Menag: Paham Radikal Tak Perlu Ditakuti, Tapi...

Menurut Menteri Lukman, ada 2 faktor penyebab terjadinya aksi kekerasan dan teror.

oleh Yanuar H diperbarui 28 Okt 2015, 12:43 WIB
Diterbitkan 28 Okt 2015, 12:43 WIB
20150716-Penetapan 1 Syawal-Jakarta-Lukman Hakim
Menteri Agama Lukman Hakim Saefuddin memberikan keterangan pers usai melaksanakan sidang isbat di Gedung Kemenag, Jakarta, Kamis (16/7/2015). Pemerintah melalui Kemenag telah menetapkan 1 Syawal 1436H jatuh pada 17 Juli 2015. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Yogyakarta - Peringatan Sumpah Pemuda yang jatuh hari ini dimanfaatkan Kementerian Agama dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk mengingatkan para pemuda tentang ancaman dan bahaya paham-paham yang membenarkan aksi kekerasan. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyebut, paham radikal sebenarnya bukan sesuatu yang harus ditakutkan.

Dalam perspektif agama, radikal berarti mengakar dan bukan sesuatu yang harus dicegah. Sebagai orang beragama, ujar Menag, justru harus menganut paham radikal atau mengakar dalam menjalankan aturan beragama.

Namun, yang harus diperhatikan adalah perilaku para pemeluk agama yang melakukan aksi kekerasan kepada orang lain. Perilaku yang mentolerir kekerasan, ujar Lukman, harus dihindari umat beragama. Sebab, seluruh agama selalu menekankan pada kedamaian.

"Radikal dalam perspektif agama, sesungguhnya sudah semestinya orang beragama itu secara radikal atau mengakar. Dalam perspektif agama yang harus dihindari adalah akses negatif yang muncul dari radikal yang mentolerir tindakan kekerasan," ujar Lukman saat menjadi pembicara di seminar Peran Generasi Muda dalam Pencegahan Terorisme, di Yogyakarta, Rabu (28/10/2015).

Menurut Lukman, ada 2 faktor penyebab terjadinya aksi kekerasan dan teror. Pertama, adanya sebagian orang diperlakukan secara tidak adil. Sementara mereka juga mengganggap sistem aparat hukum berlaku tidak adil. Karena itulah mereka merespon dengan cara kekerasan.

"Faktor kedua orang melakukan tindakan ekstrem karena adanya paham keagamaan yang menjadi landasan bagi dirinya melakukan aksi itu. Sehingga ajaran agama yang dipahami tidak pas itu dijadikan justifikasi untuk melakukan aksi teror. Karena itu, kata jihad digunakan justifikasi aksi terorisme," papar Lukman.

Menurut Lukman, sesungguhnya kata jihad tidak dimaknai dengan perang seperti yang diketahui secara umum.

Sementara itu Kepala BNPT Said Usman mengatakan, generasi muda saat ini menjadi sasaran paham radikal baik dari dalam negeri atau luar negeri. Paham seperti ISIS menurutnya, menjadi kekuatan baru di dunia terorisme. Di mana para generasi muda diiming-imingi surga, misi suci dan gaji besar dalam melakukan aksi kekerasan.

"ISIS semakin hari semakin meresahkan. Ajakan mereka kepada generasi muda lebih menakutkan dari Al Qaeda. Sekarang sudah menjadi kekuatan transnasional," ujar dia.

Karena itu, Said meminta kepada generasi muda sebagai bagian aset bangsa, dapat berpartisipasi menanggulangi berkembangnya paham radikal ini di Indonesia. Menurut Said, perlu keterlibatan seluruh elemen masyarakat seperti mahasiswa dan kementerian lainnya untuk menanggulangi paham kekerasan. (Sun/Mut)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya