Ali Mustafa Yaqub Sejak Kecil Diprediksi Jadi Orang Besar

Sejumlah prestasi telah disandang Ali Mustafa Yaqub. Sosoknya yang menjadi tokoh itu ternyata telah diprediksi sejak kecil oleh seseorang.

oleh Muhammad Ali diperbarui 28 Apr 2016, 12:53 WIB
Diterbitkan 28 Apr 2016, 12:53 WIB
Ali Mustafa Yaqub Meninggal Dunia
Melalui tagar #alimustafayaqub netizen ungkapkan kesedihan atas meninggalnya mantan imam besar Masjid Istiqlal.

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Imam Besar Masjid Istiqlal Ali Mustafa Yaqub meninggal dunia di Rumah Sakit Hermina, Ciputat. Ia mengembuskan napas terakhirnya pada Kamis 28 April 2016 pukul 06.00 WIB.

Beragam jabatan telah disandangnya. Selain ditunjuk menjadi imam besar Masjid Istiqlal, Pengasuh Pesantren Darussunnah, Ciputat, Tangerang ini juga pernah duduk sebagai Anggota Komisi Fatwa MUI Pusat. Keahliannya dalam bidang hadits juga mengantarkannya untuk didapuk sebagai Ketua Lembaga Pengkajian Hadis Indonesia (LepHi).

Prestasi Ali Mustafa Yaqub yang menjadi tokoh telah diprediksi sejak kecil. Hal itu diungkapkan adik kandungnya, Maarif Sahid, yang menuturkan masa kecil Mustafa di Batang, Jawa Tengah, kampung kelahirannya.

"Ketika pulang dari daerah Bawen, pulang naik dokar. Di kendaraan dokar ada orang tua bilang sama ibu. Ini anak ada orang tua bilang sama ibu, ini anak ini harus dijaga. Anak ini akan jadi orang besar. Orang itu tidak dikenal," kata Maarif dalam tayangan televisi nasional, yang dikutip Liputan6.com, Jakarta, Kamis (28/4/2016).

Menanggapi itu, Ali Mustafa Yaqub yang menjadi bintang tamu dalam acara menjelaskan kondisi itu bisa saja terjadi. Karena watak maupun kepribadian seseorang pun dinilainya dapat diprediksi oleh dokter.

"Mungkin melihat dari kalau dari ilmu tauhid disebut firasat khalqiyah. Yaitu tanda-tanda dari fisiknya sudah kelihatan. Biasanya dokter dukun bayi tahu, anak ini watak apa. Nah itu di dokar seperti itu. Itu baru diceritakan beberapa saat sebelum ibu saya meninggal," kenang dia.

Ali Mustafa Yaqub lahir di Batang, Jawa Tengah pada 2 Maret 1952. Cita-citanya untuk belajar di sekolah umum tidak terlaksana, karena setelah tamat SMP ia harus mengikuti arahan orangtuanya, belajar di Pesantren.

Maka dengan diantar ayahnya, pada tahun 1966 ia mulai nyantri di Pondok Seblak Jombang sampai tingkat Tsanawiyah 1969. Kemudian ia nyantri lagi di Pesantren Tebuireng Jombang yang lokasinya hanya beberapa ratus meter saja dari Pondok Seblak.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya