Penyakit Kulit Berbahaya Intai Anak-anak Gaza Palestina, Obat dan Air Bersih Tak Tersedia

Kondisi penyakit kulit yang dialami anak-anak Gaza memperburuk kondisi kesehatan mereka. Namun, pengobatan tak bisa efektif diberikan karena kondisi kamp yang kumuh dan minim air bersih

oleh Dinny Mutiah diperbarui 03 Jul 2024, 20:30 WIB
Diterbitkan 03 Jul 2024, 20:30 WIB
Anak-anak Palestina menderita malnutrisi
Dia mengatakan bahwa 1 dari 6 anak di bawah usia dua tahun mengalami malnutrisi akut di Gaza utara. (Bashar TALEB / AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Lebih dari 150 ribu orang di Gaza, Palestina, terjangkit penyakit kulit sejak perang pecah antara Palestina dan Israel pada 7 Oktober 2024, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Di antara mereka terdapat banyak anak yang menderita.

Mengutip Al Jazeera, Rabu (3/7/2024), salah satunya adalah putra Wafaa Elwan yang berusia lima tahun. Dia tak bisa tidur nyenyak sepanjang malam di tenda kumuh tempatnya berlindung akibat perang.

"Anakku tidak bisa tidur sepanjang malam karena dia tidak bisa berhenti menggaruk tubuhnya," kata Elwan.

Anak lelakinya memiliki bercak putih dan merah di kaki dan lebih banyak lagi di balik kausnya. Sejak menjadi pengungsi, gangguan kesehatan jadi sesuatu yang tak bisa dihindari, termasuk penyakit kulit.

"Kami tidur di tanah, di pasir tempat cacing keluar dari bawah kami," ucapnya.

Elwan dan keluarganya menjadi salah satu dari ribuan orang yang tinggal di petak berpasir tepi laut, dekat Kota Deir al-Balah, Gaza Tengah. Para orangtua biasa menyuruh anak-anak mereka untuk mandi di Laut Mediterania yang berkadar garam tinggi. Namun, laut mereka kini tercemari parah, sementara perang telah menghancurkan fasilitas-fasilitas dasar.

"Laut telah menjadi comberan. Bahkan, mereka membuang sampah dan popok bayi ke laut," keluh Elwan.

"Kami tidak bisa memandikan anak kami seperti dulu. Tidak ada produk kebersihan dan sanitasi untuk kami mencuci dan membersihkan tempat itu. Tidak ada apa-apa," kata dia lagi.

 

Jenis Penyakit Kulit yang Diderita Anak-anak Gaza

Potret Kondisi Pengungsi Palestina di Kota Rafah
Para wanita dan anak-anak mengantre untuk mendapatkan air di Rafah, wilayah selatan Jalur Gaza pada 9 Februari 2024. (Mohammed ABED/AFP)

WHO melaporkan 96.417 kasus kudis dan kutu terjadi sejak dimulainya perang di Gaza, 9.274 kasus cacar air, 60.130 kasus ruam kulit, dan 10.038 kasus impetigo. Kudis dan cacar air tersebar luas di wilayah pesisir Palestina, menurut Sami Hamid, seorang apoteker yang menjalankan klinik darurat di kamp Deir al-Balah.

Dua anak laki-laki di klinik tersebut menunjukkan lusinan lepuh dan koreng khas akibat cacar air yang tersebar di tangan, kaki, punggung, dan perut mereka. Karena kekurangan obat-obatan, Hamid yang juga seorang pengungsi hanya bisa mengoleskan losion kalamin pada kulit anak laki-laki tersebut untuk meredakan rasa gatal.

"Kulit anak-anak menderita karena cuaca panas dan kurangnya air bersih," katanya.

Mohammed Abu Mughaiseeb, koordinator medis untuk Doctors Without Borders (MSF) di Gaza, mengatakan kepada AFP bahwa anak-anak rentan teinfeksi penyakit kulit karena mereka masih anak-anak. "Mereka bermain di luar, menyentuh apa saja, makan apa pun tanpa mencucinya," ucapnya. 

Malnutrisi Perparah Kondisi Anak-Anak Gaza

Anak Gaza Utara ingin mati saja karena sudah lama kelaparan
Anak Gaza Utara ingin mati saja karena sudah lama kelaparan. (dok. @hema.alkhalili/Instagram/https://www.instagram.com/reel/C6t4laiNuuW/?igsh=MWNsNTlxZmFmZXI0/Putri Astrian Surahman)

Abu Mughaiseeb mengatakan cuaca panas meningkatkan keringat dan penumpukan kotoran yang menyebabkan ruam dan alergi, yang jika digaruk dapat menyebabkan infeksi. "Masyarakat tidak lagi tinggal di rumah, tidak ada kebersihan yang layak," katanya.

Dokter MSF khawatir akan munculnya kondisi kulit lain seperti leishmaniasis, yang bisa berakibat fatal dalam bentuk paling mematikan. Mengutip laman WHO, leishmaniasis disebabkan oleh parasit protozoa yang ditularkan melalui gigitan lalat pasir phlebotomine betina yang terinfeksi.

Dia mengatakan anak-anak Gaza sudah sangat rentan terhadap penyakit karena sistem kekebalan tubuh mereka terganggu akibat kekurangan gizi. Maka itu, risiko terinfeksi penyakit kulit juga meningkat.

Berdasarkan kunjungan timnya ke sekolah darurat di kamp pengungsian, Hamid mengungkapkan24 dari 150 siswa menderita kudis. "Beberapa dari mereka mengalami infeksi kulit, dan sayangnya infeksi ini menyebar di antara mereka," kata Ola al-Qula, seorang guru di salah satu sekolah tenda darurat, kepada AFP.

Penyakit-penyakit lain juga merajalela di kamp-kamp pengungsi akibat buruknya kondisi kebersihan. "Toilet di sini masih primitif, mengalir ke saluran-saluran di antara tenda, yang pada akhirnya berkontribusi terhadap penyebaran epidemi," kata Hamid.

Lebih dari 50 Ribu Anak Gaza Malnutrisi

Potret Anak-anak Pengungsi Palestina Antre Pembagian Makanan di Kamp Jabaliya Jalur Gaza
Pengungsi Palestina mengantre untuk mendapatkan makanan gratis di kamp pengungsi Jabaliya di Jalur Gaza pada Senin, 18 Maret 2024. (AP Photo/Mahmoud Essa)

Dalam sebuah pernyataan pada Sabtu, 15 Juni 2024, Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) melaporkan bahwa lebih dari 50 ribu anak di Gaza sangat membutuhkan pengobatan karena kekurangan gizi akut. UNRWA mengatakan dengan terus berlanjutnya pembatasan akses kemanusiaan, masyarakat di Gaza terus menghadapi tingkat kelaparan yang sangat parah.

"Tim UNRWA bekerja tanpa kenal lelah menjangkau keluarga-keluarga dengan bantuan, tapi situasinya sangat buruk," kata badan tersebut, dilansir dari TRT World, Selasa, 18 Juni 2024.

Hampir 37.300 warga Palestina terbunuh di Gaza oleh pasukan Israel sejak Oktober tahun lalu. Sebagian besar dari mereka adalah perempuan dan anak-anak, dan hampir 85.200 lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan setempat. Lebih dari delapan bulan setelah serangan Israel, sebagian besar wilayah Gaza hancur akibat blokade makanan, air bersih, dan obat-obatan yang melumpuhkan.

Bulan sebelumnya dilaporkan bahwa persediaan bantuan makanan yang menunggu untuk masuk ke Gaza dari Mesir membusuk karena perbatasan Rafah telah ditutup sejak awal Mei 2024. Kondisi ini membuat orang-orang di wilayah kantong Palestina menghadapi krisis kelaparan yang semakin parah.

Infografis Tragedi Kemanusiaan 3.000 Lebih Anak Meninggal di Gaza. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Tragedi Kemanusiaan 3.000 Lebih Anak Meninggal di Gaza. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya