Gugatan Praperadilan RJ Lino Ditolak

Hakim Udjiati mengesampingkan keterangan ahli dari pihak pemohon maupun termohon, lantaran sudah masuk pokok perkara yang harus dibuktikan.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 26 Jan 2016, 11:37 WIB
Diterbitkan 26 Jan 2016, 11:37 WIB
20151203-RJ Lino Rapat Pansus Pelindo II-Jakarta-Johan Tallo
RJ Lino bersikeras pendapatan Pelindo II masuk ke kas Pelindo tidak masuk ke kas negara kendati Pelindo II merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Jakarta, Kamis (11/3/2015). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Gugatan praperadilan mantan Dirut PT Pelindo II RJ Lino atas penetapannya menjadi tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ditolak oleh Pengadilan Jakarta Selatan.

"Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima seluruhnya," ujar Hakim tunggal Udjiati dalam putusan persidangan di PN Jaksel, Selasa (26/1/2016).

Hakim Udjiati menyebutkan, permohonan praperadilan RJ Lino ditolak salah satunya atas pertimbangan, penyidik KPK berhak melakukan penyidikan terhadap kasus yang menjerat RJ Lino, sehingga dianggap sah.

"Penyidikan yang dilakukan KPK adalah sah," ujar dia.

Hakim Udjiati juga mengesampingkan keterangan ahli dari pihak pemohon maupun termohon, lantaran sudah masuk pokok perkara yang harus dibuktikan di persidangan.

 



"Bukti penetapan tersangka, hakim akan mengesampingkan karena sudah masuk pokok perkara," tegas dia.

KPK sebelumnya menetapkan RJ Lino sebagai tersangka atas kasus dugaan korupsi pengadaan Quay Container Crane ‎di PT Pelindo II tahun anggaran 2010.

Keputusan Hakim tunggal Udjiati ini sekaligus menjadi kemenangan pertama pimpinan KPK yang baru, terkait gugatan praperadilan.

"Hakim sudah mempertimbangkan keseluruhannya dalam segala aspek untuk memutuskan penolakan itu," tegas Wakil Ketua KPK yang hadir dalam persidangan itu, Basaria Pandjaitan.

Sementara itu, kuasa hukum RJ Lino, Maqdir Ismail menyampaikan ketidak puasannya terhadap putusan tersebut.

"Hakim telah mengesampingkan terkait kerugian negara. Bahwa itu pokok perkara, itu kekeliruannya. Sebab kalau dalam pokok perkara, itu untuk membuktikan orang melakukan kejahatan atau tidak," pungkas Maqdir.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya