Liputan6.com, Jakarta - Triyanto, ajudan Gubernur non-aktif Riau Annas Maamun mengatakan bahwa bosnya itu menerima duit suap dari pengusaha Gulat Medali Manurung. Triyanto mengatakan, duit itu diterima Annas sesaat sebelum mereka ditangkap tangan oleh Tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal itu dikatakan Triyanto saat dihadirkan sebagai saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta. Dia dimintai keterangannya dalam kasus dugaan suap terkait Pengajuan Revisi Alih Fungsi Hutan di Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau tahun anggaran 2014 ke Kementerian Kehutanan.
Pemberian uang suap itu terjadi pada 24 September 2014 sekitar pukul 18.30 WIB. Saat itu, Annas berada di dalam rumahnya di kawasan Cibubur, Jakarta Timur. Kemudian Gulat datang setelah sebelumnya menelepon Triyanto melalui telepon selulernya. Gulat langsung masuk ke dalam usai membuka pagar rumah.
"Langsung masuk saja. Pak Gulat telepon saya, buka pagar Gulat langsung masuk. Di dalam sudah ada Pak Annas dan Noor Charis Putra, pembantunya," kata Triyanto dalam kesaksiannya dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (22/12/2014).
Triyanto menjelaskan, saat itu Gulat membawa tas warna hitam. Tas hitam itu yang diduga berisi uang suap untuk Annas. Namun Triyanto mengaku tidak mengetahui isi tas tersebut ketika Gulat masuk ke dalam rumah. Dia juga mengaku tak mengetahui aktivitas di dalam rumah antara Annas dan Gulat karena saat itu, ia berada di luar rumah.
"Tidak tahu lagi di dalam. Saya di luar dengan saudara Lili berbincang-bincang," ujar Triyanto.
Gulat di dalam rumah hanya sebentar. Menurut Triyanto, sekitar 15 sampai 20 menit setelahnya Gulat sudah keluar rumah. Di saat bersamaan, Tim KPK datang dengan menggunakan mobil. "Setelah sampai luar Tim KPK datang. Pertama datang 1 mobil. Kemudian 4 mobil. Sekitar 11 atau 12 orang," ucap dia.
Kemudian, tim KPK langsung merangsek masuk ke dalam rumah. Pun dengan Triyanto dan Gulat juga turut dibawa masuk. "Ikut dibawa masuk," kata Triyanto.
Saat di dalam rumah, penyidik KPK menemukan tumpukan uang di atas meja. Uang itu tidak berada di dalam tas. "Ditemukan uang di atas meja Pak Annas. Di luar tas. Iya saya lihat sendiri. Jumlahnya saya tidak tahu," kata Triyanto.
>>Dakwaan Jaksa>>
Dakwaan Jaksa
Dakwaan Jaksa
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) disebutkan Gulat memberi suap kepada Annas Maamun sebesar US$ 166.100. Pemberian suap terkait pemberian izin lahan areal kebun sawit di Kabupaten Kuantan Singingi seluar kurang lebih 1.188 hektar dan di Bagan Sinembah di Kabupaten Rokan Hilir seluar kurang lebih 1.214 hektar.
Jaksa juga mengurai bahwa suap pemberian izin lahan ini berawal ketika Annas menerima kunjungan Menteri Kehutanan 2009-2014, Zulkifli Hasan pada acara Peringatan Hari Ulang Tahun Provinsi Riau pada 9 Agustus 2014 lalu.
Pada kesempatan itu, Zulkifli memberikan Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan seluas kurang lebih 1.638.249 hektare, Perubahan Fungsi Kawasan Hutan seluas kurang lebih 717.543 hektare dan Penunjukan Bukan Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan seluas kurang lebih 11.552 hektare di Provinsi Riau.
Atas dasar itulah, Annas kemudian memerintahkan bawahannya melakukan penelaahan terkait kawasan yang masih masuk dalam kawasan hutan untuk direvisi menjadi bukan kawasan hutan atau Area Penggunaan Lainnya (APL).
Gulat yang mengetahui pengajuan revisi oleh Gubernur Riau ini kemudian meminta Annas memasukkan areal kebun sawit miliknya dan teman-temannya, untuk masuk ke dalam revisi tersebut.
Terkait pengurusan usulan revisi itu, Annas meminta uang Rp 2,9 miliar kepada Gulat. Tapi, Gulat hanya menyiapkan US$ 166.000. Uang sejumlah itu merupakan milik rekannya yang bernama Edison Marudut Marsadauli sebesar US$ 125.000 dan sisanya milik Gulat.
Uang sebanyak itu kemudian diberikan Gulat kepada Annas di rumahnya di Perumahan Citra Gran Blok RC 3 Nomor 2 Cibubur, Jawa Barat, pada 24 September 2014. Saat itulah, Tim Satgas KPK menangkap tangan keduanya.
Gulat yang merupakan pengusaha kelapa sawit dan tercatat sebagai dosen di salah satu universitas di Riau itu didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf b subsider Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). (Riz/Mut)
Advertisement