Liputan6.com, Jakarta - Ketika sejumlah nama yang sarat pamor dengan tegas mendeklarasikan diri akan maju pada Pilgub DKI Jakarta 2017, Ridwan Kamil seolah tak terpengaruh. Wali Kota Bandung itu tak mau ikut dalam hiruk pikuk pencarian calon pemimpin di Ibu Kota. Padahal, nama dia ikut digadang-gadang sebagai salah satu penantang utama sang petahana Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Ridwan Kamil atau Emil sejak lama sudah diramal akan 'hijrah' ke Jakarta. Menyandang nama yang lekat dengan sikap merakyat, bersih, gaul dan muda, Emil dianggap tepat memimpin Ibu Kota. Sayang, dalam berbagai kesempatan dia tak mudah untuk menyampaikan sikap yang tegas terkait namanya yang selalu dikaitkan dengan Pilgub DKI.
Baca Juga
Alih-alih menyatakan kesediaan, Emil pada suatu kesempatan tahun lalu malah menyodorkan nama lain yang menurutnya pantas 'bertarung' di Jakarta. Dia menyebut Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini lebih tepat ketimbang dirinya untuk maju sebagai orang nomor satu di Ibu Kota.
Advertisement
"Bu Risma lebih pas (jadi Gubernur DKI Jakarta)," kata Emil di Pendopo Kota Bandung, Jawa Barat, awal Mei tahun lalu.
Emil beralasan, dirinya baru menjabat sebagai Wali Kota Bandung selama satu tahun. Sedangkan Risma, masa jabatannya akan segera habis.
"Ya karena Bu Risma tahun ini selesai (masa jabatannya). Saya baru mulai, jadi tidak pas (dipilih jadi Gubernur). Kalau Bu Risma sudah satu periode," terang dia.
Namun, jika melihat perkembangan yang terjadi sejak awal tahun lalu hingga kini, banyak faktor sebenarnya yang membuat Emil terkesan ragu dan setengah hati untuk maju di Pilgub DKI.
Pilgub DKI dan Jabar
Salah satu yang menjadi pertimbangan beratnya Emil melaju ke Jakarta adalah masa jabatan sebagai Wali Kota Bandung yang baru akan selesai pada 2018 mendatang. Sementara, Pilkada DKI akan digelar pada 2017.
"Kalau ditanya, beratnya cuma satu. Kalau saya ke Jakarta, saya masa jabatan di Bandung kediskon setahun. Kalau start-nya sama, finish-nya sama, teknis beradu lagi di pilkada lain, fair. Kan pasti pertanyaannya, kenapa pindah? Kan ini belum selesai. Pasti itu jadi dilema juga," tutur Emil di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Kamis 28 Januari lalu.
Ditambah lagi, banyak warga Bandung yang tak mau ditinggalkan wali kotanya. "Dengarkan juga curhatan warga Bandung yang rata-rata enggak mau ditinggal. Semua saya dengar," kata dia.
Dilema lain, Pilgub Jabar akan berbarengan dengan Pilgub DKI. Di sinilah hitung-hitungan politik Emil harus tajam. Emil bisa saja mengikuti kedua ajang pemilihan kepala daerah itu, namun harus memilih dengan pertimbangan yang realistis. Di Ibu Kota, banyak pesaing yang tak kalah kuat, sementara di Jabar boleh disebut hingga kini Emil belum punya lawan sebanding.
Seperti dikatakan politikus Golkar Ade Komaruddin, dia akan sangat menyayangkan jika Emil ikut bertarung di Pilgub DKI. Ketua DPR ini mengatakan, Jawa Barat khususnya Bandung sangat membutuhkan sosok Ridwan Kamil yang dianggap paling memahami masyarakatnya.
"Saya enggak ikhlas Ridwan Kamil maju Pilgub Jakarta. Jawa Barat butuh Ridwan Kamil, dia bagus di Bandung," kata pria yang karib disapa Akom ini di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat 29 Januari lalu.
Advertisement
Pilihan Partai Gerindra
Emil memang salah satu calon potensial yang diandalkan Partai Gerindra untuk bertarung di Pilgub DKI 2017. Namun, Emil bukanlah satu-satunya nama yang didukung partai ini. Ada 14 nama yang sejak awal masuk dalam penjaringan Gerindra.
Namun, dari 14 bakal calon yang masuk penjaringan itu, hanya pengusaha Sandiaga Uno yang diminta langsung Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto untuk ikut seleksi bakal cagub DKI.
"Kalau saya ibaratkan, calon-calon ini dalam rahim Gerindra, tapi Sandiaga Uno yang sudah dapat perintah langsung dari Pak Prabowo untuk ikut," ungkap Ketua Tim Penjaringan Cagub Partai Gerindra, Syarif, Jumat 12 Februari lalu.
Artinya, langkah Emil untuk mendapat dukungan penuh dari Gerindra belum pasti dan bulat. Tentu saja hitung-hitungan politik tentang peluang dan pilihan-pilihan realistis tengah dimainkan.
Misalnya, apakah Gerindra akan berspekulasi mendukung Emil untuk Jakarta dan melepas Jawa Barat yang relatif lebih mudah untuk direbut. Atau memastikan Jabar di tangan dan mencari calon potensial lain untuk menantang Ahok di Ibu Kota?
Sulitnya Membendung Ahok
Emil agaknya sadar betul kalau hingga kini dia belum bisa menandingi popularitas Ahok. Meski selalu tampil menjadi penantang utama, jarak antara Ahok dan Emil masih sangat jauh. Paling tidak itu terlihat dalam sejumlah survei yang digelar awal tahun ini.
Berdasarkan survei Centre Strategic and Internasional Studies (CSIS) akhir Januari lalu, tingkat popularitas Ahok masih jauh melampaui nama populer lain yang disebut-sebut akan maju dalam Pilkada DKI Jakarta 2017.
"Sebanyak 45 persen publik di DKI masih memilih Ahok. Sedangkan di urutan kedua yaitu Ridwan Kamil yang berada pada angka 15,75 persen. Dan pada posisi ke 3, berada di bawah 10 persen yaitu Tri Rismaharini yang mendapatkan angka sebanyak 7,75 persen," ujar peneliti CSIS, Arya Fernandes.
Bahkan, berdasarkan survei Populi Center pada 13-17 Februari 2016, angka itu memperlihatkan tren menurun. Dari survei yang melibatkan 400 responden di seluruh wilayah DKI Jakarta itu, nama Ahok meraih 52,2 persen atau unggul dari 7 nama lain, termasuk Emil.
"Dari elektabilitas 8 tokoh, nama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok memang sudah di atas 50 persen. Namun, ada temuan menarik di mana nama Yusril Ihza Mahendra berpotensi menjadi kuda hitam, karena berada di posisi ketiga dengan meraih 6 persen di bawah Ridwan Kamil dengan 12 persen dan Ahok," ujar peneliti Populi, Nona Evita, di Jakarta, Senin 22 Februari 2016.
Yang jelas, Senin besok Emil akan bicara. Dia akan memberikan kepastian tentang apakah dirinya akan ikut dalam kontestasi mencari Gubernur DKI Jakarta atau tidak.
"Saya pengumuman Senin ya, pengumuman maju atau tidaknya Senin," ujar Emil usai bertemu Ahok di Balai Kota Jakarta, Kamis 25 Februari lalu.
Jadi, mana yang dipilih Emil, DKI-1 atau Jabar-1?
Advertisement