Jerembab Para Wakil Tuhan di Pusaran Narkoba dan Perselingkuhan

Narkoba dan perselingkuhan bukanlah pelanggaran etik yang baru bagi hakim

oleh Oscar Ferri diperbarui 28 Mei 2015, 07:00 WIB
Diterbitkan 28 Mei 2015, 07:00 WIB
Palu Hakim Pengadilan

Liputan6.com, Jakarta - Pekan lalu, dunia peradilan dibuat cukup heboh dengan kelakuan hakim. Tak tanggung-tanggung, 3 hakim diberi sanksi dalam sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) yang digelar Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY). Sidang MKH itu digelar 3 hari berturut-turut pada 19, 20, dan 21 Mei 2015.

Herman Fadhilah A Daulay, Tri Hastono, dan Sofyan Martabaya. Ketiga para 'Wakil Tuhan' itu dijatuhi sanksi berbeda karena terbukti melanggar kode etik dan pedoman prilaku hakim. Ada yang dipecat dengan hak pensiun, tapi ada yang hanya dibebastugaskan alias nonpalu.

Herman, hakim yang bertugas di Pengadilan Negeri Sibolga, disanksi pemberhentian dengan hormat. Meski dipecat, tapi dia masih bisa menikmati uang pensiun. Majelis MKH menilai Herman terbukti melakukan perselingkuhan plus terbukti positif menggunakan narkoba.

Lebih konyol lagi, sang pengetuk palu keadilan ini diketahui pesta sabu bersama wanita muda di rumahnya. Bahkan, Herman mengakui, warga di sekitar rumahnya menggerebek keduanya saat pesta serbuk setan tersebut.

Meski tak terkait putusan atau perkara, namun perbuatan Herman dengan profesinya sebagai hakim secara etika tak bisa ditolerir.‎ Beruntung dia hanya diberhentikan dengan hormat. Sebab, KY selaku lembaga pengawas hakim merekomendasikannya dipecat dengan tidak hormat alias tanpa hak pensiun.

Lain Herman, lain Tri Hastono. Si pengadil dari Pengadilan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) itu dinyatakan terbukti melakukan perselingkuhan dengan seorang wanita bersuami. Perselingkuhan itu dilakukan Tri saat masih menjabat Ketua Pengadilan Negeri Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur (NTT) 2013 silam. Padahal, Tri juga sudah punya istri.

Tak ayal, Majelis MKH memberi sanksi yang serupa dengan Herman. Setidaknya Tri masih bisa menafkahi istri dan anaknya dari uang pensiun. Sebab, KY juga merekomendasikan Tri dengan pemberhentian tidak hormat tanpa hak pensiun.

Lalu bagaimana dengan Sofyan Martabaya?

Selanjutnya

Sofyan Martabaya, Hakim Ad Hoc MA kamar pidana khusus korupsi ini jauh lebih beruntung ketimbang Herman dan Tri. Dia cuma dijatuhi hukuman non-palu selama 13 bulan tanpa menerima tunjangan sebagai hakim Ad Hoc. Artinya, dia tetap berstatus hakim Ad Hoc namun tak boleh mengadili perkara selama 1 tahun 30 hari dan tanpa mendapat honor selama menjalani masa hukuman.

Pelanggaran Sofyan padahal bukan perkara biasa. Meski bukan perselingkuhan atau narkoba, namun tak jauh-jauh dari wanita. Sofyan terbukti memalsukan identitasnya demi bisa menikah lagi. Menikah untuk ketiga kalinya. Dia dinyatakan terbukti melakukan status pernikahan, pekerjaan, dan tanggal lahir pada identitas dirinya untuk Kartu Tanda Penduduk (KTP).‎

Bukan Hal Baru

Narkoba dan perselingkuhan bukanlah pelanggaran etik yang baru bagi hakim. Selama ini 2 pusaran lingkaran hitam itu kerap menggelayuti para 'Wakil Tuhan', selain juga menerima uang suap terkait penanganan perkara.‎ Dalam catatan KY, sejak tahun 2011 sampai 2014 ada 14 hakim dijatuhi sanksi lewat MKH karena terjerembab dalam pusaran narkoba dan perselingkuhan.

Dari data yang diterima Liputan6.com, berikut daftar 14 hakim yang dibawa ke sidang MKH karena kasus narkoba dan perselingkuhan sejak 2011 sampai 2014.

1. 22 November 2011. Dainuri, Hakim Mahkamah Syari'ah Tapaktuan. Dia diberhentikan dengan hormat dengan tidak atas permint‎an sendiri dari jabatan hakim. Dainuri terbukti melakukan perselingkuhan.

2. ‎10 Juli 2012. Abdurrahim (tidak diketahui bertugas dimana). Diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri dari jabatan hakim dan pegawai negeri sipil. Abdurrahim terbukti melakukan perselingkuhan.

3. 14 Februari 2013. Adria Dwi Afanti, Hakim PN Simalunggun. Dia dimutasikan ke Pengadilan Tinggi Medan sebagai hakim non palu selama 2 tahun. Hakim wanita ini terbukti melakukan perselingkuhan.

