Liputan6.com, Bogor - Pembangunan fasilitas untuk pejalan kaki atau pedestrian di Seputar Kebun Raya Bogor dianggap merusak lingkungan. Sebab, proyek fasilitas publik itu telah menutup separuh ruang terbuka hijau (RTH), yang menjadi daerah resapan air.
Hal tersebut tidak sejalan dengan Peraturan Daerah (Perda) Kota Bogor Nomor 8 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah, yang mengamanatkan RTH di kota hujan tahun 2041 mendatang harus mencapai 30 persen dari luas wilayah.
Salah satunya proyek pembangunan pedestrian di kawasan Tugu Kujang (Kampus IPB Baranangsiang)-eks Pangrango Plaza dengan panjang 384 meter. Terjadi penambahan lebar pedestrian dengan memakan RTH yakni selebar 3,5 meter atau menjadi 5,5 meter, dari sebelumnya hanya 2 meter.
Berdasarkan data Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Bogor, RTH di jalur Baranangsiang-Bangbarung tercatat seluas 2,864,89 m2.
Apabila dirata-ratakan RTH ditutup selebar 3 meter dikali 384 meter dengan batu andesit, maka terjadi penyusutan RTH seluas 1,152,00 m2.
Selain jalur Baranangsiang-Bangbarung, RTH di seputar Kebun Raya pun mengalami hal serupa akibat dampak pembangunan pedestrian.
Di seputar Kebun Raya tercatat ada 2,864,89 m2 RTH. Apabila di rata-ratakan terkena pelebaran pedestrian selebar 2 meter maka terjadi kehilangan daerah resapan seluas 8,956,18 m2.
"Tapi bagaimana pun juga ini untuk kepentingan dan kenyamanan publik, jadi program harus disesuaikan dengaan kondisi yang ada," kata Kepala Seksi Pembangunan Taman Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bogor Devi Librianti, Rabu (15/6/2016).
Devi tidak menampik apabila pembangunan pedestrian mengakibatkan terjadinya penyusutan RTH sehingga berpotensi terhadap ketersediaan air tanah di seputar kebun raya pada saat musim kemarau.
Baca Juga
Advertisement
"Seharusnya memang fasilitas publik itu menggunakan teknologi supaya air tetap bisa masuk ke dalam tanah. Tapi ini biayanya mahal," ujar dia.
Solusi satu-satunya, lanjut Devi, mencari lahan pengganti RTH yang mengalami penyusutan akibat terjadinya pembangunan di pusat kota.
"Kalau di pusat kota sudah tidak ada lahan lagi. Kami cari lahan fasos-fasum di sejumlah perumahan yang belum diambil alih Pemkot. Kalau sudah diserahkan ke Pemkot, ini bisa dijadikan RTH sebagai pengganti daerah resapan air yang hilang," ujar dia.