Evaluasi 2 Bulan Kinerja Jokowi-JK Terkait Penegakan HAM

Kontras pesimistis pemerintahan Jokowi-JK dapat merealisasikan sejumlah agenda penegakan HAM.

oleh Moch Harun Syah diperbarui 14 Des 2014, 14:53 WIB
Diterbitkan 14 Des 2014, 14:53 WIB
Haris Azhar
Haris Azhar. (Antara Foto)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) pesimistis pemerintahan Jokowi-JK dapat merealisasikan sejumlah agenda penegakan HAM. Koordinator Kontras Haris Azhar mengatakan, dalam perayaan Hari HAM sedunia yang jatuh 10 Desember 2014 masih diwarnai tragedi-tragedi kemanusiaan yang mereduksi agenda akuntabilitas negara.

"Politik pencitraan seharusnya dijadikan energi untuk merebut dukungan publik dan memopuliskan isu-isu HAM pada banyak sektor seperti pembangunan, hukum, politik, dan relasi warga negara," kata Haris Azhar di Cikini, Jakarta, Minggu (14/12/2014).

Dalam catatan akhir tahun, Kontras memotret dimensi pemenuhan akuntabilitas negara lewat 3 indikator utama, mulai dari pertanggungjawaban negara (state responsibility), kemampuan negara menjawab tantangan-tantangan HAM (state answerbility), dan kapasitas negara dalam menegakkan agenda kebijakan, hukum, dan instrumen HAM (state enforceability).

"Sejumlah sektor publik yang harusnya layak mendapat sorotan akuntabilitas berdimensi HAM seperti pembangunan, politik, hukum, etika, maupun bisnis, dan aktivisme masih minim dapat perhatian pemerintah," ucap Haris.

Padahal, sambung dia, dalam kampanye pemilu yang lalu, Jokowi gencar menjanjikan penanganan kasus pelanggaran HAM. Tak tanggung-tanggung, Jokowi pun telah membuat agenda Nawacita yang di dalamnya terdapat penanganan kasus pelanggaran HAM.

"Jokowi muncul dengan agenda Nawacita atau isu-isu HAM. Akan tetapi dalam 2 bulan (menjabat) tidak ada yang disasar," tegas Haris.

Malahan, kata Haris, Jokowi memiliki kecenderungan hanya menangani kasus-kasus pelanggaran HAM yang membuat pemerintahannya nyaman. Dengan kata lain, Jokowi terlihat ogah menyelesaikan permasalahan HAM yang diduga telah melibatkan orang sekeliling dia.

"(Pemerintah Jokowi) bicara masalah hukuman mati tapi tidak bicara masalah Talangsari. Di dua bulan pemerintahan Jokowi banyak indikasi pemerintahannya enggan untuk menyelesaikan pelanggran HAM berat. Ada pilih-pilih dan arahnya mengambil kasus yang minim risiko tapi yang berat dihindari," terang Hariz.

"Munir terkait agen-agen BIN di tingkat tinggi tapi diam. Kalau cuma yang kecil-kecil saja kita nggak butuh selevel presiden. Harusnya presiden bicara yang lebih," tutup Hariz. (Mut)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya