalam diriku," sambungnya.
Jauh dari rumah membuat pasangan ini rindu dengan sajian tradisional, otentik, serta membawa rasa kangan terobati. "Kalau lagi kangen, apa yang dapat mengobatinya, aku kepikiran ciri khas tradisional yang mencerminkan Indonesia, yaitu nasi dibungkus daun pisang, lauknya bisa dipilih, dan familiar di lidah aku," kata Corina.
Advertisement