Bamsoet Golkar: Surat Edaran Kapolri Jangan Jadi Alat Politik

Bambang khawatir surat edaran Kapolri tersebut berpotensi membangun rasa takut publik untuk mengkritik pemerintah.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 05 Nov 2015, 10:20 WIB
Diterbitkan 05 Nov 2015, 10:20 WIB
20151017-Diskusi-Warung-Daun-Jakarta-Bambang-Soesatyo
Sekertaris Frakksi Partai Golkar Bambang Soesatyo saat menghadiri diskusi bertajuk "Setahun Nawacita Jokowi" Jakarta, Sabtu, (17/10). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta- Anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo mengatakan, Surat Edaran (SE) Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti Nomor SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian atau hate speech dapat diterima, selama surat edaran itu tidak disalahgunakan sebagai alat politik penguasa. Kemudian, surat edaran itu juga tidak mengekang kebebasan mengemukan pendapat, termasuk mengkritik pemerintah.

Meski begitu, Bambang juga mengaku khawatir surat edaran tersebut berpotensi membangun rasa takut publik untuk mengkritik pemerintah. Sebab, SE Kapolri itu bisa saja dimaknai sebagai bentuk lain dari pendekatan keamanan.

"Untuk membungkam kebebasan masyarakat mengemukakan pendapatnya. Bahkan ada asumsi SE Kapolri itu sebagai bentuk lain dari pasal mengenai larangan menghina Presiden," kata pria yang akrab disapa Bamsoet ini melalui pesan tertulis di Jakarta, Kamis (5/11/2015).

Politisi Partai Golkar ini mengatakan, agar SE tersebut tidak melumpuhkan prinsip demokrasi. Sehingga sosialisasi SE itu harus intensif agar dipahami semua elemen masyarakat.

"Kapolri dan seluruh jajarannya harus memberi jaminan kepada publik bahwa SE itu tidak menyasar siapa pun yang mengkritik pemerintah," ujar dia.

Bambang mengatakan, sangat penting bagi Polri untuk membuat rumusan yang jelas dan tegas dalam membedakan makna kritik dengan fitnah, penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, memprovokasi, menghasut, dan penyebaran berita bohong.

"Karena tentu saja publik juga butuh jaminan bahwa SE Kapolri itu tidak akan disalahgunakan sebagai alat politik penguasa dan keluarganya. Presiden, Wakil Presiden, para menteri dan pejabat tinggi lainnya tidak boleh menunggangi SE Kapolri itu untuk membungkam arus kritik dari masyarakat," kata Bambang. (Nil/Sss)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya