Penyidik KPK: Bukti Awal Hadi Poernomo Rugikan Negara Rp 375 M

Sidang Praperadilan tersangka kasus dugaan korupsi pajak BCA Hadi Poernomo kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 22 Mei 2015, 11:48 WIB
Diterbitkan 22 Mei 2015, 11:48 WIB
Tak Terima Jadi Tersangka, Hadi Poernomo Gugat KPK
Mantan Dirjen Pajak, Hadi Poernomo saat menjalani sidang praperadilan perdananya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (18/5/2015). (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Sidang Praperadilan tersangka kasus dugaan korupsi pajak BCA Hadi Poernomo kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Dalam persidangan kali ini, KPK menghadirkan saksi fakta, yakni penyelidik KPK Dadi Mulyadi.

Dalam kesaksiannya, Dadi menyebutkan, Inspektorat Bidang Investigasi (IBI) Kementerian Keuangan menemukan kerugian negara atas kasus itu sebesar Rp 375 miliar. Hal inilah yang menjadi bukti permulaan KPK menjerat mantan Dirjen Pajak itu.

"Dalam laporan IBI, ditemukan adanya kerugian negara sebesar Rp 375 miliar," ujar Dadi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (22/5/2015).

Hadi Poernomo kemudian bertanya kepada Dadi soal nota dinas Nomor 192/4/2014 kepada Direktur PPh yang berisi pendapat atas pendapat Direktur PPh. Nota dinas tersebut menyatakan BCA menyerahkan piutang bermasalah/NPL kepada BPPN dengan nilai nihil.

"Apakah ada kerugian negaranya yang sudah dihitung IBI, padahal ada permohonan nihil dan putusannya (nilainya) nihil?" tanya Hadi.

Mendengar pertanyaan Hadi, Dadi pun menjelaskan, meskipun ada nihil, dilakukan koreksi, di dalam koreksi tersebut ditemukan ada laba yang berdampak menyebabkan kerugian negara.

"Dalam pemeriksaan ada koreksi biaya yang jumlahnya sangat besar. Kalau koreksi itu tidak diajukan keberatan oleh BCA, maka akan ada laba yang berdampak adanya kerugian negara seperti yang disampaikan IBI," jelas Dadi.

KPK menetapkan Hadi Poernomo terkait kasus dugaan korupsi dalam permohonan keberatan pajak yang diajukan Bank Central Asia (BCA). Selaku Direktur Jenderal Pajak 2002-2004, dia diduga menyalahi prosedur dengan menerima surat permohononan keberatan pajak BCA tahun 1999.

Hadi disangka telah melanggar Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana. (Mut)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya