Liputan6.com, Jakarta - Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti mengaku sudah mendengar rekaman perbincangan antara Presiden Direktur PT Freeport Maroef Sjamsoeddin, pengusaha Riza Chalid, dan Ketua DPR Setya Novanto. Rekaman itu dinilai dapat dikategorikan sebagai pemufakatan jahat.
"Kalau itu pemufakatan jahat, sih, bisa. Itu pidsus (pidana khusus)," kata Badrodin di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (4/12/2015).
Meski begitu, menurut Badrodin, hal itu harus didalami dengan mengkonfrontasi pihak-pihak terkait. Polri tak mau mencampuri penyelidikan yang tengah dilakukan pihak Kejagung kendati siap jika dimintai bantuan.
Advertisement
"Kita kan harus bertanya dulu. Kan, itu ada persepsi antara Pak Maroef dan SN dan MR. Harus dikonfrontasi mana yang benar. Apakah itu sudah benar menurut itu? Kan belum (tentu). Jadi kita menunggu," dia menjelaskan.
Badrodin menuturkan hingga kini pihaknya menunggu hasil sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR yang tengah berproses. Sidang digelar untuk mengungkap dugaan pelanggaran kode etik Ketua DPR Setya Novanto.
Baca Juga
Kejaksaan Agung juga langsung tancap gas menyelidiki rekaman 'Papa minta saham'. Pihaknya telah memeriksa Presiden Direktur PT Freeport Maroef Sjamsoeddin. Bahkan, telepon seluler yang merekam pembicaraan tersebut telah diamankan Kejagung.
Rencananya, Menteri ESDM Sudirman Said juga akan diperiksa pada pekan depan. Hal ini lantaran sang menteri saat ini tengah berada di luar negeri.
Setya Bantah
Ketua DPR Setya Novanto membantah bahwa dia meminta saham kepada PT Freeport Indonesia dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Pertemuannya dengan bos perusahaan tambang itu dinilai hanya untuk mengetahui bagaimana masalah perpanjangan kontrak karya dan lainnya.
"Saya tahu kapasitasnya memang cuma ingin tahu waktu bertemu itu. Hati-hatilah kepada saya. Hati-hati bahwa soal Freeport ini kan kepentingan jauh. Jadi, kalau saya dibilang saya minta saham itu enggak mungkin," kata Setya di kediamannya, Jakarta, Rabu (18/11/2015).
Menurut Setya, dia tidak akan meminta saham kepada Freeport karena dia menghormati kode etik, baik yang ada di Indonesia dan Amerika.
"Yang kita kenal itu adalah peraturan foreign corruption practice act itu aturanya tentang transparansi masalah penyuapan dan korupsi. Dalam investasi baik di Amerika maupun luar Amerika," ucap Setya Novanto.**