Alasan DPRD DKI Jakarta Tidak Masukkan UPS dalam Pansus

Salah satunya karena BPK tidak memasukan UPS dalam potensi kerugian negara yang signifikan.

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 18 Agu 2015, 11:52 WIB
Diterbitkan 18 Agu 2015, 11:52 WIB
Tim Ahli Dirtipikor Bareskrim Bedah UPS di SMAN 57
Tim ahli dari Dirtipikor Bareskrim Polri melakukan pemeriksaan UPS di SMAN 57, Jakarta, Sabtu (13/6/2015). Pemeriksaan dibantu 6 tim ahli untuk mengetahui daya dan instalasi UPS di tiap sekolah penerima. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Pembahasan Laporan Hasil Keuangan (LHP) tahun 2014 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) oleh Panitia Khusus (Pansus) DPRD DKI Jakarta terus bergulir. Berbagai evaluasi dalam laporan BPK dibahas di pansus.

Evaluasi yang menjadi perhatian DPRD misalnya saja soal pembelian lahan RS Sumber Waras yang menuai kontroversi. Belum lagi soal pemberian penyertaan modal pemerintah (PMP) kepada PT Transjakarta.

Tapi, DPRD tidak menyertakan pengadaan UPS pada agenda rapat pansus. Padahal, dalam LHP BPK jelas pengadaan UPS masuk dalam evaluasi yang dinilai merugikan negara Rp 163,8 miliar. Terlebih sudah diproses di Bareskrim Polri.

Ketua Pansus Triwisaksana mengatakan dewan sengaja tidak menyertakan evaluasi terkait pengadaan UPS dalam rapat pansus karena berbagai alasan. Misalnya saja, BPK tidak memasukan UPS dalam potensi kerugian negara yang signifikan.

"Pertama karena BPK menyampaikan ada 6 temuan permasalahan signifikan. Yang kedua karena UPS sudah masuk ranah hukum," kata pria yang karib disapa Sani saat dikonfirmasi, Selasa (18/7/2015).

Menurut dia, 6 temuan signifikan itu adalah kerja sama aset Mangga Dua, pengadaan lahan Sumber Waras, mark down inbreng (pemasukan barang sebagai modal perusahaan) aset ke PT Transjakarta, perhitungan aset inbreng ke PT Jakpro dan PT Jaktour, masalah asuransi kesehatan, masalah biaya operasional pendidikan (BOP).

Tidak masuknya UPS dalam temuan signifikan membuat dewan tidak menjadwalkan dalam pansus. "Iya. Kalau itu (temuan signifikan) silakan tanya BPK," tambah Sani.

Berdasar LHP BPK tentang anggaran 2014, UPS tidak tercantum pada Badan Perencanaan Anggaran Daerah (BPAD) di suku dinas. UPS baru masuk dalam BPAD setelah dibahas di Komisi E dan hanya ditandatangani oleh pimpinan Komisi E.

Hal serupa juga terjadi pasca RAPBD-Perubahan 2014. Pengadaan UPS muncul setelah pembahasan internal Komisi E dan ditandatangani oleh pimpinan komisi.

Dokumen tersebut kemudian diserahkan kepada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) pada 12 Agustus 2014 untuk diinput oleh masing-masing bidang terkait ke dalam perubahan anggaran masing-masing SKPD.

Pada evaluasi itu, BPK juga menyebutkan pengadaan UPS bukan merupakan kegiatan yang diusulkan sendiri oleh SKPD. Pengadaan UPS tersebut merupakan kegiatan yang ditambah oleh Komisi E DPRD Provinsi DKI Jakarta dalam anggaran BPAD.

Hal serupa juga terjadi pada evaluasi terhadap pengadaan Alat Digital Education Classroom yang dinilai merugikan negara Rp 21,6 miliar. Pengadaan Digital Visualizer System yang berpotensi merugikan negara Rp 4,2 miliar.

Kedua proyek itu juga muncul berdasarkan pembahasan internal Komisi E DPRD DKI Jakarta dan hanya ditandatangani oleh pimpinan Komisi E. (Bob/Mut)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya