Ini Akar Masalah Freeport Versi Mantan Dirjen Minerba ESDM

Simon mengatakan, tidak dijalankan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 menyebabkan Freeport tidak melaksanakan kewajibannya.

oleh Audrey Santoso diperbarui 21 Nov 2015, 19:02 WIB
Diterbitkan 21 Nov 2015, 19:02 WIB
Tambang Freeport Kembali Telan Korban
Pekerja menyusuri tunnel tambang bawah tanah DOZ PT Freeport Indonesia di Tembagapura, Papua (Antara/Puspa Perwitasari)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Direktur Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Simon F Sembiring mengatakan, akar masalah perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia yang mendasar adalah tidak terimplementasinya Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 tentang Sumber Daya Alam (SDA).

Simon mengatakan, dalam pasal tersebut dijelaskan, bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Tidak terimplementasinya pasal itu dalam kasus Freeport, kata Simon, disebabkan perilaku perusahaan tambang Amerika Serikat itu tidak menjalankan kewajiban divestasinya kepada Pemerintah RI. Seharusnya divestasi tahun ini 20%, nyatanya saham Indonesia di perusahaan asing itu hanya 9,36%.

Lalu, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Inti PP tersebut, kata Simon, pemerintah meringankan beban divestasi Freeport yang seharusnya 51% dalam PP Nomor 42 Tahun 2012, menjadi 30%.

"Ubahlah PP yang sekarang melanggar undang-undang ini. Tujuannya untuk mengimplenmentasikan Pasal 33 Undang-undang Dasar. Masa divestasi 30%, kembalikan dong jadi 51% terhadap perusahaan-perusahaan asing," ujar Simon dalam diskusi bertajuk 'Freeport Bikin Pusing' di Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (21/11/2015).


"Sesuaikan kontrak karya (KK) Freeport dengan isi undang-undang. Divestasi bukan nasionalisasi. Itu bisnis, karena kita beli sahamnya (Freeport)," sambung dia.

Simon menyayangkan sikap Kementerian Keuangan yang tidak menyiapkan dana untuk membeli saham Freeport pada 2015. Sebab, tahun ini Freeport akan melepas sahamnya 10,64%.

"Tapi sayangnya Menteri Keuangan bilang nggak ada duit buat beli saham Freeport. Prosedurnya kalau Pemerintah nggak mau beli, maka akan ditawarkan ke BUMN lalu BUMD dan terakhir ke swasta," tandas Simon.

Pencatutan Nama

Belakangan beredar dugaan anggota DPR berinisial SN mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla (Jokowi-JK), untuk perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia. Bahkan, pencatutan nama tersebut disebut-sebut untuk meminta saham kepada perusahaan tambang Amerika Serikat itu.

Ketua DPR Setya Novanto yang disebut-sebut sebagai anggota dewan yang berinisial SN itu, membantah tudingan miring itu. Menurut dia, pihaknya sebagai pimpinan anggota parlemen sangat menjaga etika.

Dugaan pencatutan nama Jokowi-JK tersebut telah dilaporkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said ke Majelis Kehormatan Dewan (MKD) DPR. Hingga kini laporan tersebut sedang ditangani MKD. (Rmn/Yus)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya