Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) menyampaikan perkembangan indikator stabilitas nilai tukar rupiah. Pada pekan kedua April 2025, investor asing melakukan aksi jual di SRBI, SBN dan saham.
Direktur Eksekutif Bank Indonesia Ramdan Denny Prakoso menjelaskan, secara agregat aliran modal asing atau oleh Bank Indonesia disebut sebagai nonresiden tercatat jual neto Rp 24,04 triliun.
Baca Juga
"Akumulasi jual neto tersebut didorong jual neto di pasar SRBI, SBN dan saham masing-masing sebesar Rp 10,47 triliun, Rp 7,84 triliun dan Rp 5,73 triliun," jelas dia dalam keterangan tertulis, Jumat (11/4/2025).
Advertisement
Sedangkan untuk aliran neto asing sepanjang tahun 2025 (ytd), berdasarkan data setelmen sampai dengan 10 April 2025, tercatat investor asing masih membukukan beli neto Rp 7,11 triliun di SRBI dan Rp 13,05 triliun di pasar SBN.
"Sementara itu, jual neto Rp 32,48 triliun di saham," tambah dia.
Untuk Premi CDS Indonesia 5 tahun per 10 April 2025 113,35 bps, naik dibandingkan dengan 4 April 2025 sebesar 105,75 bps.
Pada hari ini, nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan hari ini di Jakarta menguat sebesar 28 poin atau 0,16 persen menjadi Rp16.796 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.823 per dolar AS.
Adapun kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada hari ini justru melemah ke level Rp16.805 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.779 per dolar AS.
Dolar AS Turun ke Level Terendah Sejak Juli 2023, Rupiah Menguat
Nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada pembukaan perdagangan hari Jumat 11 April 2025, pagi. Kurs rupiah menguat sebesar 18 poin atau 0,11 persen menjadi 16.805 per dolar AS dari sebelumnya 16.823 per dolar AS.
Analis Doo Financial Futures Lukman Leong mengatakan nilai tukar (kurs) rupiah berpotensi menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS), yang anjlok ke level terendah sejak Juli 2023.
"Rupiah berpotensi menguat terhadap dolar AS yang anjlok ke level terendah dalam sejak Juli 2023 oleh kekhawatiran resesi di AS dari perang dagang eskalasi tarif AS-China," ucapnya dikutip dari Antara, Jumat (11/4/2025).
Presiden AS Donald Trump telah menegaskan tarif impor AS terhadap China menjadi 145 persen dari sebelumnya 125 persen.
Pada awalnya, Trump menaikkan tarif impor ke China menjadi sebesar 104 persen, yang dibalas oleh Presiden China Xi Jinping dengan total penetapan tarif impor sebesar 84 persen terhadap produk AS.
Kemudian, pada Rabu (10/4/2025), AS kembali menaikkan tarif impor dari China menjadi sebesar 125 persen di tengah penundaan tarif resiprokal terhadap berbagai negara.
Memasuki Kamis (11/4/2025), Trump merevisi tarif impor ke China menjadi 145 persen, yang merupakan batas bawah atau masih berpotensi meningkat ke depan.
Adanya perang tarif meningkatkan kekhawatiran resesi di AS dengan perkiraan 65 persen dari Goldman Sachs dan JP Morgan 60 persen.
Â
Advertisement
Pemangkasan Suku Bunga
Dolar AS juga tertekan peningkatan prospek pemangkasan suku bunga oleh The Fed yang menyusul data inflasi bulanan AS tercatat menurun dari sebelumnya 0,2 persen month to month (mtm) menjadi minus 0,1 persen (mtm). Begitu pula dengan inflasi tahunan yang turun dari sebelumnya 2,8 persen year on year (yoy) menjadi 2.4 persen (yoy).
Berdasarkan polling CME FedWatch, lebih dari 50 persen menduga The Fed akan melakukan pemangkasan suku bunga sebesar 75-100 basis points (bps).
"Namun, penguatan (rupiah) diperkirakan akan terbatas di tengah sentimen risk off di pasar ekuitas," ujar Lukman.
Mengacu berbagai faktor tersebut, kurs rupiah diperkirakan berkisar 16.700-16.900 per dolar AS.
