Formappi: Penolakan Kejagung Tanda Ketidakpercayaan pada MKD

MKD semestinya belajar dari persidangan tertutup yang dilakukan atas permintaan Setya Novanto.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 11 Des 2015, 16:49 WIB
Diterbitkan 11 Des 2015, 16:49 WIB
Sebasian Salang
Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) menolak menyerahkan rekaman percakapan Ketua Perwakilan Rakyat (DPR) dengan pengusaha Riza Chalid dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

Penolakan yang disebabkan amanat Maroef itu dinilai tepat dan pantas. Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai penolakan menjadi bukti hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap MKD.

"Itu sudah pantas. Orang sudah kehilangan kepercayaan dengan MKD. Lihat saja, 2 orang sebelum Setnov siap diperiksa. Tapi orang yang mau diputuskan melanggar kode etik atau tidak, dengan mudah membuat MKD bungkam," ujar Sebastian di Gedung PGI, Jakarta, Jumat (11/12/2015).

Menurut dia, apa yang dilakukan MKD pada Senin 7 Desember 2015 kemarin, justru melecehkan DPR. MKD semestinya belajar dari peristiwa itu.

"Jelas MKD melecehkan lembaga DPR itu. Inilah pelajaran penting bagi MKD. Memegang teguh kepercayaan seseorang," ujar Sebastian.

MKD, lanjut dia, seharusnya fokus pada pelanggaran kode etik, bukan sibuk mencari rekaman asli atau tidak. Apalagi, semua pihak yang dipanggil dalam sidang sudah mengakui adanya pertemuan.

"Ini harusnya fokus pada etiknya. Bukan mencari rekaman asli atau tidak. Semua pihak sudah mengakui, Pak Setya Novanto juga sudah mengakui adanya pertemuan itu. Ini sudah cukup," pungkas Sebastian.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya