Liputan6.com, Jakarta - Matahari masih menggantung di kaki langit Jakarta ketika belasan pegawai harian lepas di Tempat Pemakaman Umum di Jakarta Selatan meriung di bangunan kecil tempat mereka berkantor pada Rabu sore, 20 April 2016. Keriuhan kecil yang mereka buat terhenti ketika tiga lelaki menyambangi kantor untuk mencari liang lahat buat anggota keluarga yang meninggal tiga hari sebelumnya.
Seorang pegawai meladeni tiga anggota keluarga yang sedang berkabung tersebut. Tak perlu menunggu waktu lama hingga perbincangan beralih ke urusan duit. Pegawai tersebut mengatakan keluarga mendiang biasanya memberikan uang terima kasih kepada petugas yang melakukan penggalian dan penutupan kubur.
Kepada Liputan6.com, seorang anggota keluarga menceritakan maksud kedatangan mereka yang semula ingin mengubah letak makam yang diperuntukkan bagi paman mereka. Makam yang disediakan berada di bagian pinggir TPU dan berdekatan dengan benteng makam. Petak makam juga memiliki kontur tanah menurun. Keluarga tersebut ingin mencarikan lahan di kaveling yang sama, tapi berada lebih ke tengah.
Advertisement
Permintaan uang tambahan untuk pegawai harian lepas tersebut tak sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Pemakaman. Aturan itu menyebutkan ihwal izin penggunaan tanah makam (IPTM) berlaku selama tiga tahun dan dikenai biaya maksimal Rp 100 ribu. Biaya itu sudah termasuk ongkos gali-tutup makam, sound system, dan tenda. “Pagi itu yang dibayarkan Rp 1 juta. Rp 100 ribu dibayarkan di Bank DKI. Rp 900 ribu itu untuk ‘upah’ , dan kemarin aku minta kuitansi, mereka enggak mau,” kata anggota keluarga itu kepada Liputan6.com, Rabu (20/4/2016).
Pungutan liar (pungli) rupanya hal yang lumrah terjadi di TPU. Maraknya pungli membuat Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama meradang ketika memimpin rapat di Balai Kota, Maret lalu. Ahok--sapaan Basuki--mendapatkan rekaman permintaan pungli yang dilakukan Kepala TPU Petamburan, Jakarta Pusat, terhadap anggota keluarga. Ahok pun meminta pemecatan seluruh Kepala TPU di Jakarta. Dia juga mengancam bakal memecat Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman Ratna Diah Kurniati, jika masalah serupa kembali terjadi.
Namun, pungli bukan satu-satunya masalah terkait pemakaman di DKI Jakarta. Pemerhati tata kota sekaligus ahli planologi Universitas Trisakti Nirwono Joga mengatakan keterbatasan lahan menjadi masalah yang harus segera diatasi. Sebab, pungli di pemakaman merupakan salah satu dampak dari makin berkurangnya ketersediaan lahan.
Menurut Nirwono, terbatasnya lahan makam merupakan potret abainya pemerintah dalam mengelola pemakaman. Nirwono menuturkan Pemerintah DKI Jakarta selama ini belum membangun sistem tata kelola pemakaman yang baik, sehingga muncul masalah ketersediaan lahan. “Selama ini kan memang pemakaman di Jakarta ini belum dikelola dengan baik,” kata Nirwono.
Masalah keterbatasan lahan pemakaman bukanlah masalah baru. Cerita menyempitnya lahan kuburan sudah terjadi puluhan tahun silam. Alih fungsi dan tingginya angka kematian jadi faktor penyebab krisis lahan di Jakarta. Contoh paling jelas dari alih fungsi lahan, tampak di TPU Menteng Pulo, Jakarta Selatan.
Mustar, bekas pegawai TPU Menteng Pulo, menceritakan lahan kuburan bekas tempat dia bekerja banyak dialihfungsikan menjadi bangunan fasilitas umum. Banyak kuburan yang dibongkar lantaran tanah makam digunakan untuk keperluan lain. Salah satu bukti alih fungsi tersebut adalah bangunan sekolah di Jalan Minangkabau dan masjid di komplek apartemen milik Grup Bakrie.
“Dulu, sih, masih lengkap. Dari Minangkabau, terus kuburan Islamnya di Bakrie, yang sekarang jadi masjid,” tutur Mustar yang mengabdi di TPU Menteng Pulo sejak 1981 hingga 2004 itu kepada Liputan6.com.
Mencari Lahan Kuburan
Tim Liputan6.com mencoba menelusuri ketersediaan lahan petak makam di TPU Menteng Pulo, Jakarta Selatan, TPU Petamburan, Jakarta Pusat, dan TPU Pondok Ranggon, Jakarta Timur. Tiga TPU tersebut menampung puluhan ribu jenazah sejak puluhan tahun lalu.
Di TPU Pondok Ranggon, tim mendapati jumlah petak makam baru yang tersedia tinggal 1.170. Menurut petugas TPU, Purwanto, lahan petak makam terus berkurang sebab dalam sehari mereka menguburkan 11 hingga 12 jenazah. Dengan hitungan tersebut, petak makam tersedia hanya cukup untuk tiga bulan ke depan. “Pasti kurang (lahannya),” kata Purwanto.
TPU Pondok Ranggon saat ini memiliki luas 68 hektare dan sudah digunakan sekitar 65 hektare dengan jumlah jasad yang dikuburkan sebanyak 66.981 jasad. Angka tersebut berasal dari seluruh jenazah yang dikuburkan sejak 1985 hingga Maret 2016. Kuburan ini berbatasan dengan Jalan Raya Kranggan dan Kali Sunter. Menurut Purwanto, lahan TPU yang belum digunakan tinggal tiga hektare dan berupa pepohonan serta perkampungan. “Lahan sisa itu yang belum dimatangkan,” ujar Purwanto.
Kondisi serupa juga terdapat di TPU Menteng Pulo I/II, Jakarta Selatan. Di TPU ini, petak makam baru bahkan sudah tidak ada. Lahan di TPU tersebut banyak dialihfungsikan menjadi fasilitas lainnya. Bukti alih fungsi yang paling tampak jelas ialah Jalan Raya Casablanca.
Mustar, pensiunan TPU Menteng Pulo, mengatakan sebanyak 6.000 makam dibongkar pada 1986 untuk dialifungsikan menjadi jalan tersebut. Saat itu Mustar menjadi petugas yang turut serta dalam pembongkaran makam. Selain dialihfungsikan menjadi jalan, lahan makam di TPU itu sudah berubah menjadi masjid, sekolah, bahkan pasar.
TPU yang berada di dua kecamatan itu punya luas total 41 hektare. Di TPU tersebut, tercatat ada 39.006 jenazah yang dikebumikan. TPU yang berada di tengah kota itu kini dikelilingi bangunan-bangunan tinggi, seperti apartemen dan gedung perkantoran. Lahan di TPU itu pun tampak penuh. Di sisi lain, tim mendapati banyak makam yang berukuran lebih besar dan tak simetris. Sebab, banyak kijing yang terbuat dari marmer atau keramik yang dipasang di atas kuburan. Makam dan kijing yang tak beraturan itu memakan ruang lahan, sehingga kuburan semakin penuh sesak.
Pelaksana harian Kepala TPU Menteng Pulo I/II Sin Handoyo mengakui Menteng Pulo I/II sudah sesak. TPU itu nyaris tak bisa menampung jenazah baru. Padahal dalam sehari, dua hingga tiga jenazah mengantre untuk dimakamkan di TPU tersebut.
“Karena lahannya sudah enggak ada penambahan lagi,” tutur Sin. Kini TPU Menteng Pulo I/II hanya punya lahan makam kedaluwarsa yang bisa digunakan menjadi makam tumpang. Selebihnya, lahan kuburan makin disekat tembok setinggi empat meter yang membatasi makam dengan apartemen dan jalan.
Sementara di TPU Petamburan, Jakarta Pusat, tim mendapati lahan pemakaman yang sesak dan berimpitan dengan permukiman warga. TPU seluas sembilan hektare itu menampung 14 ribu petak makam. Dalam sepekan, dua hingga tiga jenazah dikuburkan di pemakaman tersebut. Meski belum terlalu sesak, penggunaan lahan di TPU tersebut tampak semrawut.
Di TPU tersebut berdiri sebuah makam besar dengan konsep arsitektur bergaya zaman renaissance. Makam tersebut terbuat dari marmer besar yang diisi dua jenazah dari Belanda, dan tepat berdiri di tengah makam. Di samping-sampingnya, berjajar makam-makam etnis Tionghoa yang kijingnya terbuat dari marmer atau plester semen. Umumnya, makam di TPU tersebut berukuran 3x2 meter. Ini berbeda dengan ukuran makam di tempat lainnya yang hanya 2x1 meter.
