Liputan6.com, Jakarta - Pelaksana Tugas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiequrrachman Ruki menyambut baik usulan pemerintah yang akan membentuk sebuah institusi untuk mengawasi kinerja lembaganya. Tujuanya, lanjut Ruki, untuk mencegah terjadinya pelanggaran yang dilakukan oleh lembaganya.
Namun, Ruki juga mewanti-wanti agar lembaga tersebut tidak dijadikan sebagai alat untuk campur tangan pihak tertentu terkait kinerja KPK dalam meberantas kasus korupsi.
"Jangan pernah berfikir bahwa pengawas itu justru akan membuat KPK ini menjadi lembaga yang tidak independen. Dia tidak boleh mengintervensi apa pun yang dilakukan oleh KPK," ujar Ruki di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (15/10/2015).
Pembentukan lembaga pengawas KPK rencanya akan dimasukkan dalam revisi Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002. Namun, bakal seperti apa bentuk dan kewenangan kerjanya, hal itu masih dalam pembahasan pemerintah. "Biarkan KPK bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya pada hukum, kecuali kalau memang langkah-langkahnya menyimpang," lanjut dia.
Pada kesempatan itu, ia juga mengkritik wacana pemerintah yang akan merevisi UU KPK terkait kewenangan lembaga itu menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
Jika alasan pemerintah memberikan kewenangan KPK menerbitkan SP3 terkait persoalan hak asasi manusia seperti yang dicontohkan Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan, hal itu kata Ruki sudah dilakukan KPK.
"Contoh yang disebutkan Luhut mengenai tersangka yang meninggal dunia, sudah diatur dalam Undang-Undang. Jadi apapun itu, penghentian penyidikan harus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan," kata dia.
Ruki juga mengaku khawatir, jika lembaga antirasuah ini diberi kewenangan menerbitkan SP3, hal tersebut dapat dimanfaatkan oleh pengambil kebijakan di KPK untuk bernegosiasi mengenai kasus korupsi yang sedang ditangani.
"Kalau sampai (SP3) itu dijadikan alat permainan misalnya tidak cukup bukti, artinya pimpinan KPK tidak proper kerjanya," pungkas Ruki. (Dms/Mut)