Liputan6.com, Jakarta - Kondisi perekonomian Indonesia melemah akibat imbas dari perekonomian global. Nilai tukar rupiah juga terus tertekan. Banyak pihak mengatakan kondisi saat ini mirip dengan krisis 1998.
Namun, Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter BI, Doddy Zulverdi, mempunyai sanggahannya. Menurut dia, orang sering mengaitkan kondisi saat ini hampir sama dengan masa krisis 1998 hanya karena posisi rupiah terhadap dolar sama-sama anjlok ke level terendah.
"Saya sering gunakan istilah ilusi level nilai tukar. Artinya, rupiah sekarang pada posisi 14.000 per dolar AS, kemudian orang melihat karena Rp 14.000 dan acuannya tidak ada. Akhirnya melihat titik terendah ketika krisis 1998, angka sekitar Rp 17 ribu, sehingga orang mengkaitkan Rp 14.000 dekat dengan level Rp 17.000 yang krisis sebagai cerminan kita sudah krisis," ujar Doddy.
Padahal, lanjut dia, fundamental ekonomi maupun mikro sistem keuangan Indonesia saat krisis 1998 dan saat ini sangat jauh berbeda. Perbedaan pertama bisa dilihat dari sisi inflasi di mana saat ini laju inflasi saat ini masih berada pada kisaran 7 persen dibandingkan tahun lalu (YoY). Sedangkan saat krisis 1998, inflasi Indonesia hampir menyentuh 80 persen.
"Sekarang laju inflasi kita year on year masih 7 persen, bahkan sekitar akhir tahun bisa sekitar 4 persen. Waktu krisis 1997-1998 level tertinggi hampir 80 persen," kata Doddy.
Meskipun nilai tukar rupiah saat ini hampir sama dengan saat krisis 1998, Ketua Umum Kadin Indonesia, Suryo Bambang Sulisto menjelaskan, pengusaha Indonesia cukup tangguh menghadapi krisis. Pasalnya, Indonesia telah mampu menghadapi beberapa krisis yang menerjang seperti pada 1998, 2008, dan 2013 lalu.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Benny Soetrisno menambahkan, saat ini para pengusaha lokal, khususnya yang berorientasi ekspor, memiliki strategi khusus dalam mengatasi gejolak nilai tukar rupiah terjadap dolar Amerika Serikat (AS).
Dia mengatakan, salah satu caranya yaitu tidak lagi menggunakan dolar AS dalam setiap transaksi ekspor impor dengan negara lain selain AS.
"Ada perubahan cara pembayaran, jadi pembeli di Eropa meminta jangan pakai dolar AS, tetapi pakai euro. Sehingga mereka membayar dengan. euro otomatis, mereka jual euro. Begitu juga dengan China, sekarang pakai yuan," ujar Benny.
Menurut dia, dengan cara seperti ini, perlahan-lahan para pengusaha dapat mengurangi ketegantungan terhadap dolar AS sehingga efek penguatan dolar sedikit ditekan.
"Jadi semakin hari kita semakin pintar mensiasati perubahan-perubahan kurs ini. Sehingga ketergantungan terhadap mata uang dolar pelan-pelan kita kurangi. Kecuali kalau ke AS tetap pakai dolar AS," lanjut Benny.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) M Hanif Dhakiri mengatakan penguatan pola kemitraan antara pengusaha dan pekerja dibutuhkan dalam menghadapi pelambatan ekonomi global dan nasional yang berdampak pada kelesuan dunia usaha.
"Pemerintah mendorong agar pengusaha dan pekerja dapat memelihara dan menjamin hubungan industrial yang harmonis, agar setiap perusahaan mampu bertahan dan tetap berkembang meskipun terjadi pelambatan ekonomi," kata Hanif.
Dia mengatakan kemitraan antara para pelaku hubungan industrial menjadi kunci dalam mewujudkan hubungan industrial yang harmonis. Ini bisa dijadikan sebagai salah satu upaya untuk tetap bertahan dan menjadi modal sosial bagi kemajuan perusahaan dan meningkatkan daya saing di tengah persaingan global yang semakin ketat.
"Agenda prioritas kita adalah menjaga iklim investasi yang kondusif agar roda perekonomian tetap bergerak dan maju sehingga kegiatan produksi tetap berjalan dan penciptaan lapangan kerja terus terjadi," kata Hanif.
UKM Jadi Tulang Punggung
Menengok krisis-krisis sebelumnya, Koperasi dan UKM mampu menjadi tulang punggung dan roda penggerak perekonomian nasional. "Ya sudah pasti kalau ada krisis dan terjadi pelemahan seperti ini, UKM menjadi backbone (tulang punggung) ekonomi Indonesia," tutur Menteri Koperasi dan UKM Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga.
Oleh karena itu, pemerintah juga sedang berupaya membangun koperasi yang berkualitas dengan penambahan jumlah anggota serta pembuatan database anggota koperasi.
"Program kita untuk koperasi adalah bagaimana kita membangun koperasi yang berkualitas. Maksudnya, tidak badan koperasi yang banyak, namun jumlah anggotanya yang diperbanyak. Jadi kalau jumlah anggotanya banyak, maka jumlah omzet meningkat," jelas Puspayoga.
Â
Puspayoga juga menuturkan bahwa sebelumnya terdapat 209.000 jumlah koperasi di Indonesia. Namun melalui database yang dibuat baru terungkap 62.000 koperasi yang tidak aktif yang akhirnya dikeluarkan dari database koperasi yang ada. "Sekarang tinggal 147.000 koperasi yang kita bina dan diberikan nomor induk," beber dia.
UMKM, berkontribusi terhadap Gross Domestik Product (GDP) Indonesia hampir 60 persen. Artinya, ada potensi masif pada sektor UMKM terutama dalam penyerapan tenaga kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. (Gdn/Bob)
Advertisement