Liputan6.com, Jakarta: Pemahaman masyarakat Indonesia akan demokrasi masih terbatas. Buktinya, kritik terhadap pemimpin masih dianggap ancaman bagi sebagian masyarakat. Penilaian tersebut dikemukakan Ketua Lembaga Studi Agama dan Filsafat Dawam Rahardjo dalam sebuah simposium berjudul "Kebangkitan Nasional" di Jakarta, baru-baru ini.
Dawam menyarankan, sebaiknya, demokrasi jangan serta merta dipaksakan kepada masyarakat. Bila dipaksakan, kata dia, akan menimbulkan perpecahan. Alasannya, masyarakat Indonesia yang masih menganut budaya paternal belum siap menerima budaya demokrasi. Itu sebabnya, Dawam menyarankan agar proses demokrasi di Tanah Air dikembangkan berbarengan dengan upaya menanamkan budaya demokrasi ke dalam persepsi politik masyarakat.
Bila itu telah dijalankan, tambah Dawam, baru unsur-unsur penghalang demokrasi, seperti figur pemimpin kharismatik dan pengabaian kesenjangan sosial dikikis. Cuma, ia berpesan agar pengikisan unsur-unsur tersebut tak dilakukan secara radikal. Sebaliknya, dilakukan perlahan-lahan alias berproses. (AWD/Alfito Deannova dan Adi Iskarpandi)
Dawam menyarankan, sebaiknya, demokrasi jangan serta merta dipaksakan kepada masyarakat. Bila dipaksakan, kata dia, akan menimbulkan perpecahan. Alasannya, masyarakat Indonesia yang masih menganut budaya paternal belum siap menerima budaya demokrasi. Itu sebabnya, Dawam menyarankan agar proses demokrasi di Tanah Air dikembangkan berbarengan dengan upaya menanamkan budaya demokrasi ke dalam persepsi politik masyarakat.
Bila itu telah dijalankan, tambah Dawam, baru unsur-unsur penghalang demokrasi, seperti figur pemimpin kharismatik dan pengabaian kesenjangan sosial dikikis. Cuma, ia berpesan agar pengikisan unsur-unsur tersebut tak dilakukan secara radikal. Sebaliknya, dilakukan perlahan-lahan alias berproses. (AWD/Alfito Deannova dan Adi Iskarpandi)