Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) menggelar sidang dugaan pelanggaran kode etik terkait pencatutan nama Presiden Jokowi, secara tertutup terhadap Ketua DPR Setya Novanto. Hal itu pun menimbulkan kecaman dari sejumlah tokoh lintas agama.
Sekretaris Umum Persatuan Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Ketut Purwata menilai, seharusnya MKD bisa membuka kasus 'Papa Minta Saham' ini dengan seterang-terangnya. Kasus ini telah menggambarkan karut marutnya pengelolaan sumber daya oleh negara, yang seharusnya menjadi celah anggota DPR bisa menyelesaikan masalah itu.
"Apa yang terjadi hari ini, bisa jadi hanya bagian kecil atau puncak dari gunung es yang sesungguhnya, di mana semakin karut marutnya pengelolaan nasib bangsa, termasuk aset negara. Tidak ada kata lain selain menuntut agar kasus ini dapat diselesaikan secara benar," ujar Ketut di Gedung PGI, Jakarta, Jumat (11/12/2015).
Baca Juga
Sementara itu, di tempat yang sama, Sekretaris Umum PGI Pendeta Gomar Gultom meminta, jangan ada persengkongkolan antara elite politik, agar kasus tersebut berakhir tanpa ada satu pun yang harus bertanggung jawab, terutama dalam menjaga marwah DPR.
"Problemya, ketika elite politik ini bersekongkol untuk melindungi itu, berarti kita dengan segera bisa menyimpulkan ada persekongkolan untuk hasil bumi kita dinikmati oleh mereka dan bukan dinikmati oleh rakyat," tutur Pendeta Gomar.
Karena itu, dia meminta agar para ketua umum partai politik, bisa mengimbau kadernya di DPR agar bisa menjaga konsitusi itu.
"Seruan untuk pimpinan partai, untuk segera mendorong anggota DPR, yang bagian dari partai, untuk menjaga konstitusi. Tidak semestinya anggota DPR itu mengangkangi konstitusi. Jangan sampai terjadi kejahatan konstitusi," tandas Gomar.
Segera Tetapkan Sanksi
Tokoh rohaniawan katolik Franz Magnis Suseno meminta MKD serius dan tidak bertele-tele menyelesaikan dugaan pelanggaran etik Ketua DPR Setya Novanto. Meski sulit, MKD mesti segera memutuskan sanksi terhadap pria yang akrab disapa Setnov itu.
"MKD harus memberikan sanksi. Harus secepatnya diputuskan. Jangan lagi memperlambat kasus ini," ujar pria yang akrab disapa Romo Magnis ini.
Magnis pun meragukan MKD bisa memberikan hukuman berat kepada Setnov seperti meminta mundur dari jabatan Ketua DPR.
"Sanksi MKD itu mesti berat. Tapi, beratnya itu mundur. Itu yang sesuai, layak sanksinya. Macam ini tak bisa menjadi wakil rakyat," jelas dia.
Magnis menegaskan, bila Setya Novanto terbukti melanggar etika, maka sanksinya harus berat. Sebab, statusnya sebagai pimpinan tertinggi DPR seharusnya bisa memperlihatkan sikap kenegarawanan.
"Itu yang bisa ditunjukan saya rasa. Baiknya mundur. Tapi, apakah MKD bisa tegas? Makanya ini yang harus diperhatikan. Nurani setiap anggota MKD harus dibuka," pungkas Magnis.