4. 7 Maret 2013. Acep Sugiana, Hakim PN Singkawang. Acep diberhentikan tetap secara hormat dengan hak pensiun. Dia terbukti melakukan perselingkuhan.

5. 6 November 2013. Vica Natalia, Hakim PN Jombang. Hakim cantik ini disanksi pemberhentian tetap secara hormat dengan hak pensiun. Vica terbukti melakukan perselingkuhan.

6. 6 November 2013. Raja MG Lumban Tobing, Hakim PN Binjai. Dia dijatuhi hukuman pemberhentian tetap secara hormat dengan hak pensiun. Raja terbukti mengonsumsi narkoba.

7. 7 November 2013. Sintong Monogari Opinion Siahaan, Hakim PN Bekasi. Dia diberi sanksi non palu selama 1 tahun. Sintong terbuki melakukan perselingkuhan dan perjudian.‎

 

Selanjutnya

8. 27 Februari 2014. Pahala Shetya Lumbanbatu, Hakim PTUN Pekanbaru. Dia diberhentikan dengan hak pensiun. Pahala terbukti mengonsumsi narkoba.

9. 5 Maret 2014. Jumanto, Wakil Ketua PTUN Banjarmasin. Jumanto diberhentikan dengan hak pensiun. Dia terbukti melakukan perselingkuhan.

10. 27 Februari 2014. M Reza Latuconsiana, Hakim PN Ternate. Dia disanksi non palu selama 2 tahun tanpa diberikan tunjangan sebagai hakim selama menjalani sanksi. Dia terbukti melakukan perselingkuhan.

11. 4 Maret 2015. Mastuhi, Hakim PN Muara Tebo. Dia diberhentikan tetap dengan hak pensiun. Mastuhi terbukti melakukan perselingkuhan dengan sesama hakim.‎

12. 4 Maret 2015. Elsadela, Hakim PN Muara Tebo‎. Elsadela diberhentikan tetap dengan hak pensiun. Dia terbukti melakukan perselingkuhan dengan sesama hakim.

‎13. ‎5 Maret 2014. Puji Rahayu, Hakim PTUN Surabaya. Puji diberhentikan dengan hak pensiun. Dia terbukti melakukan perselingkuhan.‎‎

14. 18 September 2014. Johan Erwin, Hakim adhoc Pengadilan Tipikor Yogyakarta. Johan diberhentikan tetap dengan tidak hormat. Dia terbukti melakukan perselingkuhan dan menerima gratifikasi dari pihak berperkara.

‎Perbaikan Sistem

Masih banyaknya para hakim yang melanggar etika tentu membuat prihatin dunia peradilan. Sebab seorang hakim dianggap sebagai Wakil Tuhan, karena dia menentukan nasib seseorang.

Selanjutnya

Hakim Agung, Gayus Lumbuun punya pandangan kenapa hakim bisa melakukan pelanggaran etika. Terutama melakukan perselingkuhan. Menurut dia, sistem penempatan dan mutasi hakim perlu diperhatikan oleh MA. Sebab, semakin jauh tempat bertugas si hakim‎ dari tempat tinggal istri, maka akan semakin terbuka lebar peluang untuk berselingkuh.

‎"Sistem ini yang harus diperbaiki. Harus ada sistem yang lebih baik lagi. (Tempat tugas) sangat jauh dari tempat tinggal semula, sehingga terjadinya perselingkuhan," ujar Gayus.

‎Karena itu, MA diharapkan Gayus dapat melakukan perbaikan sistem penempatan dan mutasi hakim ini ke depannya. Caranya dengan mendekatkan si hakim dengan keluarga. Sebab, peraturan soal itu sudah ada, hanya tinggal implementasinya yang dioptimalkan.

"Diharapkan nanti penempatan dan mutasi disesuaikan dengan tempat tinggal hakim. Peraturannya sudah ada, namun pelaksanaannya diperhatikan," ujar Gayus.

Ketua KY Suparman Marzuki punya pandangan lain. Suparman setuju harus ada yang dibenahi. Jika Gayus cenderung soal sistem penempatan hakim, maka Suparman lebih menekankan pada sistem rekrutmen hakim yang dilakukan MA.

Menurut Suparman, jabatan hakim merupakan jabatan yang harus dipangku oleh orang-orang yang punya integritas tinggi. Selama ini, Suparman melihat, proses rekrutmen hakim oleh MA tidak dilakukan transparan, sehingga hakim terpilih tidak memiliki komitmen dalam integritasnya.

"Perbaiki rekrutmen hakim di tingkat pertama (pengadilan negeri). Rekrutmen hakim ini harus transparan. Itu embrionya. Ini jabatan profesional, harus diisi hanya oleh mereka yang punya integritas. Dengan proses yang transparan itu kita dapat melahirkan hakim-hakim yang punya integritas," ujar Suparman. (Ali)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya