Liputan6.com, Serang - Sidang paripurna pemberhentian Ratu Atut Chosiyah dan Rano Karno sebagai pasangan pimpinan Banten dihujani interupsi, hingga akhirnya harus diskors oleh pimpinan DPRD Banten.
"Bermula dari persoalan komunikasi yang tidak setara antara ketua DPRD dengan anggotanya dan antara Plt Gubernur Banten (Rano Karno). Ini kan sampai jabatannya di akhir (selesai tahun 2017). Ini ada penggiringan, menurut saya, ini tidak baik. Pengisian gubernur ini bagian move on kita (Banten)," kata anggota Fraksi Golkar, Fitron Nurul Ikhsan, yang ditemui saat rapat diskors, Kamis (06/08/2015).
Fitron mempertanyakan mengapa pimpinan DPRD Banten yang diketuai oleh Asep Rakhmatullah, tidak berkonsultasi terlebih dulu dengan anggotanya dan Mendagri terkait pemberhentian Ratu Atut dan Rano Karno. Sehingga menimbulkan kesan bahwa penggiringan opini kepada seluruh anggota DPRD Banten.
Advertisement
"Putusan in kracht Ratu Atut itu kan sejak Februari. Tapi kenapa SK Mendagri baru turun sekarang. Lalu kenapa surat Kemendagri mengatakan tidak boleh ada wagub, yang dipakai Kemendagri itu kan PP nomor 49 tahun 2008, itu kan berangkat dari UU 32. Jangan dulu ada paripurna sebelum itu dijelaskan," tegasnya.
Anggota DPRD Banten lain meminta rapat paripurna tidak membahas pemilihan wakil gubernur banten terlebih dulu. Tetapi fokus terlebih dulu untuk mengangkat gubernur definitif demi kepentingan masyarakat.
"Masyarakat menghendaki persoalan Banten ini ada kepastian. Karena sudah melewati rapat Bamus, maka bisa diputuskan dengan tegas," kata anggota Fraksi PDIP, Ananta Wahana, Kamis (6/8/2015).
Hingga berita ini ditulis, para pimpinan fraksi sedang melakukan pertemuan agar rapat paripurna dapat berjalan efektif. Namun hingga kini, belum didapati kesepakatan antar fraksi. (Tnt/Yus)