Tim juga menemukan banyak makam lama yang dibuat dari tahun 1950-an. Makam tersebut bahkan sudah tampak tak terurus. Bahkan, ada makam yang sudah rusak dan dipenuhi rumput liar yang tampak tak pernah dibersihkan. TPU tersebut pula yang diketahui membikin berang Gubernur Ahok. Sebab, kepala TPU diketahui meminta pungli kepada salah seorang warga yang hendak menguburkan jenazah keluarga di pemakaman tersebut.
Advertisement
Lahan Baru di Luar Jakarta
Planolog Universitas Trisakti Nirwono Joga mengakui, Jakarta sudah krisis lahan pemakaman. Ketersediaan lahan untuk menguburkan jenazah, makin berkurang setiap hari. Nirwono mengatakan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kurang sigap mengantisipasi krisis lahan pemakaman. Dia menyebut, tinggi angka warga yang harus dikuburkan tak sebanding dengan luasan lahan yang ada.
Ia memprediksi, seluruh lahan pemakaman di DKI Jakarta akan penuh dalam dua tahun ke depan. “Kemampuan dari Pemprov DKI untuk menyediakan lahan makam, kemudian, ketersediaan yang sekarang ada, dengan peningkatan kematian di Jakarta, sebenarnya, kemampuan kota Jakarta, itu tinggal dua tahun. Tinggal dua tahun, lahan-lahan makan di Jakarta akan penuh,” ujar Nirwono.
Data yang diperoleh Liputan6.com dari Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta, saat ini hanya tersedia 7.380 petak makan siap pakai di 70 TPU yang tersebar di Ibu Kota. Sementara, jumlah penduduk yang meninggal dalam sehari sesuai catatan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil DKI Jakarta mencapai 136 orang. Dengan jumlah tersebut, lahan pemakaman hanya tersedia untuk 54 hari ke depan.
Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta Ratna Diah Kurniati tak menampik soal krisis lahan pemakaman. Ratna mengaku, pihaknya kini sedang mempelajari langkah apa saja yang harus dilakukan dalam mengatasi masalah ketersediaan lahan makam untuk warga.
Salah satu yang menjadi fokus dari Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta, kata Ratna, adalah penambahan luas lahan. Tapi, hal itu pun hanya bisa dilakukan di TPU yang berada di pinggiran pusat kota, seperti TPU Pondok Ranggon. Pemprov DKI pun sudah mencanangkan perluasan dengan penerbitan SKP pembebasan lahan untuk TPU itu berdasarkan Surat Keputusan Gubernur tentang penggunaan lahan.
“Sekarang kan sudah 68 hektare, keseluruhan nanti ada 90 hektare. Nanti kami membeli lagi lahan-lahan untuk perluasan di Pondok Ranggon. Itu untuk Timur. Di Selatan, ada Srengseng Sawah,” ujar Ratna.
Masalah keterbatasan lahan pemakaman ini pun dibaca pihak swasta. Saat ini, sudah dua pemakaman swasta yang memiliki pemakaman umum yang berada di wilayah Karawang, Jawa Barat. Kedua pemakaman in--Al-Azhar Memorial Garden dan Sandiego Hills--menawarkan alternatif buat masalah krisis lahan yang terjadi di DKI Jakarta.
Direktur Utama Al-Azhar Memorial Garden, Nugroho Adiwiwoho, menuturkan kehadiran pemakaman milik Yayasan Al-Azhar bertujuan mengatasi krisis lahan kuburan di DKI. Menurut dia, banyak lahan pemakaman yang dialihfungsikan, sehingga membuat warga kesulitan mencari kuburan buat keluarga mereka.
Menurut dia, warga Jakarta mulai melirik lokasi pemakaman yang lebih rapi dan luas. Hanya saja, ada harga yang harus dibayarkan untuk pemakaman yang lebih layak tersebut. Warga harus merogoh kocek lebih dalam supaya mereka bisa memakamkan jenazah keluarganya di pemakaman khusus yang berada di provinsi tetangga.
“Jadi saat konsumen pesan, maka itu sudah termasuk selamanya. Mereka tak akan dipungut apa pun sampai kapan pun,” ujar Nugroho.