Antara Duka dan Berkah Santunan Korban Musibah Crane di Mekah

Santunan menjadi penyejuk di tengah duka.

oleh Liputan6 diperbarui 21 Sep 2015, 08:37 WIB
Diterbitkan 21 Sep 2015, 08:37 WIB
Tragedi Crane Jatuh Jadi Objek Foto Jamaah Haji
Ribuan umat muslim yang sedang menunaikan ibadah haji berjalan melintasi crane yang roboh di Masjidil Haram, Mekah, Arab Saudi (9/12/2015). Sebanyak 107 calon jemaah haji meninggal dunia akibat crane jatuh karena cuaca buruk. (REUTERS/ AHMED FARWAN)

Liputan6.com, Jakarta - Awan kelabu masih menyelimuti keluarga korban meninggal dalam peristiwa jatuhnya alat berat di Masjidil Haram, Mekah pada Jumat 11 September 2015. Masjid yang dibangun pertama kali oleh Nabi Ibrahim itu kini semakin populer dengan musibah yang menewaskan seratusan orang tersebut. Ratusan orang juga cedera akibat peristiwa itu.

Erni Sampe Dosen misalnya. Perempuan itu masih tidak menyangka suaminya, Darwis Rahim Cogge, kini telah tiada.

Dia bersama suami, serta ayah dan adiknya tiba di Mekah pada Jumat dini hari. Mereka langsung umrah qudum (kedatangan) sampai subuh. Suka cita sampai di Tanah Suci membuat mereka kembali ke Masjidil Haram untuk salat Jumat hingga asar.

Ibu 3 anak tersebut tidak menduga dalam berapa jam kemudian, sebuah bayangan gelap yang kemudian diketahui sebagai pecahan crane, merenggut nafas kehidupan suaminya.

"Saat itu juga saya yakin suami saya terkena pecahan itu. Saya terus mencarinya, meski saya juga mengalami luka saat itu," tutur Erni yang dikutip dari Antaranews, Senin (21/9/2015).

Darwis merupakan salah satu dari 11 jamaah Indonesia yang menjadi korban musibah di Masjidil Haram. Dia juga jemaah meninggal yang terakhir terindentifikasi.

Sama dengan keluarga korban lainnya, Erni berusaha ikhlas dan pasrah menerima kenyataan kepala keluarganya telah diambil Yang Maha Kuasa.

Bagai Penyejuk

Ratusan keluarga lain juga merasakan kegetiran yang sama. Ada orangtua yang kehilangan putra-putri mereka. Ada juga suami yang kehilangan istrinya.

Angin spiritual yang bisa menyejukkan keluarga korban adalah pernyataan Ulama dan Imam Besar Saudi, Syeikh Suud bin Muhammad bin Ibrahim As Suraim.

Pada akun Twitter resminya, ulama besar yang lebih dikenal Syeikh Suraim menulis, "Mereka yang meninggal tertimpa reruntuhan Masjidil Haram kita anggap mereka adalah syuhada."

Sebab, Nabi Muhammad SAW menggolongkan korban reruntuhan (shahibul hadmi) adalah Syahid, dengan mengutip Hadis Bukhari dan Muslim.

Bagi umat Islam, hal itu tentu kabar yang menggembirakan karena ada jaminan masuk surga bagi mereka yang mati syahid.

Salah satu hadis juga menyebut, "Ibadah haji adalah jihad, sama dengan berperang di jalan Allah."

Tidak hanya penyejuk spiritual, selang beberapa hari, Raja Salman sebagai Khadimul Haramain atau "Pelayan 2 Tanah Suci" mengumumkan pemberian santunan kepada ahli waris korban musibah crane.

Santunan diberikan kepada ahli waris korban meninggal, maupun cedera. Ahli waris dari korban meninggal dan cacat fisik mendapat santunan sebesar 1 juta riyal atau sekitar Rp 3,8 miliar. Mereka yang terluka mendapat santunan sebesar 500 ribu riyal atau sekitar Rp 1,9 miliar.

Bahkan, Raja Arab Saudi mengundang 2 ahli waris korban meninggal untuk beribadah haji tahun depan.

Kepastian titah Raja itu, juga disampaikan Dubes Arab Saudi untuk Indonesia, Mustafa Bin Ibrahim Al Mubarak di Jakarta, Jumat 18 September 2015.

Setiap kejadian selalu ada hikmahnya, setidaknya itu diucapkan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Mereka yang meninggal dalam musibah crane roboh, kata dia, tidak hanya mendapat penilaian sebagai syahid, tapi juga keluarga yang ditinggalkan mendapat santunan yang besar. "Jadi ini sebuah musibah atau berkah?" ujar Lukman.

(Bob/Tnt)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya