Liputan6.com, Jakarta - Lukisan di dalam gua yang menampilkan sosok manusia dan babi hutan disebut sebagai seni naratif tertua di dunia. Lukisan itu berasal dari dalam gua batu kapur Leang Karampuang di wilayah Maros Pangkep, Sulawesi Selatan.
Mengutip CNN, Jumat (5/7/2024), di atas tebing batu bercelah sempit dan di ujung jalan berkelok-kelok, terdapat sebuah lukisan gua yang menurut para arkeolog adalah contoh penceritaan tertua di dunia dalam sejarah seni.
Baca Juga
Lukisan yang dibuat dengan pigmen merah itu setidaknya berusia 51.200 tahun, merujuk sebuah penelitian yang diterbitkan di jurnal ilmiah Nature, Rabu, 3 Juli 2024. Ini merupakan seni prasejarah terbaru yang dapat ditemukan di gua batu kapur di kawasan tersebut.
Advertisement
Studi yang sama menggambarkan adegan sebagian manusia dan hewan berburu babi dan kerbau kerdil, yang pertama kali dideskripsikan pada 2019, dan menentukan bahwa usianya setidaknya 48 ribu tahun. Lukisan tiga ekor babi di dinding gua yang dilaporkan beberapa peneliti yang sama pada 2021 merupakan lukisan hewan tertua di dunia, berusia 45.500 tahun.
Lukisan-lukisan tersebut lebih tua dari seni gua terkenal di Eropa, seperti Lascaux di Perancis. Meski lebih muda dari beberapa seni abstrak geometris yang ditemukan di Afrika Selatan, ini adalah adegan naratif tertua, menurut penulis studi tersebut.
"Kita, sebagai manusia, mendefinisikan diri kita sebagai spesies yang bercerita, dan ini adalah bukti tertua kita melakukan hal itu," kata penulis studi Maxime Aubert, seorang profesor di Pusat Penelitian Sosial dan Budaya Griffith Universitas Griffith di Australia.
Arkeolog Terkejut dengan Usia Lukisan
"Pelukis menyampaikan lebih banyak informasi tentang gambar daripada sekadar gambar statis individual. Mereka memberi tahu kami bagaimana memandang mereka dalam pergaulan sehari-hari," katanya.
Adam Brumm, salah satu penulis dan profesor arkeologi di Universitas Griffith Australia, mengatakan bahwa ia terkejut dengan usia seni tersebut. "Karya seni naratif ini tampaknya sangat penting bagi masyarakat awal di Sulawesi," ujarnya.
Penemuan seni gua ini menantang keyakinan lama bahwa ekspresi artistik dan lompatan kognitif yang memicu imajinasi manusia dimulai di Eropa. Dengan demikian, lukisan gua di Indonesia memberi pencerahan baru tentang sejarah awal umat manusia.
Menentukan usia seni gua sering kali sulit bagi para arkeolog. Apalagi, jika karya tersebut dibuat dengan pigmen mineral, seperti oker atau mangan, daripada bahan biologis seperti karbon.
Namun di gua batu kapur, para arkeolog dapat menggunakan peluruhan radioaktif. Identifikasi usia dilakukan melalui unsur-unsur, seperti uranium di dalam kerak kalsium karbonat yang terbentuk secara alami di beberapa bagian karya seni.
Advertisement
Cara Menghitung Usia Lukisan
Renaud Joannes-Boyau, pakar arkeogeokimia di Southern Cross University, mengatakan metode lama untuk menentukan usia seni gua melibatkan ekstraksi sampel batu dan menghancurkannya. Lapisan itu kemudian digabungkan dan diuji untuk menentukan usia minimal sebuah karya seni kuno.
Namun untuk penelitian ini, dia mengatakan tim menggunakan sinar laser yang sangat tipis, berukuran sekitar setengah ukuran rambut manusia. Ini untuk memetakan masing-masing lapisan kalsium karbonat dan menentukan, dengan akurasi diklaim jauh lebih tinggi, usia lapisan pertama.
Teknik baru, yang dikembangkan Joannes-Boyau dan Aubert, tidak terlalu invasif dan memungkinkan peneliti menghitung usia sebuah karya seni dari sampel penampang. Ia memperkirakan teknik ini akan "merevolusi penanggalan seni cadas di seluruh dunia."
"Ini adalah kemajuan besar karena kita bisa lebih dekat dengan lapisan pigmen sehingga usia minimal bisa bertambah tua, namun kita juga bisa menghindari potensi masalah yang dapat memengaruhi penghitungan usia, seperti kemungkinan area di mana uranium bisa terlarut dari sampel," katanya.
April Nowell, seorang arkeolog Paleolitik di Universitas Victoria di Kanada, mengatakan bahwa dia setuju pemandangan yang dilukis memiliki kualitas naratif. Itu bisa jadi representasi visual dari cerita lisan yang hilang seiring waktu.
"Menurut saya, penceritaan kisah sudah sangat kuno dan meski kita tidak lagi memiliki cerita lisan, kita memiliki padanan visual atau pelengkap visual dari cerita-cerita ini," kata Nowell, yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut.
Diduga Lukisan dari Migrasi Manusia Pertama
Penanggalan penelitian mengenai seni gua ini cukup kuat, namun merupakan "sebuah lompatan keyakinan" untuk menunjukkan bahwa seni figuratif memiliki cakupan naratif, kata Paul Pettitt, seorang profesor arkeologi di Universitas Durham di Inggris.
"Tidak jelas apakah gambar tersebut hanyalah gambaran terisolasi yang kebetulan berada di dekat gambar lain, dan apakah tombak yang mereka duga merupakan pewarna alami pada batu atau hanya garis yang digambar," katanya.
Pettitt, yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut, mengatakan, budaya visual mungkin sudah umum di antara manusia modern awal di Afrika dan di tempat lain. Tapi, hal itu mungkin dilakukan pada bahan organik dan mudah rusak, seperti kulit pohon yang tidak tahan terhadap kerusakan akibat waktu.
Aubert mengatakan, tim percaya bahwa Picasso prasejarah ini adalah Homo sapiens, spesies kita sendiri, tapi spesies manusia lain mungkin juga membuat karya seni tersebut. Para peneliti telah menemukan ukiran Neanderthal di Perancis.
Juga, tidak jelas mengapa begitu banyak seni gua ditemukan di wilayah Indonesia, kata Aubert, namun ia dan timnya berharap dapat menemukan lebih banyak lagi. Dia mengatakan, temuan tersebut menyiratkan Homo sapiens memiliki budaya bercerita yang kaya, menggunakan representasi pemandangan untuk menceritakan kisah visual tentang hubungan manusia dan hewan.
"Kami menduga bahwa karya seni ini mungkin berasal dari gelombang pertama manusia yang mencapai Australia sekitar 65 ribu tahun lalu dalam migrasi mereka keluar Afrika," katanya.
Advertisement