Reshuffle Jilid II Bisa Stabilkan Pemerintahan?

Menteri dari kalangan parpol selama ini dianggap sulit menjadi sasaran reshuffle, hal itu dikarenakan faktor kepentingan politik.

oleh Liputan6 diperbarui 04 Apr 2016, 03:33 WIB
Diterbitkan 04 Apr 2016, 03:33 WIB
20151102-Tiga Agenda Yang Dibahas Pada Sidang Kabinet Paripurna di Istana
Presiden Jokowi didampingi Wapres Jusuf Kalla beserta menteri melakukan Sidang Kabinet Paripurna di Istana Kepresidenan, Jakarta,(2/11/2015). Sidang membahas APBN 2016, Persiapan Pilkada, dan Paket Kebijakan Ekonomi VI. (Liputam6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Sering membuat gaduh dan faktor kurang optimalnya kinerja sejumlah pembantu presiden dalam bekerja, dianggap sebagai alasan menguatnya isu perombakan kabinet jilid II.

Meski belum diketahui kepastian waktu pengumumannya, namun sejumlah sinyal kuat terkait reshuffle sudah dilemparkan presiden Joko Widodo.

Menanggapi hal itu, Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Ahmad Bakir Ihsan menilai, perombakan kabinet adalah solusi terbaik untuk bisa mengoptimalkan kinerja pemerintahan.

"Selain optimalisasi kinerja pemerintah, perombakan juga bisa menjadi solusi stabilitas tatanan pemerintahan," ujar Ahmad, Minggu (3/4/2016)

Ahmad juga menilai ada beberapa anggota kabinet berlatar partai politik (parpol) maupun non-parpol yang sebetulnya bisa menjadi menjadi sasaran reshuffle.


Dari kalangan parpol, ada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan RB) Yuddy Chrisnandi yang saat ini sedang disorot publik terkait beredarnya surat permintaan ke Kemenlu agar KJRI Sydney memfasilitasi koleganya Wahyu Dewanto saat pelesiran ke Sydney, Australia.

"Yuddy dari Hanura harus bertanggung jawab atas bocornya surat kementerian untuk koleganya yang menurut saya menciderai etika birokrasi," tegas Ahmad.

Tak hanya itu, Ahmad juga memandang Jaksa Agung asal Nasdem, M Prasetyo juga layak untuk diganti, karena kerap menuai konflik mulai dari penanganan perkara kasus Bansos Sumut hingga persoalan deponering.

"Publik terlanjur berpandangan bahwa penanganan perkara di bawah kepemimpinan politikus, Kejaksaan dianggap sangat kental akan nuansa politis," papar Ahmad.

Namun, jika menteri dari kalangan parpol selama ini dianggap sulit menjadi sasaran reshuffle, hal itu dikarenakan faktor koneksitas dan kepentingan politik.

"Biasanya menteri parpol agak ribet untuk diganti karena faktor koneksitas dan kepentingan politik," imbuh Ahmad.

Sementara, dari kalangan nonparpol sejumlah menteri yang layak di-reshuffle antara lain Menko Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli dan Menteri ESDM Sudirman Said.

Kedua menteri tersebut dianggap membuat gaduh pemerintahan Jokowi. Misalnya, saat Rizal Ramli yang seenaknya mengganti nama kementeriannya, menjadi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya.

Bahkan, hal tersebut juga sempat disindir Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). Belum lagi perseteruannya mengenai pembangunan kilang minyak Blok Masela dengan Sudirman Said.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya