Liputan6.com, Jakarta - Kelompok Abu Sayyaf belum juga melepas 9 WNI yang disandera. Pemerintah Filipina tengah berupaya memberantas kelompok itu dengan menyerang basis pertahanan mereka.
Wakil Presiden Jusuf Kalla (Wapres JK) mengatakan, memang sulit memberantas kelompok radikal di Filipina. Kondisi masyarakat di sana pun turut menyulitkan pemerintah setempat untuk memberantas kelompok radikal ini.
Baca Juga
Penjaga Pantai Filipina Berjibaku Atasi Tumpahan 1,4 Juta Liter BBM di Perairan Manila
Hujan dari Topan Gaemi Picu Kapal Tanker Bawa 1,4 Juta Liter Minyak Tenggelam di Filipina, Tumpahan Terdeteksi 3,7 Km
Hujan dan Topan Gaemi Picu Banjir Filipina, 100 Penerbangan Dibatalkan dan Puluhan Ribu Warga Terputus Listrik
"Mereka kenapa susah dipimpin, karena banyak senjata beredar di Filipina. Saya pernah diminta untuk advice Presiden Aroyo, saya tanya berapa senjata yang dimiliki masyarakat kepada panglima di sana, dia bilang sejuta," kata JK di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (30/8/2016).
Advertisement
Dengan jumlah senjata sebanyak itu beredar di masyarakat, tentu sangat menyulitkan. Kondisi ini juga membuat Pemerintah Filipina sulit melaksanakan gencatan senjata.
JK mencontohkan, kondisi ini pernah terjadi di Indonesia saat Aceh masih bergejolak. Hanya saja, Indonesia lebih beruntung karena jumlah senjata yang beredar tidak sebanyak di Filipina.
"Jadi bagaimana bikin ceasefire (gencatan senjata) kalau ada sejuta senjata di kalangan sipil. Di Aceh, di sana ada 2.000 senjata, begitu 2.000 dipotong selesai bisa di-ceasefire. Kalau sejuta senjata susah," jelas JK.
Yang pasti, motivasi kelompok Abu Sayyaf melakukan serangkaian teror bukan lagi soal ideologi. Kepentingan bisnis justru lebih muncul saat penyanderaan semakin sering dilakukan.
"Sandera ini sebagai bisnis, jadi bukan soal ideologi," pungkas JK.
* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.