Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator (Menko) Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (IPK) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) pamer konten lari ke tempat kerja usai diskusi publik yang menyarankan pejabat naik transportasi umum jadi perbincangan hangat. "Run To Work 🏃🏃♂️," tulismya singkat di akun X pribadi, Rabu, 5 Januari 2025.
Di rekaman berdurasi satu menit dan 29 detik itu, AHY terlihat mengenakan celana pendek hitam, serta kaus hijau neon bertuliskan "Garuda Finishers" yang serasi dengan sepatunya. Alasa kakinya merupakan Nike Alphafly 3 Men's Road Racing Shoes.
Advertisement
Baca Juga
Melansir situs web merek tersebut, Kamis (6/1/2025), sepatu AHY disebut "disempurnakan untuk kecepatan maraton." "Alphafly 3 membantu Anda melampaui apa yang Anda kira mungkin. Terdapat tiga teknologi inovatif yang mendukung lari Anda," sebut Nike.
Advertisement
"Pertama, unit Air Zoom dosis ganda membantu Anda melangkah ke langkah berikutnya, lalu pelat serat karbon penuh membantu mendorong Anda maju dengan mudah, dan terakhir, sol tengah busa ZoomX dari tumit hingga ujung kaki membantu Anda tetap segar dari awal hingga 26,2."
Sepatu itu, yang stoknya sedang kosong di laman Nike, dibanderol Rp4.089.000. Tidak sedikit warganet yang mengomentari sepatu suami Annisa Pohan ini, karena warnanya yang mencolok. "Wow sepatunya menyala," kata salah satunya, sementara yang lain menyebut, "Daripada ke kantor, mending lari ngejar orang di balik pagar laut, pak."
"Semoga bukan konten sekali ini aja ya abis digodok warga soal patwal pejabat," sindir warganet berbeda. "Salam, pak, ke Pak Bahlil. Ajak lari sekalian buat mantau antrian gas melon. Itu baju bapak udah serasi sama gas, sama-sama ijo," tulis yang lain.
Pejabat Diminta Rutin Naik Transportasi Umum
Bulan lalu, Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mengusulkan pejabat negara rutin menggunakan transportasi publik. Di sisi lain, pengawalan polisi sebaiknya hanya berlaku bagi Presiden dan Wakil Presiden.
Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah MTI Pusat, Djoko Setijowarno, menyoroti banyaknya petugas patroli dan pengawalan (patwal) pejabat negara di jalan raya. Belum lagi, kondisi kemacetan di Jakarta yang jadi tantangan.
"Dalam keseharian dengan hirup pikuk kemacetan di Kota Jakarta, sebaiknya pengawalan dibatasi untuk Presiden dan Wakil Presiden," kata Djoko dalam keterangannya, dikutip kanal Bisnis Liputan6.com, Jumat, 31 Januari 2025.
Dia menyarankan, pejabat negara menggunakan angkutan umum setidaknya satu kali dalam seminggu. Dengan begitu, para pembantu Presiden bisa melihat langsung kondisi masyarakat. "Dengan bercampur dengan masyarakat umum, (pejabat) akan mengetahui kondisi sebenarnya. Diperlukan pejabat yang peka terhadap kehidupan sosial masyarakat," ujarnya.
"Hal yang langka di Indonesia, jika bisa menemukan pejabat yang mau setiap hari menggunakan kendaraan umum ke tempat kerja," imbuh Djoko.
Advertisement
Hak Asasi Setiap Orang
Djoko menyambung, jalan yang dibangun melalui pungutan pajak sudah semestinya berhak dinikmati semua masyarakat, kecuali ada kekhususan bagi kendaraan tertentu seusai Pasal 134 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).
Pengguna jalan yang memperoleh hak utama untuk didahulukan diatur dalam Pasal 134 UU LLAJ, dengan urutan: (a) kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas; (b) ambulans yang mengangkut orang sakit; (c) kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas.
Lalu, (d) kendaraan pimpinan lembaga negara RO; (e) kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara; (f) iring-iringan pengantar jenazah; dan (g) konvoi dan/atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Polri.
"Pada dasarnya menggunakan sarana dan prasarana jalan untuk keperluan berlalu lintas adalah hak asasi setiap orang. Semua orang mempunyai hak yang sama untuk menggunakan jalan untuk berlalu lintas. Tidak ada seorang pun mempunyai hak untuk diutamakan, kecuali didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku," tuturnya.
Soal Pagar Laut
Sementara itu, AHY sebelumnya meminta Kementerian ATR/BPN untuk menginvestigasi penerbitan Hak Guna Bangunan (HGB) di perairan Kabupaten Tangerang, Banten, yang sempat terjadi pemagaran. Hal ini disampaikan dalam diskusi sekaligus peluncuran buku yang digelar Majelis Nasional KAHMI di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Jumat, 31 Januari 2025, lapor kanal News Liputan6.com.
Di waktu berbeda, AHY menegaskan bahwa sertifikat HGB terkait pagar laut di Tangerang, Banten, telah diterbitkan pada 2023, sebelum dirinya menjabat sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN).
"Saya tidak tahu soal itu. HGB tersebut diterbitkan pada 2023, dan saya baru menjabat di tahun 2024. Jadi, ini terjadi sebelum masa jabatan saya," jelas AHY saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu, 22 Januari 2025, lapor Antara.
Menurutnya, terdapat aturan yang memungkinkan evaluasi dan pencabutan sertifikat jika ditemukan adanya cacat hukum. "Kalau ada ketidaksesuaian, baik prosedural maupun material, apalagi kalau ada cacat hukum, sertifikat HGB atau SHM dapat dievaluasi, bahkan dicabut," ujar AHY.
Advertisement