KIH Duga MK dan KMP Ingin Gagalkan Pilkada Serentak 2015

Sebab, MK dan KMP mendorong agar batas waktu perselisihan hasil Pilkada ingin diperpanjang dari 45 hari menjadi 60 hari.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 08 Jul 2015, 05:00 WIB
Diterbitkan 08 Jul 2015, 05:00 WIB
Tahapan Pilkada Serentak 2015
Komisi Pemilihan Umum (KPU) meresmikan pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah (pilkada) secara serentak pada 2015 di Kantor KPU Pusat.

Liputan6.com, Jakarta - Fraksi-fraksi di DPR yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH) menduga Mahkamah Konstitusi (MK) dan fraksi-fraksi di DPR yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP) ingin menggagalkan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 9 Desember 2015 mendatang.

Sebab, MK dan KMP mendorong agar batas waktu perselisihan hasil Pilkada ingin diperpanjang dari 45 hari menjadi 60 hari. Caranya dengan merevisi UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang MK dan UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada.

Wakil Ketua Fraksi Partai Nasdem di DPR, Johnny G Plate, mempertanyakan apa yang menjadi sasaran pihak-pihak yang mendorong revisi UU MK dan UU Pilkada. Menurut dia, kedua revisi ini sulit diterima terutama masalah permintaan batas waktu penyelesaian sengketa Pilkada di MK menjadi 60 hari kerja yang juga belum diketahui akan ada berapa gugatan yang masuk ke MK pada Pilkada serentak.

Belum lagi, lanjut dia, sengketa Pilkada ini dilimitasi dengan hasil perolehan suara yang sudah diatur dalam UU Pilkada yang boleh disengketakan ke MK.

"Apalagi ditambah untuk pasal krusial lainnya masuk, bukan mendorong pilkada aman, berkualitas, memperlancar tapi menghambat karena dampak dari perubahan itu maka Pilkada akan terundur," kata Johnny di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (7/7/2015).

Tak Perlu Revisi

Anggota Komisi XI DPR ini menyesalkan sikap fraksi-fraksi di KMP di DPR yang seharusnya sebagai pengawas pemerintah mendorong dan mendukung penyelenggaraan Pilkada untuk menghasilkan pilkada yang berkualitas, pemimpin berkualitas, bukannya justru menghambat.

"DPR ini adalah representasi parpol, maka DPR juga untuk menyukseskan Pilkada itu, bukan menghambatnya," sesal Johnny.

Dia menegaskan, batas waktu penyelesaian pilkada tidak perlu direvisi karena MK juga bisa menyusun secara sistematis masing-masing sidang dilakukan secara maraton dan plenonya bisa dilakukan kapan saja.

"Saat ini pilkada sudah berjalan, evaluasi calon independen sedang berlangsung, lalu pendaftaran bakal calon akan dilakukan 26-28 Juli. Jadi tidak perlu itu direvisi," tegas Johnny.

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Daniel Johan mengaku mendengar bahwa fraksi-fraksi KMP di DPR memang ingin menggagalkan Pilkada serentak di 2015 karena masih adanya parpol bersengketa.

Sehingga, katanya, sikap KIH tetap pada posisi saat ini bahwa batas waktu penyelesaian sengketa hasil Pilkada tetap 45 hari seperti yang diatur dalam UU Pilkada dan pilkada serentak dilaksanakan 9 Desember mendatang.

"Tetap posisi yang ada sekarang karena seluruh kabupaten sudah siap melakukan pilkada, KPU juga sudah siap dan Baleg DPR juga sudah terlalu banyak agenda prioritas. Lagi pula, tidak mungkin 26-28 Juli sudah pengajuan calon, kita reses masuk baru 14 Agustus," kata Daniel Johan.  

Meski demikian, Anggota Komisi IV DPR ini tidak memungkiri melihat proses politik di DPR dan Baleg DPR, maka bisa saja kedua revisi UU dilakukan. Namun, tambahnya, hal itu masih jauh karena Baleg DPR belum dapat usulan dari pemerintah soal pengajuan revisi UU MK dan Pilkada, sehingga belum mendapat poin penting kedua UU itu perlu direvisi.

"Karena Baleg ini kan belum dikasih nih, tapi tidak memungkinkan secara teknis karena kita harus menyelesaikan UU yang lain," tegas Wasekjen DPP PKB ini.

Kata KMP

Sementara itu, juru bicara Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kubu Romahurmuziy atau Romi di DPR, Arsul Sani mengatakan, fraksinya tidak masalah UU MK dan Pilkada direvisi karena batas waktu diperpanjang dari 45 hari menjadi 60 hari kerja sejak berkas diterima di kepaniteraan dengan tujuan agar keputusan cermat.

Sebab, sebutnya, apabila melihat putusan MK saat pileg yang hanya 30 hari, sehingga banyak putusan yang copy paste atau menyontek. "Itu karena pembuat UU tidak perhatikan hal-hal ini," kata Arsul Sani.

Anggota Komisi III DPR ini menegaskan, pihaknya tidak masalah kedua UU ini direvisi dengan persyaratan waktu revisi sebelum pilkada serentak dilaksanakan pada 9 Desember mendatang. "Tidak masalah, asal UU MK selesai sebelum direvisi," tegas Arsul Sani.

KMP Membantah

Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar kubu Aburizal Bakrie atau Ical, Aziz Syamsuddin, membantah bahwa KMP ingin menunda pelaksanaan pilkada serentak 2015 dengan menyusupkan agenda politik dalam revisi UU MK dan Pilkada.

"Bahwa potensi terjadi sesuatu itu besar dan kalau soal ada agenda politik tertentu itu enggak ada. Golkar sudah kesepakatan ikut dan tim penjaringan sudah jalan, bukan ada kepentingan terselebung ini," kata Aziz Syamsuddin.

Menurut Ketua Komisi III DPR ini, waktu pembahasan revisi terbatas UU MK dan Pilkada tidak memakan waktu lama. Sehingga, dia meminta fraksi-fraksi KIH di DPR tidak perlu alergi dalam merevisi UU.

"Kita lihat saja ubah UU nggak lama. UU MD3 dua hari selesai, kenapa alergi merubah UU. Dijaga dong, jangan takut sebelum bertempur," tegas Aziz.

Terkait DPR sudah memasuki masa reses yang akan berakhir pada 14 Agustus mendatang, Aziz mengatakan, pimpinan DPR bisa mengirimkan surat kepada anggota DPR untuk tetap masuk saat reses untuk membahas revisi kedua UU ini.

"Bisa saja dipanggil anggota DPR (pas reses). Kalau mau, kalau sepakat. Namanya hidup berbangsa," tandas Aziz Syamsuddin. (Ali/Rjp)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya