Alasan Kontras Anggap Eksekusi Mati Tahap II Cacat Hukum

Persoalan lain juga terkait terlambatnya pemerintah memberikan penasehat hukum kepada sejumlah terpidana.

oleh Nafiysul Qodar diperbarui 24 Apr 2015, 22:15 WIB
Diterbitkan 24 Apr 2015, 22:15 WIB
Ilustrasi eksekusi penembakan
Ilustrasi eksekusi mati

Liputan6.com, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) bersama akademisi dan aktivis anti-hukuman mati menyayangkan sikap pemerintah yang bersikukuh akan melaksanakan eksekusi mati gelombang II dalam waktu dekat.

Kepala Divisi Pembelaan Hak-hak Sipil dan Politik Kontras, Putri Kanesia menyatakan, pemerintah tidak belajar dari eksekusi mati gelombang pertama yang sarat akan kekeliruan. Bahkan, dalam kasus 10 terpidana mati ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengabaikan sejumlah fakta yang membuktikan bahwa para terdakwa telah melalui proses hukum yang tidak fair dan cacat hukum.

"Bagaimana tidak, Mary Jane tidak bisa bahasa Inggris. Dia hanya bisa bahasa Tagalog, tapi di persidangan pertama dia hanya diberikan penterjemah bahasa Inggris," ujar Putri di kantor Kontras, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (24/4/2015).

Hal yang sama juga terjadi kepada terpidana mati asal Brasil Rodrigo Gularte. Menurutnya, Rodrigo hanya bisa bahasa Portugis, tapi dia diberikan pendamping penterjemah bahasa Inggris dalam persidangan.

"Saya fikir itu salah satu alasan cacat hukum yang bisa membatalkan proses hukum yang tengah terjadi pada terpidana tersebut," lanjut dia.

Selain itu, Rodrigo juga menderita masalah kejiwaan skezofrenia disorder dan bipolar psikopatik. Jika tetap dieksekusi mati maka Kontras menilai hal itu cacat hukum. Karena dalam hukum internasional disebutkan bahwa hukuman mati tidak dapat dilakukan kepada penderita sakit kejiwaan.

Persoalan lain juga terkait terlambatnya pemerintah memberikan penasehat hukum kepada sejumlah terpidana.

"Nah saya fikir hal-hal itu yang selama ini tidak pernah terungkap. Selama ini yang muncul hanya soal drug yang bisa membunuh warga Indonesia. Tapi tidak pernah muncul bahwa mereka (terpidana mati) diadili dengan proses hukum yang tidak benar dan berakibat fatal terhadap nyawa seseorang," jelas Putri.

Terkait eksekusi mati dalam waktu dekat ini, Putri menilai pemerintah sengaja memprosesnya dengan cepat karena banyak pihak yang melihat adanya indikasi cacat hukum. Sehingga dengan dieksekusinya 10 terpidana mati itu, ruang koreksi untuk pemerintah akan tertutup.

"Saya pikir ini sangat cepat. Rencananya baru kemarin, kemudian kedutaan sudah diminta merapat. Saya dengar Mary Jane sudah dipindah ke sel isolasi Nusakambangan. Jangan-jangan ini sengaja dipercepat oleh Kejaksaan karena banyak yang membicarakan proses peradilan yang tidak fair. Sehingga dengan segera dieksekusinya 10 terpidana tersebut, ruang koreksi pemerintah dalam hal ini Kejaksaan akan tertutup," pungkas dia. (Hnz/Ali)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya