Menkumham: Sudah Perintah Hukum, Dokter Tak Bisa Menolak Kebiri

Yasonna Laoly tidak memungkiri masih ada penolakan dari kalangan dokter terkait hukuman kebiri untuk penjahat seksual.

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 26 Mei 2016, 14:24 WIB
Diterbitkan 26 Mei 2016, 14:24 WIB
Pelaku Kejahatan Seksual di Papua Siap-siap Dikebiri
Pemprov Papua canangkan kebiri sebagai hukuman para pelaku pelecehan seksual.

Liputan6.com, Jakarta - Peraturan Presiden Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan ke 2 atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang mengatur tentang hukuman kebiri bagi penjahat seksual menuai kontroversi.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly tidak memungkiri masih ada penolakan dari kalangan dokter terkait suntik kimia kepada penjahat seksual. Hanya saja, Yasonna yakin dokter tetap menjalankan hukuman setelah ada putusan hukum.

"Saya kira kalau perintah hukum mereka tidak bisa mengelak," ujar Yasonna di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (26/5/2016).

Penentuan hukuman kebiri memang berada di tangan hakim. Di sisi lain, kalangan dokter tetap menolak menjadi eksekutor karena bertentangan dengan kode etik dan sumpah dokter.

"Soal teknisnya memang terjadi perdebatan. Dokter itu kan menyembuhkan bukan memberi rasa sakit. Ada sumpah dokter," jelas Yasonna.

Suntik kimia yang akan diberikan memang berefek pada penurunan hormon pembangkit hawa nafsu pelaku. Tapi, hal itu tidak separah di beberapa negara yang menerapkan hukuman mati dengan suntik.

"Di beberapa negara sama seperti hukuman mati. Hukuman mati di beberapa negara pakai mati," Yasonna menandaskan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya