Liputan6.com, Jakarta - Seorang anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Supratman Andi Atgas menilai, keterangan yang disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said dan Menteri Koordinator Politik Hukum, Keamanan (Polhukam) Luhut Binsar Pandjaitan, tidak bisa menjadi bukti dalam memutus perkara dugaan pelanggaran etik Setya Novanto. Apa alasannya?
"Yang boleh jadi saksi, yang hadir dalam pertemuan itu. Kayak Pak Sudirman Said ngapain kita dengar orang dia cuma denger cerita dari Pak Maroef Sjamsoeddin (Presiden Direktur PT Freeport Indonesia)," kata Supratman di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (16/12/2015).
Baca Juga
Menurut Politikus Gerindra ini, saksi adalah orang yang menyaksikan sendiri kejadian yang disebut sebagai perkara. Yakni, Ketua DPR Setya Novanto, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin, dan pengusaha minyak Riza Chalid.
"Ada Pak Maroef Sjamsuddin. Harusnya yang dihadirkan Pak Riza Chalid. Kalau yang namanya saksi kan orang yang mendengar sendiri, menyaksikan sendiri. Nah Pak Sudirman dan Pak Luhut apa yang dialami sendiri?" jelas dia.
Politikus asal Celebes ini berpedapat, Sudirman Said dan Luhut bukanlah sumber asli atau saksi kunci, meski Sudirman sendiri yang melaporkan kasus 'Papa Minta Saham' tersebut ke MKD.
Untuk itu, menurut dia, keterangan Sudirman Said maupun Luhut tak bisa dijadikan bukti.
"SS ya pelapor, kualifikasinya tidak boleh jadi saksi. Dalam istilah hukum kualifikasinya masuk testimonium de auditu, saksi yang hanya mendengarkan dari orang lain. bukan sumber aslinya," beber Supratman.