Liputan6.com, Jakarta - Perempuan paruh baya datang ke Polda Metro Jaya dengan membawa nasi padang dengan lauk ayam goreng dan rendang. Apa pun dilakukan oleh Imelda Wongso, ibunda Jessica Kumala Wongso untuk mengembalikan nafsu makan anak bungsunya.
Jessica tengah dirundung masalah. Dia harus tinggal di ruang tahanan yang hanya seluas 2 x 3 meter. Hari-hari perempuan cantik berwajah oriental itu pun dihabiskan dengan membaca majalah perempuan dan tidur.
Pada hari pertama, dia tak bernafsu makan. Hari-hari berikutnya perempuan 27 tahun itu memilih tak menyentuh makanan tahanan yang terdiri dari lauk seadanya.
Jessica hanya mau memakan makanan yang dibawakan penasihat hukumnya dan orangtuanya. Nasi padang dengan lauk ayam goreng dan rendang adalah favoritnya. Bahkan, Imelda Wongso datang sambil membawa kudapan donat.
Baca Juga
Baca Juga
Tak hanya dimanjakan oleh orangtuanya, Jessica juga mendapat perlakuan manis dari kepolisian. Pengurus Rumah Tahanan Direktorat Reserse Kriminal (Ditreskrim) Polda Metro Jaya biasanya menyajikan sayur bening, tahu atau tempe, serta nasi dengan porsi sedikit.
"Ada jatah buat Jessica, tapi dia tak makan itu," ujar Direktur Perawatan Tahanan dan Barang Bukti Ditreskrim Polda Metro Jaya Ajun Komisars Besar Barnabas ketika dihubungi di Jakarta, Rabu 3 Februari 2016.
Advertisement
Guna menjaga kondisi kesehatan Jessica, kata Barnabas, biasanya penjaga rutan memberinya nasi kotak, yang merupakan jatah makan penyidik.
"Kalau makanan, Jessica itu biasanya dari penyidik," kata Barnabas.
Di sel tahanan, hawa pengap terasa menyeruak. Sirkulasi udaranya sangat minim, karena berdinding tebal dan berlapis jeruji besi. Di dalam, Jessica tengah cemas menunggu nasibnya.
Dia harus menghabiskan hari-harinya di sel tahanan yang berada di sisi kiri paling belakang rumah tahanan Polda Metro Jaya. Nasibnya tak jelas hingga hakim memutuskan siapa yang telah membunuh Wayan Mirna Salihin.
Hidupnya berubah 180 derajat setelah Jessica minum kopi cantik bersama Mirna dan Hanie Juwita Boon. Saat menyeruput es Kopi Vietnam, Mirna kejang-kejang. Tubuhnya kaku. Kondisinya kian menurun hingga akhirnya tewas di RS Abdi Waluyo Menteng.
Polisi langsung menyelidiki kasus ini. Menurut Polisi, bukti-bukti mengarah ke Jessica. Polisi duga dialah yang menaburkan sianida di kopi nahas itu. Sebab Jessica-lah yang memesankan kopi untuk sang pengantin baru itu.
Kopi untuk Jessica
Selain itu Jessica juga tak jarang minta dibelikan kopi oleh penjaga rutan. Jadwal ngopi dia adalah sore atau malam hari.
Padahal beberapa waktu lalu perempuan berusia 27 tahun itu sempat mengaku sejak kematian Mirna, dia tak ingin menyeruput kopi. Ditambah lagi dia memiliki sakit mag.
Selama di tahanan, bungsu dari 3 bersaudara itu biasa minta dibelikan kopi saat sore atau malam hari. Hal ini diungkapkan Direktur Perawatan Tahanan dan Barang Bukti AKBP Barnabas.
"Dia yang minta itu kopinya," ujar Barnabas.
"Kita kasihan juga, akhirnya ya (kami) diberikan. Sore atau malam (biasanya pesan kopi)," imbuh dia.
Jessica menuturkan, kematian Mirna akibat kopi sianida membuat dirinya trauma dan syok. Sejak saat itu, ia mengaku putus hubungan dengan kopi.
"Sejak kejadian itu (kematian Mirna), hubungan dengan kopi putus karena membuat saya sedih," kata Jessica kepada Liputan6.com, Liputan 6 SCTV dan Fokus Indosiar di Jakarta pada Kamis 28 Januari 2016.
Jauh sebelumnya, saat pemeriksaan ke-5 dirinya di Mapolda Metro Jaya, Jessica juga menjelaskan bahwa gangguan lambung yang dideritanya membuatnya takut mencicipi es kopi Vietnam Mirna. Apalagi pembuat kopi di Olivier Cafe mengatakan rasa kopi itu kuat (mengandung banyak kafein).
"Soalnya sakit lambung, punya mag, jadi tidak ikut minum," kata Jessica usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi kematian Wayan Mirna Solihin di Mapolda Metro Jaya, Jakarta pada Rabu malam 20 Januari 2016.
"Dan saya diperingatkan sama mas yang sediain itu kalau kopinya strong banget, jadi saya enggak mau coba," tandas Jessica.
Kata Polisi
Terkait hal ini, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Mohammad Iqbal membantah kepolisian memperlakukan Jessica dengan istimewa. Ia mengatakan, jika polisi membelikan tahanan makanan atau minuman, itu karena alasan humanis.
"Kami harus tegakkan hukum kepada siapa pun. Tapi di satu sisi, kami adalah pelayan dan pelindung masyarakat. Walaupun (Jessica) ditahan, kami harus penuhi unsur kemanusiaan," ucap Iqbal di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (4/2/2016).
"Perkara membawakan sate, donat tidak ada masalah. Itu pelayanan kami pada siapa pun. Tidak hanya kepada tersangka J," ucap Iqbal.
Hal Biasa
Beberapa hari menghuni jeruji besi, Jessica sempat dikabarkan depresi. Namun berita ini dibantah polisi. Bidang Kedokteran dan Kesehatan (Biddokkes) Polda Metro Jaya menyatakan, kondisi tersangka kasus kematian Wayan Mirna Salihin ini dinyatakan baik.
Selama Jessica ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Mapolda Metro Jaya, dokter polisi sudah memeriksa Jessica sebanyak 3 kali, yaitu Sabtu pagi, Sabtu malam dan Minggu malam.
"Bagus secara psikis, ya. Kemudian sudah kita periksa kesehatannya 3 kali, tekanan darah normal, tidak ada demam, tidak ada keluhan," ujar Kabiddokkes Polda Metro Jaya Kombes Musyafak di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa 2 Februari 2016.
"Kondisi psikis saya pikir baik. Adapun barangkali beda dengan yang sebelumnya di rumah bebas sama keluarga, ini mungkin di situ (tahanan) sendiri. Masih dalam batas wajar," sambung dia.
Terkait keluhan Jessica yang disebut-sebut tidak nafsu makan, kata Musyafak, dianggap biasa oleh tim dokter yang menangani.
Menurut Musyafak, biasanya tahanan baru memang perlu waktu untuk beradaptasi dengan menu makanan penjara yang ala kadarnya.
Dia berpendapat, seiring waktu Jessica akan dapat beradaptasi dengan menu penjara yang akan jadi santapan sehari-harinya.
"Memang Minggu mengeluh kurang nafsu makan. Saya kira agak wajar karena mungkin menunya enggak cocok. Saya kira menunya ya menu tahanan, ya. Ya nasi biasa, lauk seperti tahanan yang lain, tidak ada beda," jelas Musyafak.
Dia menegaskan, Jessica yang ditahan di sel khusus itu nampak tenang dan tidak menunjukkan ekspresi histeris atau pun berontak, selama bermalam di hotel prodeo.
Selama di sel, lanjut Musyafak, Jessica lebih banyak diam dibanding tahanan lain. Namun, saat diajak berkomunikasi, perempuan 27 tahun itu dapat merespons dengan baik tanpa emosi atau nada sedih.
"Secara implisit tidak (ada gangguan psikis) ya. Tidak berontak, tidak kemudian histeris, normatif. Kalau ada perubahan saya kira wajar karena biasanya bebas, biasanya sama keluarga, kemudian berada di sini, wajar," kata dia.
"Memang dari awal yang bersangkutan memang agak pendiam, enggak seperti yang lain. (Komunikasi) wajar, normal, ditanya juga jawab," imbuh Musyafak.
Tangis Jessica
Sepupu sekaligus penasihat hukum Jessica, Yudi Wibowo mengatakan, sambil menangis Jessica meminta kepadanya agar berkas kasusnya cepat selesai dan dipersidangkan. Tak lama, Jessica kembali mengendalikan dirinya dengan mengusap air mata dan mendengarkan nasihat Yudi.
"Saya bilang, selesaikan kasus bukan kayak beli pisang goreng. Beli langsung dapat. Ada prosesnya. Ya saya bilang dia harus sabar, tabah, dan kuat. Serahkan sama Tuhan dan saya dan tim terus berjuang," kata Yudi.
Yudi mengaku tak tega melihat Jessica mengenakan baju tahanan berwarna oranye itu. Ia pun memilih tak berlama-lama di sana. "Saya mau nangis lihat adik saya seperti itu."
Lebih jauh Yudi menambahkan, pihak keluarga Jessica tidak akan meminta maaf kepada keluarga Mirna. Sebab, hingga saat ini tidak ada yang dapat membuktikan bahwa Jessica membunuh Mirna.
"Tidak ada minta maaf, karena Jessica tidak berbuat," kata Yudi.
Yudi beralasan, penolakan karena sampai saat ini pihaknya berkeyakinan polisi belum bisa membuktikan bahwa kliennya yang menaruh sianida di kopi Mirna.
"Jessica tidak meracuni, jadi jangan berandai-andai. Polisi saja belum bisa membuktikan dengan tepat," ujar Yudi dengan nada tinggi.
Meski menganggap polisi belum memiliki bukti yang kuat untuk menjerat kliennya sebagai tersangka kasus pembunuhan berencana, Jessica belum terpikir untuk mempraperadilankan kepolisian.