Liputan6.com, Jakarta Majelis Hakim Sarpin Rizaldi memutus menerima sebagian permohonan praperadilan yang diajukan Komisaris Jenderal Pol Budi Gunawan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mengenai hal itu, Sarpin dilaporkan oleh Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi ke Komisi Yudisial (KY) atas dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim.
Atas laporan Sarpin itu, Ketua KY Suparman Marzuki berpendapat, putusan ini menimbulkan keruwetan hukum. "Putusan ini mengguncangkan, sebagaimana saya khawatirkan menimbulkan keruwetan hukum," ucap Suparman usai menerima laporan Koalisi di Gedung KY, Jakarta, Selasa (17/2/2015).
Sarpin dalam amar putusannya menerima sebagian permohonan Budi atas penetapan tersangka oleh KPK. Sarpin juga menyatakan bahwa penetapan tersangka‎ oleh KPK masuk dalam objek praperadilan. Meski dalam Pasal 77 KUHAP, penetapan tersangka tidak masuk dalam objek praperadilan.
Suparman lebih jauh menambahkan, putusan itu juga bertentangan dengan semangat reformasi Mahkamah Agung (MA), di mana MA menginginkan adanya konsistensi putusan. Karena itu, KY sangat menyesalkan aparat pengadilan di bawah MA tidak menjaga konsistensi putusan tersebut.
"Sebab konsistensi ini jadi salah satu elemen untuk menjaga kepastian hukum. Kalau tidak, akan terjadi guncangan," ucap dia.
Bahkan, dengan diterimanya permohonan praperadilan Budi itu juga berpotensi menimbulkan 'banjir' gugatan praperadilan oleh para tersangka lain, baik itu di KPK, Kejaksaan Agung, maupun di Kepolisian. Menurut Suparman, banjir gugatan ‎itu yang disebutnya sebagai dampak berkepanjangan dari keruwetan hukum akibat putusan Sarpin tersebut.
"Inilah keruwetan hukum. Putusan itu berdampak panjang bagi proses penegakan hukum pidana. Karena itu MA tidak boleh diam. MA harus responsif. Jangan lihat kasus ini saja. Tapi kasus lain. Kasus ini sebenarnya kecil yang dibesar-besarkan, sehingga menjadi besar," kata Suparman.
Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi melaporkan Hakim Sarpin Rizaldi ke KY. Sarpin dilaporkan atas dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH).
Koalisi menilai ada sejumlah hal yang menjadi dugaan pelanggaran kode etik oleh Sarpin. Salah satunya Sarpin diduga menabrak peraturan soal praperadilan yang tertuang dalam Pasal 77 KUHAP, bahwa penetapan tersangka ‎tidak termasuk kategori sebagai objek praperadilan.
Sarpin memang bukan nama baru dalam catatan KY. Selama menjadi hakim, Sarpin sudah 8 kali dilaporkan ke KY ‎atas dugaan pelanggaran kode etik hakim. Salah satunya dilaporkan terkait suap. Namun, KY memastikan laporan-laporan itu tidak dilanjutkan karena tidak ditemukan bukti yang kuat terjadi pelanggaran yang dilakukan Sarpin.
Sarpin Lapor ke Polisi
Pada 30 Maret 2015, Sarpin Rizaldi mendatangi Bareskrim Mabes Polri. Dia diperiksa terkait laporannya terhadap Ketua Komisi Yudisial (KY) Suparman Marzuki dan Komisioner KY Taufiqurohman Syahuri, beberapa waktu lalu.
"Hari ini ya dipanggil Bareskrim sebagai saksi pelapor," kata Sarpin di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta.
Sarpin menjelaskan, tidak mengejar popularitas dengan melaporkan komisioner KY. Dia hanya merasa nama baiknya sudah dicoreng dengan pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan kedua hakim KY itu terkait putusan praperadilan Budi Gunawan.
"Saya bukan menggugat, saya ini melaporkan. Ini kan delik aduan. Saya merasa nama saya dicemarkan, saya merasa nama baik saya tercemar, saya melapor seperti itu," jelas dia.
Ia melaporkan Suparman dan Taufik ke Bareskrim Mabes Polri. Sarpin merasa pernyataan KY ke media massa telah mencemarkan nama baiknya dan merusak harkat dan martabatnya secara pribadi maupun dalam profesinya sebagai seorang hakim.
Sarpin Rizald‎i memutuskan penetapan Komjen Pol Budi Gunawan (BG) sebagai tersangka oleh KPK tidak sah. Dalam pertimbangannya, Hakim Sarpin menyatakan BG sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir Deputi Sumber Daya Manusia Mabes Polri bukanlah penyelenggara negara.
"Jabatan Karobinkar adalah jabatan administratif golongan eselon II. Tidak termasuk penyelenggara negara karena bukan eselon I," kata hakim Sarpin di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (16/2/2015).
‎Selain itu, ujar dia, jabatan Karobinkar juga bukanlah jabatan penegak hukum. "Karena tidak melakukan tugas menegakkan hukum," jelasnya. (Tya/Mut)
Advertisement