Cerita Calon Kapolri Tito Karnavian soal Tangis Teroris

Calon Kapolri Tiro Karnavian, salah satu perwira yang tergabung di tim penumpasan jaringan terorisme pimpinan Noordin Mohammad Top.

oleh Devira PrastiwiTaufiqurrohman diperbarui 23 Jun 2016, 15:51 WIB
Diterbitkan 23 Jun 2016, 15:51 WIB
Komjen Pol Tito Karnavian saat mengikuti fit and proper test di Komisi III DPR
Komjen Pol Tito Karnavian saat mengikuti fit and proper test di Komisi III DPR

Liputan6.com, Jakarta - Rekam jejak calon Kapolri Komisaris Jenderal Tito Karnavian di bidang penanggulangan terorisme tidak diragukan lagi. Sebelum menjadi Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Tito pernah bertugas di selama enam tahun di Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri.

Tito merupakan salah satu perwira yang bergabung dalam tim penumpasan jaringan terorisme pimpinan Noordin Mohammad Top pada 2009.

Dia menilai ada fenomena menarik terkait terorisme. Hal tersebut disimpulkannya setelah menginterograsi 500 teroris selama bertugas.

"Memang ada fenomena menarik. Mereka (teroris) memiliki untuk doktrin bunuh diri. Ini adalah hal yang dicari mereka. Jihad merupakan rukun Islam keenam bagi mereka," kata Tito saat bercerita tentang teroris ketika uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR, Jakarta, Kamis (23/6/2016).

Menurut dia, para teroris ini memiliki keyakinan membunuh orang kafir di matanya akan mendapat pahala. Apalagi, ketika orang itu berhasil dibunuh.

"Doktrinnya, membunuh orang kafir di mata mereka itu adalah pahala. Kalau mereka terbunuh, mereka masuk surga dan bertemu bidadari. Saya sudah meng-interview 500 orang yang ditahan dan mereka bilang seperti itu," tutur Tito.

Mantan Kapolda Metro Jaya itu pun mencontohkan hasil wawancaranya dengan Mohammad Rois, terpidana mati kasus bom Kedutaan Besar Australia pada 2004. Saat ditangkap, kata Tito, Rois menangis di hadapannya.

"Dia nangis, 'Karena hilang momentum saya konfrontasi dengan polisi.'," kata Tito menirukan Rois.

Oleh karena itu, tidak memungkinkan untuk menangkap para terduga teroris tersebut.

"Ada persoalan taktis di lapangan. Kita ambil tindakan ketika mereka membahayakan keselamatan petugas dan masyarakat umum," ujar dia. "Pikiran kita cuma satu, dead or alive," kata Tito.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya