Liputan6.com, Jakarta - Menjelang perayaan Diwali dan musim dingin, beberapa negara bagian di India mengambil langkah proaktif mengatasi meningkatnya polusi udara. Ini salah satunya dipraktikan dengan melarang kembang api untuk mengurangi penurunan kualitas udara selama periode perayaan.
Melansir Mint, Kamis (31/10/2024), Komite Pengendalian Polusi Delhi (DPCC), kota yang dikenal dengan tingkat kualitas udara yang parah setiap musim dingin, telah memberlakukan larangan total terhadap pembuatan, penyimpanan, penjualan, termasuk secara daring, dan penggunaan petasan hingga 1 Januari 2025.
Advertisement
Baca Juga
Hanya "petasan hijau," yang diklaim tidak terlalu berbahaya, yang akan diizinkan selama jam-jam tertentu, yakni dari pukul 8 malam hingga 10 malam saat Diwali, dengan waktu yang disesuaikan untuk Gurpurab, Natal, dan Malam Tahun Baru. Petasan hijau ini bebas dari bahan kimia beracun, seperti barium dan timbal.
Advertisement
Di Bihar, pihak berwenang menerapkan larangan total terhadap semua jenis kembang api dan petasan, termasuk alternatif ramah lingkungan, di kota-kota besar, seperti Patna, Gaya, Muzaffarpur, dan Hajipur. Maharashtra memberlakukan peraturan serupa, hanya mengizinkan petasan hijau yang menghasilkan sekitar 30 persen lebih sedikit polusi daripada versi tradisional.
Meski demikian, penegakan hukum tetap jadi tantangan karena terdapat penjualan petasan ilegal dari negara bagian dengan peraturan lebih longgar. Demi mengatasi hal ini, pihak berwenang meningkatkan upaya pemantauan. Selain itu, Kepolisian Mumbai telah melarang penggunaan dan penjualan lampion mulai 23 Oktober hingga 24 November 2024.
Petasan Hijau
Di Karnataka, pemerintah negara bagian menganjurkan penduduk hanya menggunakan petasan hijau selama Diwali. Menteri Lingkungan Hidup India telah mengusulkan pembatasan penggunaan kembang api pada jam-jam tertentu antara pukul 8 malam dan 10 malam, meski belum ada larangan resmi yang dikeluarkan.
Berlanjut, Pemerintah Punjab menerapkan peraturan ketat sesuai arahan Mahkamah Agung India. Penggunaan petasan dibatasi pada jam-jam tertentu pada hari-hari raya, seperti Diwali, Gurpurab, Natal, dan Malam Tahun Baru.
Di Haryana, khususnya di Gurugram, berlaku peraturan serupa di Delhi. Petasan hijau diizinkan selama jam-jam tertentu pada Diwali dan Gurpurab, mulai dari pukul 8 malam hingga 10 malam, sehingga perayaan dapat dibatasi sambil tetap mengutamakan kualitas udara.
Kerala telah membatasi penggunaan petasan selama dua jam, yaitu antara pukul 8 malam dan 10 malam saat Diwali, dan dari pukul 11.55 malam hingga 12.30 dini hari pada Natal dan Malam Tahun Baru. Hanya petasan hijau yang akan dijual di negara bagian tersebut.
Advertisement
Pembatasan Petasan
Lebih lanjut, Pemerintah Tamil Nadu telah mengamanatkan bahwa petasan hanya boleh dinyalakan antara pukul 6 pagi hingga 7 pagi dan pukul 7 malam hingga 8 malam. Ketua MK Stalin telah mendesak warga memilih petasan hijau yang rendah polusi dan suara, serta menyelenggarakan pertunjukan petasan di area umum.
Di Benggala Barat, Kepala Menteri Mamata Banerjee telah menetapkan bahwa hanya petasan hijau bersertifikat sesuai arahan NGT yang diizinkan. Kemudian di Kolkata, penduduk dapat menyalakan petasan antara pukul 8 malam dan 10 malam saat Diwali.
"Sejak mereka masih balita, kedua anak perempuan kembar saya sering mengalami pilek dan batuk terus-menerus, yang secara ajaib akan hilang setiap kali kami meninggalkan kota," kata warga Delhi, Bhavreen Kandhari, pada DW. "Pola ini jadi umum di antara banyak anak, yang dengan jelas menunjukkan bahwa kualitas udara adalah biang keladinya."
Setiap tahun, ibu kota India berjuang melawan polusi udara yang mencapai tingkat berbahaya selama Diwali. Penduduk setempat terpaksa membeli pembersih udara dan masker N95 karena kota tersebut diselimuti kabut asap dan indeks kualitas udara (AQI) mencapai tingkat tidak sehat.
Upaya Mengurangi Polusi Udara
Selama bertahun-tahun, banyak upaya telah dilakukan untuk mengurangi polusi udara. Terkait solusi, banyak ahli sepakat bahwa cara terbaik adalah mengatasi polutan dari sumbernya.
"Menara hujan dan kabut asap buatan bukanlah solusi polusi yang sebenarnya, tapi hanya solusi sementara. Solusi polusi yang sebenarnya terletak pada pengurangan beban emisi di sumber utamanya," kata Sunil Dahiya, pendiri Envirocatalysts, kelompok advokasi udara bersih yang berbasis di Delhi.
Ia menyambung, "Semua tindakan, seperti pembatasan penggunaan petasan, pengendalian polusi di lokasi konstruksi, dan pembatasan berkendara di lokasi sensitif akan membantu mengurangi polusi."
Strategi yang disebut Graded Response Action Plan (GRAP) II telah dilaksanakan, yang membatasi penggunaan batu bara, kayu bakar, dan generator diesel. Aktivitas konstruksi pun sudah dibatasi dan masyarakat diminta menggunakan transportasi umum.
Delhi saat ini memiliki dua menara asap, yang berfungsi sebagai pembersih udara berskala besar. Namun, penduduk setempat mempertanyakan efektivitasnya dalam membuat udara lebih layak untuk dihirup.
"Saat ini, sebagian besar dana dialokasikan untuk mitigasi debu, yang hanya menyumbang sekitar seperempat dari total polusi," kata Manoj Kumar, analis di Pusat Penelitian Energi dan Udara Bersih (CREA). "Mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, khususnya batu bara, merupakan langkah penting dalam memerangi polusi udara."
Advertisement