Liputan6.com, Jakarta - Rancangan Undang-Undang Contemp of Court (CoC) atau penghinaan pada pengadilan tengah digodok di DPR. Revisi itu menuai pro dan kontra. Sebab, siapa pun yang menghina persidangan, termasuk putusan majelis hakim, bisa dipidanakan.
Mengenai hal itu,‎ Mahkamah Konstitusi (MK) buka suara. Menurut Ketua MK, Arief Hidayat, RUU CoC itu diperlukan untuk menjaga peradilan. Karenanya, dia mendukung RUU CoC itu.
"Memang peradilan lembaga yang sangat lemah sehingga harus dijaga. Ketentuan ini termasuk menjaga harus dipatuhi supaya tidak dilecehkan," kata Arief di Gedung MK, Jakarta, Kamis (31/12/2015).
‎Tapi demikian, Arief menyerahkan sepenuhnya kepada DPR. Sebab, DPR adalah lembaga yang sah dalam pembuatan undang-undang. Termasuk menggodok materi-materi dalam pasal yang dicantumkan.
"Kalau ada usulan RUU Contemp of Court, silakan. Kita serahkan pada DPR dan Presiden," ujar Arief.
Namun Arief enggan larut dalam polemik yang timbul oleh sejumlah pihak. Terutama yang mengkritik adanya pasal-pasal yang dianggap kontroversi. Seperti pasal yang mengatur tentang ancaman pidana bagi pengkritik putusan majelis hakim dalam sebuah perkara, yakni penjara maksimal 10 tahun.
"Kalau soal pasal-pasalnya, tolong jangan paksa kami berkomentar, karena kami takut melanggar kode etik," ucap dia.
Keengganannya berkomentar lebih detail itu, lantaran dia tidak mau menjadi gaduh. Sebab, bisa jadi, MK dan DPR beda pandangan mengenai materi pasal-pasal. Apalagi, setiap produk undang-undang berpotensi diujimateri ke MK.
Baca Juga
"Kami tidak mau berkomentar. Kami setuju pesan Pak Presiden jangan buat gaduh. Takutnya kami ngomong begini, DPR berkata lain. Soalnya produk undang-undang berpotensi jadi perkara di sini," ujar Arief.
Untuk diketahui, saat ini DPR memasukkan RUU Contempt of Court ke dalam program legislasi nasional (prolegnas). Meski sudah masuk ke dalam prolegnas, RUU ini tidak menjadi salah satu RUU prioritas DPR.
MA pun selama ini selalu mendorong pentingnya keberadaan RUU ini. Sebab hingga kini Indonesia belum memiliki UU yang mengatur tentang penghinaan pada pengadilan.
‎Namun, materi penghinaan pada pengadilan oleh seseorang melalui media massa untuk dimasukkan ke dalam RUU Contempt of Court masih menimbulkan perdebatan. Pasalnya, di satu sisi sejumlah kalangan menilai aturan itu bisa berpotensi membelenggu kebebasan pers, di sisi lain aturan itu dinilai beberapa pihak sangat diperlukan, karena proses maupun putusan pengadilan seringkali menjadi objek penghinaan seseorang lewat media massa.
Materi itu sejatinya sudah termuat dalam draft Revisi KUHP yang saat ini masih tengah digodok di DPR. Misalnya, dalam Pasal 327 Revisi KUHP yang berbunyi:
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV bagi setiap orang yang secara melawan hukum:
a. menampilkan diri untuk orang lain sebagai peserta atau sebagai pembantu tindak pidana, yang karena itu dijatuhi pidana dan menjalani pidana tersebut untuk orang lain;
b. tidak mematuhi perintah pengadilan yang dikeluarkan untuk kepentingan proses peradilan;
c. menghina hakim atau menyerang integritas atau sifat tidak memihak hakim dalam sidang pengadilan; atau
d. mempublikasikan atau membolehkan untuk d‎ipubliÂkasikan segala sesuatu yang menimbulkan akibat yang dapat mempengaruhi sifat tidak memihak hakim dalam sidang pengadilan.