Liputan6.com, Yogyakarta - Permaisuri Sultan Hamengkubowono X, GKR Hemas, angkat bicara terkait peraturan daerah istimewa (perdais) Tata Cara Pengisian Jabatan, Kedudukan, Tugas, dan Wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur DIY yang baru disahkan.
Perdais ini sempat diperdebatkan khususnya pada Bab II tentang Pengisian Jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur yang tertuang pada pasal 3 ayat 1 huruf m. Pasal itu berbunyi: "Calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur adalah WNI yang harus memenuhi syarat: (m) menyerahkan daftar riwayat hidup yang memuat antara lain; riwayat pendidikan, pekerjaan, saudara kandung, istri, dan anak." Pasal ini sempat akan diubah karena kata "istri" di dalamnya mengisyaratkan Gubernur DIY harus laki-laki beristri.
GKR Hemas mengatakan Perdais itu seharusnya ditinjau ulang karena baik laki-laki maupun perempuan bisa jadi gubernur DIY. Anggota dewan harus memahami masalah secara proposional.
Menurutnya, jika diterapkan, maka perdais ini diskriminatif. "Kemarin saya diam. Saya sampai pembahasan di DPRD ya didengar saja karena DPRD kan punya kepentingan," ujarnya melalui saluran telepon, Rabu 1 April 2015.
Hemas yakin masyarakat Yogyakarta tidak sependapat dengan keputusan DPRD terkait perdais yang sudah disahkan. Terutama pada bagian pengisian jabatan Sultan dalam gubernur.
"Sultan belum mengatakan apapun, DPRD kok sudah bicara pada tahap pengganti. Kalau orang Jawa bilang Ini telur mendahului induknya. Beliau masih sehat kok orang sudah cari pengganti?! Kan aneh," ujarnya.
Menurut Hemas, siapa pengganti Sultan, hanya Sultan yang tahu. Hal itu menjadi hak prerogratif Sultan sebagai Raja. Ia menyayangkan DPRD yang sudah membahas terkait pengganti Sultan dalam perdais.
"Kan Ngarso Dalem belum bilang apa pun tapi pembahasan sudah masuk pada pokok persoalan seperti Jenis kelamin dan pada pengganti. DPRD ndak boleh bilang begitu," ujarnya.
Hemas pun meminta kepada keluarga kraton dapat memahami masalah ini dengan jelas. Bahwa jika mengacu paugeran (aturan) kraton, yang berhak memutuskan hanya Sultan. Sehingga jika Sultan menghendaki seorang perempuan sebagai gubernur, hal itu bisa saja terjadi.
Rancangan Perdais tentang Pengisian Jabatan dan Wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur DI Yogyakarta akhirnya disahkan DPRD DI Yogyakarta pada Selasa 31 Maret 2015.
Meski sempat diwarnai perdebatan, seluruh fraksi di DPRD DI Yogyakarta akhirnya menyetujui bunyi pasal tersebut. Pasal tersebut dianggap tidak bertentangan dengan UU Keistimewaan DI Yogyakarta.