Liputan6.com, Jakarta - Rekaman sosok pria diduga konglomerat Indonesia eks tersangka kasus korupsi Tan Kian tepergok ikut lelang jam tangan mewah di Jenewa, Swiss, tengah menggemparkan dunia maya. Kendati videonya beredar baru-baru ini, acara tersebut sebenarnya berlangsung pada November 2024.
Melansir Hodinkee, Sabtu (8/2/2025), event itu merupakan bagian dari Musim Lelang Musim Dingin 2024. Pada Jumat sore, 8 November 2024, waktu Jenewa, jam tangan F.P. Journe, Tourbillon Souverain à Remontoire d'Egalité, dari tahun 1993 terjual di lelang Phillips seharga enam juta Franc Swiss, atau sekitar Rp107,3 miliar, kendati sebenarnya dibanderol 7.320.000 Franc Swiss, atau sekitar Rp131 miliar.
Advertisement
Baca Juga
Jam tangan F.P. Journe termahal sebelumnya yang terjual di lelang adalah "The Hand," sebuah jam tangan unik yang dibuat untuk Only Watch pada 2021, yang terjual seharga 4,5 Franc Swiss untuk amal. Penjualan jam tangan tahun lalu itu juga mengalahkan rekor jam tangan kontemporer Journe, Grande et Petite Sonnerie, yang terjual di A Collected Man seharga 7,63 juta dolar AS.
Advertisement
Jadi, apa keistimewaan jam tangan mewah yang berhasil dijual dengan harga tertinggi itu? Melansir Robb Report, jam tangan manual-wind 38 mm berbahan platinum dengan gerakan 18 karat ini adalah jam tangan yang meluncurkan karier Journe sebagai pembuat jam tangan independen yang disegani.
Ia dikenal luas sebagai seorang perajin dan insinyur modern yang mengikuti jejak legenda pembuat jam tangan, seperti Abraham-Louis Breguet dan Antide Janvier. Diluncurkan pada 1999 sebagai set souscription berisi 20 buah, jam tangan ini diukir 15/93; ini adalah jam tangan kedua yang pernah dibuat dan yang pertama dijual François-Paul Journe.
Jam Tangan Kedua yang Pernah Dibuat
Faktor menarik lainnya dari jam tangan ini adalah penyempurnaan sistem tourbillon Breguet dengan penambahan remontoire—mekanisme gaya konstan yang menyediakan jumlah energi yang sama terlepas dari tingkat lilitan pegas utama untuk memberi akurasi lebih baik.
Di edisi Musim Gugur 2016 dari F.P. Journ[al], buletin cetak yang dikeluarkan merek tersebut, Journe menjelaskan, "Pada 1991, saya memulai petualangan baru. Saya menyadari (terlambat, saya tahu…) bahwa lebih mudah memakai jam tangan daripada jam saku.
"Maka lahirlah jam tangan tourbillon pertama, dan saya tidak ingin meniru (bagi mereka yang mengenal saya, mereka tahu saya benci meniru, membosankan melakukan hal yang sama berulang-ulang) karya pertama saya, tapi keluar dengan gebrakanlain, kali ini menambahkan Remontoir d’Egalite."
"Saya menganggap ini sebagai pujian (atau setidaknya validasi) bahwa sekarang kita mendengar banyak pembuat jam berbicara tentang Force Constante (mekanisme gaya konstan)," menurut dia. Prototipe asli jam tangan ini masih ada dalam koleksi pribadi si pembuat jam tangan.Â
Advertisement
Fondasi DNA
Jam tangan ini adalah salah satu dari dua kreasi berikutnya dari tahun 1993—yang lainnya diukir 16/93. Keduanya merupakan fondasi DNA perusahaan di masa mendatang: ukuran casing 38 mm, pelat jam emas, dan indikasi offset. Rahasia Journe adalah kemampuan berinovasi, baik dalam desain maupun fungsi, sekaligus terlihat modern dan tradisional.
Sementara itu, Pakar Hukum Universitas Bung Karno (UBK) Hudi Yusuf mendesak aparat penegak hukum, dalam hal ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), memeriksa konglomerat Tan Kian terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU) di sejumlah kasus korupsi, termasuk dugaan rasuah di PT ASABRI.
"Sudah jelas kejahatan Asabri itu terbukti bersalah, sudah divonis hukuman. Nah uang-uang itu dilarikan ke mana? Dibuat properti apa dan itu jelas indikasi pencucian uang (TPPU). Seyogyanya yang diduga menerima aliran uang (Tan Kian) itu diperiksa kembali oleh (aparat penegak hukum) Kejagung," kata Hudi pada Merdeka.com, Jumat, 7Â Februari 2025.
"Kalau dana itu bersih, tidak apa apa. Kalau aliran dana itu kotor, aparat penegak hukum (KPK) harus ambil tindakan. Tidak boleh kasus itu menggantung," desaknya.
Tersandung 3 Kasus Korupsi
Tan Kian merupakan bos properti di berbagai kawasan bisnis mewah di Jakarta, tepatnya di Mega Kuningan dan Sudirman. Ia juga pemilik pusat perbelanjaan papan atas Pasific Place, Hotel JW Marriot, Hotel Ritz Carlton, The Plaza Office Tower, dan 60 vila resort senilai 65 juta dolar AS di Pulau Bintan.
Tan dikenal sebagai sosok yang taat tidak membayar pajak. Namanya sempat jadi sorotan usai menyampaikan keluhan terkait banyaknya pungutan perpajakan terhadap pengadaan dan penjualan barang mewah pada 2016.
Saat itu, Tan menyebut PPh 22 atas impor barang mewah membuat harga jualnya jadi lebih mahal di Indonesia. Terlebih, pengusaha masih harus membayar bea masuk, sedangkan konsumen harus rela menanggung Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Tingginya pungutan pajak, kata Tan kala itu, membuat banyak konsumen kaya di negeri ini memilih lari ke luar negeri untuk berbelanja barang mewah. Tan sendiri terserat sejumlah kasus pidana korupsi di Indonesia, yakni kasus PT Asabri pada 2009, korupsi Jiwasraya tahun 2019, dan kasus Asabri jilid II, yang semuanya melepaskannya.
Advertisement
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)