PPATK: Kepercayaan Publik pada Polisi Tangani TPPU Terendah

Polri berada di urutan 10 dengan 26 persen, di bawah Kejaksaan Agung dengan 28 persen.

oleh Luqman Rimadi diperbarui 27 Nov 2015, 14:55 WIB
Diterbitkan 27 Nov 2015, 14:55 WIB
Cegah Pencucian Uang, PPATK Gandeng Emtek
Kepala PPATK Muhammad Yusuf mengapresiasi kerja sama dengan grup Emtek. Ia berharap dengan kerjasama ini mendorong PPATK semakin dikenal masyarakat, Jakarta, Jumat (17/4/2015). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) merilis hasil penelitian Indeks Persepsi Publik Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Pendanaan Terorisme. Hasil penelitian menemukan kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan polisi mengungkap TPPU menempati urutan paling buncit.

"Polri di urutan 10, sedangkan di atasnya berada Kejaksaan Agung dengan 28 persen. Jadi dapat disimpulkan, tingkat kepercayaan penegak hukum TPPU oleh penyidik Polri dan Kejaksaan masih rendah," ujar Direktur Pemeriksaan dan Riset PPATK Ivan Yustiavandana di Kantor PPATK, Jalan Ir. Djuanda, Jakarta, Jumat, (27/11/2015).

Ivan menyatakan, hanya 26 persen masyarakat yang percaya bahwa kepolisian dapat bebas dan efektif memberantas praktek pencucian uang. Hal itu menjadikan institusi tersebut paling diragukan publik dapat membongkar berbagai praktik pencucian uang.

Berbanding terbalik dengan Polri, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menempati posisi pertama. Penelitian yang menerapkan model National Risk Assesment (National Risk Assesment) itu menempatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga negara yang paling bebas dan efektif memberantas tindak pidana pencucian uang.

"Pada indeks kepercayaan publik ini, publik meyakini Komisi Pemberantasan Korupsi berada di peringkat pertama dengan 65 persen. Secara berturut-turut, disusul Bank Indonesia (64 persen), Otoritas Jasa Keuangan (63 persen) dan PPATK 60 persen," ungkap Ivan.

Awareness Meningkat

Dalam survei tersebut, PPATK menemukan jika masyarakat telah memahami bahwa tindakan pencucian uang dapat dikriminalisasi. Menurut Ivan, sebanyak 97,3 persen masyarakat setuju bahwa setiap orang yang melakukan transaksi dengan menggunakan dana yang berasal dari tindak pidana dapat dikenakan pidana pencucian uang.

"Ini menunjukkan bahwa tingkat awareness masyarakat secara umum atas TPPU sudah baik," ucap dia.

Ivan mengatakan, survei indeks persepsi publik itu melibatkan 11 Bank dengan 600 kantor cabang diseluruh wilayah Indonesia dengan responden sebanyak 3.000 orang nasabah bank yang dipilih denhan menggunakan pendekatan berbasis resiko terhadap terjadinya pencurian uang di Indonesia.

"Responden bebas menilai atas beberapa pertanyaan yang kami ajukan. 5 lembaga teratas itu bagus, sedangkan yang berada di bawah 5 jelek. Survei ini benar-benar dilakukan secara independen dan kami tidak turut campur dalam menentukan pilihan tersebut," ucapnya.

Sementara itu, Kepala PPATK M.Yusuf mengatakan Indeks persepsi TPPU dan TPPT merupakan visualiasi dari apa yang telah lama dilakukan oleh PPATK dalam upaya pencegahan tindak pencucian uang dari sudut pandang para pemangku kepentingan di Indonesia.

"Kegiatan ini dimaksud untuk melakukan self evaluation terhadap capaian yang telah dihasilkan sejauh ini dalam penerapan rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme," ucapnya.

Hasil penelitian ini, kata Yusuf, sekaligus menjadi petunjuk mengenai apa yang diharapkan oleh masyarakat Indonesia terhadap iklim penegakan hukum di Indonesia yang terus mengalami dinamika, khususnya dalam penanganan tindak pidana pencucian uang. (Din/Mut)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya