Ahok: Debat Reklamasi di Pengadilan Saja, Pusing Aku

Ahok mempersilakan pihak yang mempermasalahkan proyek reklamasi mengajukan gugatan ke pengadilan daripada perang opini di media.

oleh Oscar FerriDelvira Hutabarat diperbarui 05 Apr 2016, 22:19 WIB
Diterbitkan 05 Apr 2016, 22:19 WIB
Ahok
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. (Liputan6.com/Ahmad Romadoni)

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengaku lelah menjawab pertanyaan soal reklamasi Teluk Jakarta. Sebab, dia khawatir jawabannya akan dipolitisasi oleh pihak-pihak yang tengah membidik Pilgub DKI 2017.

Karena itu, mantan Bupati Belitung Timur itu mempersilakan pihak yang mempermasalahkan proyek reklamasi mengajukan gugatan ke pengadilan daripada perang opini di media.

"Banyak kerjaan di Jakarta. Kamu kira jadi gubernur ngurus gituan doang? Jadi yang enggak suka, bilang ini ilegal, tuntut aja ke PTUN. Debatnya di pengadilan. Gitu aja. Enggak usah ngomong itu lagilah, pusing aku. Kerjaan banyak," ujar Ahok di Balai Kota Jakarta, Selasa (5/4/2016).

Dia menegaskan akan meladeni gugatan di pengadilan lewat data ketimbang adu argumen di media massa. Karena adu argumen di media massa tak akan membawa manfaat apa-apa.

"Ini ditumpangi pilkada masalah ini. Jadi, kita enggak usah opini di media. Kalau orang yang anggap ini ilegal, silakan bawa ke PTUN. Anda berdebat di situ kami siap meladeni. Kami ada tim dan siap meladeni dari Bappeda," ujar Ahok.

Mantan politikus Gerindra itu pun mengatakan pihaknya siap membantu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk dimintai keterangan dan data terkait Raperda Zonasi dan Reklamasi Pantura.

"Kita patuh pada hukum dan KPK. Kasih kesempatan KPK lakukan proses. Makanya aku juga bilang media jangan terlalu banyak mengangkat ini. Banyak pahlawan kesiangan, tau enggak. Kita sudah siap KPK manggil kami, data apa kami kasih," ucap Ahok.

Balegda Akan Diperiksa KPK, Ini Tanggapan Ahok

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka kemungkinan akan memeriksa seluruh anggota Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD DKI. Menurut Ahok, semua yang berurusan dengan hukum diserahkan ke KPK.

"Ya pokoknya, kita serahkan kepada KPK," ujar Ahok di kawasan Monas, Jakarta Pusat, Selasa (5/4/2016).

Menurut mantan Bupati Belitung Timur itu, selain Balegda DPRD DKI, ia juga yakin KPK akan memanggil pihak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Ia pun sudah memerintahkan kepada seluruh jajaran di bawahnya untuk memberi keterangan yang sejelas-jelasnya kepada KPK jika dipanggil nanti.

"KPK juga pasti akan periksa tim kami. Ada Sekda, ada Deputi Tata Ruang, ada Bappeda, bagian hukum. Kita sudah bilang, siapa pun yang diperiksa semua staf siapa pun termasuk saya kita akan kasih keterangan," ucap Ahok.

Ahok pun menyatakan siap memberi keterangan kepada KPK jika memang penyidik mengagendakan pemeriksaan terhadap dirinya. Tujuannya supaya KPK memiliki gambaran jelas. Sebab, dalam proyek reklamasi pulau ini tentu berkaitan dengan anggaran yang besar.

"Jadi supaya KPK punya gambaran yang jelas. Karena duit besar ini," kata Ahok.

Sebelumnya, KPK menetapkan 3 orang sebagai tersangka kasus dugaan suap Raperda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RWZP3K) Provinsi Jakarta dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara.

Mereka adalah Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohammad Sanusi, Personal Assistant PT APL Trinanda Prihantoro, dan Presiden Direktur PT APL Ariesman Widjaja.

Sanusi diduga menerima suap sebesar Rp 2 miliar? dari PT APL terkait dengan pembahasan Raperda RWZP3K dan Raperda RTR Kawasan Pesisir Pantai Utara Jakarta oleh DPRD DKI. Di mana kedua raperda itu sudah 3 kali ditunda pembahasannya di tingkat rapat paripurna.

Disinyalir pembahasan itu mandek salah satunya lantaran para perusahaan pengembang diduga enggan membayar kewajiban 15 persen dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) atas setiap pembuatan pulau kepada pemerintah. Kewajiban itu yang menjadi salah satu poin dalam draf Raperda RTR Kawasan Pesisir Pantai Utara Jakarta.

Para perusahaan itu diduga ngotot menginginkan hanya 5 persen dari NJOP yang dibayarkan ke pemerintah. Ditengarai terjadi tarik-menarik yang alot antara perusahaan dan pembuat undang-undang mengenai hal itu sebelum raperda itu disahkan menjadi perda.

Adapun selaku tersangka penerima, Sanusi dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan Ariesman dan Trinanda selaku tersangka pemberi dikenakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya