Kasus Normalisasi Kali Pesanggrahan, Pejabat Bank Akan Dipanggil

Kaitannya dengan pejabat Bank adalah penarikan uang dengan jumlah Rp 32 miliar yang dilakukan oleh tersangka ABD dan JN pada 28 Agustus 2013

oleh Audrey Santoso diperbarui 11 Jul 2015, 08:12 WIB
Diterbitkan 11 Jul 2015, 08:12 WIB
foto-normalisasi-pesanggrahan-4-140128b.
Pemprov mengklaim normalisasi Kali Pesanggrahan saat ini sudah mencapai 65,31 persen dari target 57,9 persen (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah).

Liputan6.com, Jakarta - Polisi akan memanggil pihak Bank DKI dan Bank Bintara yang dinilai telah ceroboh mencairkan dana pembebasan lahan Proyek Normalisasi Kali Pesanggrahan tahun 2013 lalu.

Kecerobohan itu terjadi ketika pihak bank tidak sensitif terhadap kejanggalan-kejanggalan yang terjadi saat transaksi pencairan dana kompensasi bagi pemilik lahan di bantaran kali tersebut.

Menurut Kasubdit Tipikor Polda Metro Jaya AKBP Ajie Indra, kaitannya dengan Bank DKI adalah penarikan uang dengan jumlah Rp 32 miliar yang dilakukan oleh tersangka ABD dan JN pada 28 Agustus 2013, sore hari. Semestinya, bank sudah tidak lagi melakukan kegiatan operasionalnya.

"Ya logikanya kan sudah tahu itu bukan jam penarikan uang. Penarikannya sih benar di Bank DKI dan dilampiri SP2D (Surat Perintah Pencairan Dana). Tapi kenapa harus sore-sore dengan jumlah Rp 32 miliar?" ucap Ajie Indra yang menangani kasus ini di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (10/7/2015).

Ia menjelaskan, jika mengikuti prosedur bank pada umumnya, pengajuan pencairan seharusnya diberikan oleh pihak nasabah sehari sebelumnya. Lalu pihak nasabah melakukan konfirmasi di hari pencairan satu jam sebelumnya.

"Kalau mau mencairkan dana Rp 100 juta saja pakai konfirmasi dulu. Tanya saja ke semua bank, seharusnya pencairan dana dikabari sehari sebelumnya, sehingga bank menyiapkan uang dan keesokan harinya melakukan transaksi. Di situlah unsur ketidakhati-hatian Bank DKI," jelas Ajie.

Sementara itu kecerobohan Bank Bintara, lanjut Ajie adalah serta-merta memindahkan dana pencairan ke rekening tersangka HS. Ajie berpendapat, pihak bank seharusnya tahu bahwa tersangka bukan pemilik tanah dan tidak berhak mendapat kompensasi tersebut.

"Kepala Bank Bintara kenal dengan orang yang namanya Hasan, yang jadi tersangka dalam kasus ini. Tersangka meminta pencairan dana, padahal dia bukan pemilik lahan. Aneh dan uniknya lagi, uang tersebut langsung dipindahkan ke rekening Hasan," ujar Ajie.

Berdasarkan 2 hal tersebut, Ajie akan memeriksa pejabat kedua bank yang bertanggung jawab mencairkan dana kompensasi Kali Pesanggrahan 2 tahun silam.

"Mereka akan kita panggil lagi. Mereka kan juga bertanggung jawab," kata Ajie.

Ada 5 Tersangka

Polda Metro Jaya sebelumnya mengungkap kasus dugaan korupsi dalam proyek normalisasi Kali Pesanggrahan senilai Rp 32,8 miliar. Pada kasus ini, polisi juga sudah menetapkan 5 orang sebagai tersangka, yakni MD, HS, ABD, JN, dan MR.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Mudjiono mengatakan, kasus ini terkait pengadaan tanah lanjutan yang dilakukan Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta pada 2013. Korupsi ini berawal dari proyek pembebasan 2 lahan, masing-masing seluas 9.400 m2 dan 8.000 m2.

Menurut dia, modus kejahatan yang digunakan para tersangka yakni dengan membuat dokumen palsu dan klaim kepemilikan tanah di bantaran Kali Pesanggrahan. Padahal, lanjut dia, tanah yang berada di Kelurahan Lebak Bulus, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan itu milik negara, bukan per orangan.

"Tersangka ABD dan JN disuruh oleh MD untuk mengakui sebagai ahli waris atas kepemilikan tanah yang dibebaskan oleh Dinas PU DKI Jakarta itu. Padahal tanah tersebut milik salah satu BUMD DKI Jakarta yang telah dibebaskan dari penggarap pada 1974," ungkap Mudjiono di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa 7 Juli 2015.

Pada aksinya, ABD mengaku sebagai ahli waris dari almarhum Djaung bin Isnain untuk tanah yang bernilai Rp 17.754.944.500. Sedangkan JN diminta mengaku sebagai ahli waris tanah atas nama almarhum Ilam bin Sailin senilai Rp 15.047.184.400.

"Saat diperiksa, ABD dan JN mengaku tidak memiliki bidang tanah dan girik yang menjadi dasar kepemilikannya di kawasan tersebut. Keduanya hanya disuruh oleh MD untuk mengaku sebagai ahli waris," papar Mudjiono.

Polisi telah mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga digunakan untuk merugikan negara ini. Selain menyita sejumlah dokumen palsu, ‎polisi juga mengamankan aset senilai Rp 1 miliar.

"Dari pelaku kita berhasil menyita barang bukti berupa dokumen tanah, girik, dan SPPT-PBB yang diduga palsu. Juga menyita sejumlah aset senilai Rp 1 miliar lebih," tandas Mudjiono.

Dia menyatakan penyidik akan terus mengembangkan kasus ini. Dia juga akan mengusut dugaan keterlibatan oknum pejabat dalam kasus korupsi normalisasi sungai di wilayah Jakarta Selatan itu.

"Kami sudah memeriksa pihak pemerintah DKI (sebagai saksi) dan akan terus mengembangkan penyelidikan ke pihak terkait," ucap Mudjiono. (Ans/Mvi)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya