Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung terus menelusuri kasus dugaan penyelewengan kontrak pembangunan Menara BCA dan Apartemen Kempinski. Kontrak tersebut melibatkan PT Hotel Indonesia Natour (HIN) dengan PT Grand Indonesia anak perusahaan dari PT Cipta Karya Bumi Indah (CKBI).
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah menyatakan, pihaknya tengah menelusuri pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) 2 gedung tersebut.
"Kita masih pertanyakan itu (IMB) karena di DKI ini kan cukup ketat. Kalau ada IMB saya pertanyakan yang menerbitkan IMB-nya. Orang tidak diperjanjikan kok main dikasih saja izinnya," kata Arminsyah ditulis Rabu (9/3/2016).
Menurut Arminsyah, setiap gedung yang sudah dibangun pasti memiliki IMB yang diterbitkan Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B) DKI Jakarta. Hingga saat ini jaksa penyidik telah memeriksa 8 orang saksi dan 1 ahli dalam penyidikan perkara yang dimaksud. Namun belum ada tersangka yang ditetapkan penyidik dalam perkara itu.
Meski demikian, Arminsyah mengaku pihaknya telah mengantongi kisaran angka kerugian dari pembangunan dua bangunan bermasalah itu. Kerugian negara diprediksi mencapai angka Rp 1,2 triliun.
Baca Juga
"Dari pendapat ahli, kami ingin menilai sebenarnya berapa uang yang harus didapat negara dari pembangunan 2 tower itu. Artinya, di sini GI (Grand Indonesia) sudah dapat duit tapi negara tidak kebagian. Kan membangun itu enggak bisa semaunya. Kalau semaunya berarti (di atas) tanah negara bangun saja, terus nanti dia bilang 'Ini buat negara juga nantinya.' Tidak bisa gitu dong," terang Arminsyah.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung memastikan kasus dugaan pelanggaran kontrak pembangunan apartemen Kempinsky dan Menara BCA di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat sudah masuk ke ranah penyidikan. Pelanggaran kontrak pembangunan 2 gedung tersebut diduga dilakukan PT Grand Indonesia dan PT Cipta Karya Bumi Indah.
"Ini baru kita naikan ke penyidikan," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Arminsyah di kompleks Kejagung, Jakarta, Selasa 23 Februari 2016.
Arminsyah menjelaskan, pihaknya menemukan adanya indikasi tindak pidana pelanggaran perjanjian kontrak terkait pembangunan dua gedung tersebut. Atas pelanggaran kontrak yang dilakukan, Arminsyah menerangkan PT Hotel Indonesia Natour (HIN) milik BUMN merugi. Hal ini terkait dengan tidak adanya pembayaran uang sewa dan pembangunan atas dua gedung yang dimaksud.
"Jadi 2 bangunan itu dibangun di luar perjanjian antara PT GI dan PT HIN. Artinya dari pembangunan itu, enggak ada pemasukan ke negara. Nah nanti dipidana dong," tegas Arminsyah.