Kasus Kekerasan Seksual JIS Dinilai Bukti Pengaruh Opini Publik

Publik dinilai mudah percaya ketika polisi mengabarkan salah seorang pekerja kebersihan yang dijadikan tersangka kasus JIS, bunuh diri.

oleh Oscar Ferri diperbarui 14 Apr 2015, 02:51 WIB
Diterbitkan 14 Apr 2015, 02:51 WIB
Guru JIS Jadi Tersangka
Setelah pemeriksaan selama 10 jam, guru Jakarta International School (JIS) Neil Bantleman dan Ferdinant Tjiong resmi ditahan pada Senin 14 Juli 2014 kemarin. Penahanan itu terkait dugaan pelecehan seksual di terhadap anak di bawah umur.

Liputan6.com, Jakarta - Kasus dugaan kekerasan seksual anak di Jakarta International School (JIS), dinilai salah satu bukti opini publik berhasil merekayasa fakta peristiwa yang sesungguhnya terjadi. Penilaian ini menyusul vonis 2 guru JIS, Ferdinant Tjong dan Neil Bantleman, serta 5 pekerja kebersihan PT ISS dalam dugaan pelecehan seksual di JIS.

Guru Besar Fakultas Psikolog Universitas Atmadjaya Jakarta Irwanto menilai, kasus JIS sangat aneh jika dibandingkan kasus pelecehan seksual lain yang dampaknya jauh lebih besar. Publik dan aparat penegak hukum diarahkan untuk menghakimi JIS secara cepat dengan opini yang terstruktur dan massif.

"Opini publik yang begitu luar biasa menghakimi JIS ikut menentukan putusan di dalam ruang sidang. Semoga majelis banding tidak terpengaruh opini publik, tapi benar-benar mengungkap kebenaran yang sesungguhnya," ujar Irwanto, Senin (13/4/2015).

Menurut Irwanto, kondisi itu yang tidak disadari sebagian penegak hukum, di mana mereka malah ikut terjebak dalam pusaran dugaan rekayasa. Para penegak hukum sudah punya target, yakni segera menemukan pelakunya, lalu menghukum dan memenjarakan.

"Bukti-bukti yang digunakan untuk menjerat pekerja kebersihan ISS dan 2 guru JIS itu sangat lemah. Keterangan saksi korban yang masih di bawah 10 tahun harus diuji lagi. Anak itu harus didampingi psikolog dan hasilnya masih harus diuji lagi oleh seorang psikolog. Jadi, proses penyidikan dalam kasus ini yang demikian cepat menjadi tidak lazim dan sangat aneh," ucap Irwanto.

Irwanto menyebut, dengan melihat rekaman video saat rekonstruksi penyidik di JIS, saksi korban masih tetap bermain. Dia dengan ceria berlarian dan tidak terganggu saat polisi dan orangtuanya mencari lokasi kejadian. Hal ini menunjukkan anak itu tidak memiliki rasa trauma sama sekali, padahal ada kejadian yang dialaminya di sekolah itu.

"Saya sudah melihat rekaman videonya. Kalau anak korban kekerasan seksual berkali-kali akan sangat trauma, bila datang ke tempat dia disakiti," ucap dia.

Irwanto menilai, digunakannya JIS sebagai panggung bagi pihak-pihak tertentu semakin terlihat, dengan adanya gugatan US$ 125 juta oleh ibu pelapor. Bahkan, si ibu sampai harus merevisi nilai gugatannya dari sebelumnya US$ 12,5 juta kepada JIS.

Munculnya gugatan senilai triliunan rupiah yang hampir berbarengan dengan laporan kasus itu ke polisi, menurut Irwanto, menjadi bukti kuatnya unsur dugaan rekayasa dalam kasus JIS.

Rekayasa Sistematis

Tak cuma Irwanto, kekecewaan juga diungkapkan Koordinator Kontras Haris Azhar. Menurut dia, kepolisian telah menggunakan hukum untuk mengadudomba Kejaksaan Agung dan majelis hakim. Hal ini terbukti dari putusan hakim yang menggunakan seluruh materi BAP dalam memutuskan pidana kepada pekerja kebersihan ISS dan 2 guru JIS.

"Tuduhan kekerasan seksual terhadap 3 siswa JIS adalah sebuah rekayasa sistematis. Prosesnya yang begitu singkat dan informasi yang berubah-ubah menjadi bukti bahwa kasus ini murni kriminalisasi dengan motif utama materi," ujar Haris.

Menurut Haris, dari pantauan Kontras, persidangan terhadap pekerja kebersihan ISS dan 2 guru JIS hanya menguatkan cerita dalam BAP. Sementara fakta-fakta lain dari saksi dan ahli selalu diabaikan. Bahkan, munculnya fakta media yang mengungkap tidak adanya kekerasan seksual terhadap salah satu korban juga diabaikan.

Pada Kamis 2 April 2015, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang diketuai Nuraslam Bustaman, dengan anggota Achmad Rivai dan Baktar Jubri Nasution menjatuhkan vonis bersalah kepada 2 terdakwa kasus ini yang merupakan guru JIS, Ferdinant Tjong dan Neil Bantleman. Keduanya dihukum pidana penjara selama 10 tahun dan membayar denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.

Sementara 5 pekerja kebersihan PT ISS yang juga jadi terdakwa kasus kekerasan seksual JIS, divonis pidana 7 sampai 8 tahun penjara. Mereka adalah Agun Iskandar, Zainal Abidin, Syahrial, Afriska, dan Virgiaman Amin. Orang-orang miskin ini juga diwajibkan membayar ganti rugi sebesar Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan. (Rmn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya