MA Tolak PK IM2, Awal Belenggu Kebebasan Ekspresi via Internet

Semua orang yang menggunakan smartpone, ponsel, atau laptop bisa dianggap menggunakan pita frekuensi tanpa izin.

oleh Oscar Ferri diperbarui 09 Nov 2015, 14:46 WIB
Diterbitkan 09 Nov 2015, 14:46 WIB
Eks Dirut PT Indosat Mega Media 2 (IM2) Indar Atmanto
Eks Dirut PT Indosat Mega Media 2 (IM2) Indar Atmanto. (Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Mahkama Agung menolak Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan mantan Direktur Utama IM2, Indar Atmanto karena dianggap bertanggung jawab atas dugaan penyalahgunaan jaringan 2,1 Ghz atau 3G. Dalam putusan PK MA itu, Indar tetap dihukum sesuai putusan kasasi MA, yakni vonis 8 tahun dan denda Rp 300 juta serta dihukum membayar uang pengganti Rp 1,358 triliun.

Mengenai itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers menilai, putusan PK itu dapat berpotensi membelenggu kebebasan berekspresi yang dilakukan via internet. Sebab, semua orang yang menggunakan smartpone, ponsel, atau laptop bisa dianggap menggunakan pita frekuensi tanpa izin.

"Pemahaman penegak hukum tentang pita frekuensi tidak sejalan dengan tatanan teknis telekomunikasi dan regulasi. Maka dapat dianalogikan setiap orang, termasuk jaksa, hakim yang menggunakan smartphone, ponsel atau laptop untuk berinternetan bisa dikiriminalkan juga, karena menggunakan pita frekuensi tanpa izin," ucap Direktur Eksekutif LBH Pers, Nawawi Bahrudin di kantornya, Kalibata, Jakarta Selatan, Senin (9/11/2015).

Nawawi menambahkan, beberapa ahli yang dihadirkan dalam sidang-sidang sudah menyatakan tidak ada pelanggaran hukum dalam kasus ini. Bahkan, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudi Antara sependapat dengan pendahulunya, Tifatul Sembiring, bahwa proses kerja sama antara IM2 dan Indosat telah sesuai peraturan yang berlaku.

"Kalau mau konsisten bahwa Indar ini salah, maka seluruh orang pengguna ponsel itu bisa masuk penjara, karena menggunakan frekuensi tanpa izin. Apalagi Menkominfo yang sekarang juga sama dengan Tifatul, menyatakan tidak ada pelanggaran hukum di sini," ucap dia.

Lebih lanjut Nawawi menerangkan, pada dasarnya IM2 tidak membangun jaringan seluler atau BTS. Sehingga tidak dapat diperkarakan telah menggunakan frekuensi sendiri. IM2 dalam kerjasama dengan Indosat berposisi sebagai penyewa jaringan seluler Indosat mobile melalu BTS milik Indosat.

"Itu dapat dibuktikan dengan kartu SIM yang digunakan untuk mengakses internet yang dikeluarkan oleh Indosat IM2‎. Yang wajib membayar biaya penggunaan pita frekuensi adalah Indosat sebagai pemilik BTS. Sedangkan IM2 sebagai penyewa hanya perlu membayar sewa ke Indosat, dan BHP telah dibayar Indosat kepada negara Rp 1,3 triliun," kata Nawawi.

Sebelumnya, MA memutus menolak permohonan PK yang diajukan mantan Dirut PT IM2, Indar Atmanto pada 20 Oktober 2015 lalu. Amar putusan dengan nomor perkara 77 PK/Pid.Sus/2015 itu diketuk palu oleh Majelis PK yang terdiri dari Hakim Agung M Saleh dan beranggotakan Hakim Agung Abdul Latief dan Hakim Agung HM Syarifuddin.

Putusan dinilai bertolak belakang dengan pendapat sejumlah pihak. Karena seluruh regulator mulai dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), hingga Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan kerjasama Indosat dan IM2 dalam penyelenggaraan 3G di frekuensi 2.1 GHz telah sesuai dengan Undang-Undang Telekomunikasi (lex specialist lex generalist). (Nil/Mut)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya